"Dalam negara tertib sipil, militer kalau razia sasarannya bukan ke polisi apalagi ke sipil. Sasarannya seharusnya sesama anggota TNI saja," ujar Bambang saat dihubungi, Senin (9/2/2015).
Ia mengatakan, anggota Polri memiliki polisi sendiri, yaitu dari Divisi Profesi dan Pengamanan (Prompam). Sehingga, hanya anggota itu yang berwenang untuk melakukan razia terhadap anggota Polri.
Karena anggota TNI tidak berwenang merazia anggota Polri, kata Bambang, maka anggota Polri bisa saja menolak saat dimintai surat tugas. Ia menilai, anggota Polri tidak salah menolak menunjukkan surat tugas karena bukan kepada aparatur yang berwenang.
Namun, lanjut dia, bila diminta untuk menunjukkan surat tugas oleh Propam, maka anggota Polri wajib menunjukkannya.
"Kalau dulu Polri dan TNI jadi satu, namanya ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Setelah dipisah, keduanya sama-sama tidak berwenang mengintervensi,” kata dia.
Maka, menurut dia, anggota TNI yang terlibat pengeroyokan terhadap dua anggota Polri perlu diberi sanksi dari Polisi Militer (POM) TNI.
Seperti diberitakan, anggota TNI AL melakukan operasi penegakan ketertiban (Pos Gaktib) pada Jumat (6/2/2015) dini hari.
Kemudian, mereka merazia anggota Polri di Bengkel Cafe, kawasan SCBD, Jakarta Selatan. Karena menolak menunjukkan surat tugas, dua anggota Polri itu terlibat cekcok dengan sejumlah anggota TNI yang melakukan razia tersebut.
Dua anggota Polri itu lantas dikeroyok oleh anggota TNI yang jumlahnya 48 orang tersebut. [Baca: Selain Dipukul, Anggota Polri Mengaku Cincinnya Dirampas Oleh Anggota TNI AL]
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.