Kondisi serupa juga terjadi di taman-taman di luar Ibu Kota. Di Taman Kencana, Bogor, beberapa tahun ini diperjuangkan oleh seniman, budayawan, dan kaum muda sebagai tempat ekspresi seni dan budaya dalam Festival Taman Kencana dan Gelar Seni Budaya Sunda. Setiap hari libur, taman ini dipenuhi komunitas sketsa, fotografi, seni rupa, musik, teater, olahraga, bahkan bela diri.
Antusias
Pegiat ruang terbuka hijau dan arsitek lanskap Nirwono Joga mengatakan, patut disyukuri bahwa taman-taman mulai digandrungi dan dihidupkan oleh warga. Sayangnya, informasi taman-taman masih terbatas. Warga hanya mengakses taman-taman yang sudah terkenal, seperti Taman Surapati, Taman Ayodya, atau Taman Jogging.
Beberapa taman ada yang menarik, tetapi jauh dari jalan raya utama atau jauh dari angkutan utama, seperti transjakarta dan KRL. Contohnya, Taman Spathodea di Jalan Kahfi, Jakarta Selatan, Taman Cempaka di Jalan Setu, dan Taman Kembang Sepatu di Jakarta Timur.
Yang disayangkan, banyak taman tidak dilengkapi toilet atau prasarana umum. ”Itu menunjukkan taman hanya ditunjukan untuk warga sekitar, bukan publik,” ujar Nirwono.
Lamban
Biarpun taman-taman mulai digandrungi oleh warga, jumlahnya masih di bawah kebutuhan. Regulasi mensyaratkan, kebutuhan ruang terbuka hijau suatu daerah minimal 30 persen.
Di Ibu Kota, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta cuma mampu menambah RTH rata-rata 50 hektar per tahun. Padahal, untuk mencapai target 30 persen luas Jakarta berupa RTH pada 2030 perlu penambahan 250 hektar per tahun. Kemampuan seperlima dari kebutuhan.
Salah satu penghambat penambahan taman pada 2014, antara lain masalah di peraturan pengadaan barang dengan sistem lelang elektronik. Maksudnya, sumber daya manusia belum terbiasa dengan sistem baru tersebut. Akibatnya, banyak pekerjaan yang akhirnya tidak terealisasi. ”Idealnya, ada waktu tiga tahun untuk transisi,” kata Nirwono.
Jakarta juga belum memiliki rencana induk taman. Setiap instansi punya rencana masing- masing. Misalnya, Dinas Tata Ruang memetakan potensi RTH di tingkat kelurahan, sementara Badan Penanggulangan Bencana Daerah bencana menjadikan RTH sebagai tempat evakuasi. Belum ada koordinasi yang baik untuk memadukan seluruh perencanaan di sejumlah instansi dalam satu kesatuan.
Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta Nandar Sunandar mengatakan, baru sedikit taman yang selesai dibangun tahun ini. Dari 89 rencana pembangunan taman, baru selesai 5 taman. Sebanyak 41 taman lainnya masih dikerjakan.
Nandar mengatakan, 43 tempat lainnya batal dikerjakan karena berbagai sebab, terutama pembebasan lahan. Beberapa pemilik tanah mengagunkan sertifikat tanah sehingga pemerintah tidak bisa membeli tanah itu untuk RTH. Ada juga lahan yang diokupasi pihak lain.
Di Kota Bogor, baru sebanyak 27 taman aktif yang dikelola pemerintah. Sampai akhir 2014, ditargetkan selesai pembangunan lima taman baru. Kekuatan finansial Kota Bogor jauh di bawah Ibu Kota. Pemerintah tidak mampu membeli atau membebaskan lahan untuk dijadikan RTH berupa taman. Yang dilakukan adalah menata, mempercantik, dan menghidupkan lokasi-lokasi yang cocok untuk taman.
Peneliti lingkungan, Ernan Rustiandi, mengatakan, taman ialah ruang publik yang amat bermanfaat bagi warga. Kota yang punya banyak taman seharusnya mampu merawat dan menjaga kondisi taman agar selalu cantik, menarik, dan enak dinikmati. ”Jika taman-taman gagal menarik warganya, ruang publik itu sia-sia,” kata Ernan, Dekan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Pemerintah diminta fokus merawat ruang publik besar, seperti kebun binatang, hutan kota, dan taman besar. Yang skala kecil dikelola dengan skema kerja sama dengan swasta atau malah komunitas.
”Di mancanegara, sudah lazim pemerintah meminta komunitas memelihara taman mikro,” kata Ernan. Pemerintah tetap berperan membantu komunitas dalam mengelola. Komunitas yang berhasil mengelola taman bisa diberikan kewenangan lebih besar, misalnya suatu saat mengubah desain dan mengembangkan sistem pengelolaannya. (Agnes Rita Sulistyawaty/Ambrosius Harto Manumoyoso/Denty Piawai Nastitie)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.