Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/02/2015, 21:39 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kisruh lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif perihal Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2015 belum usai. Setelah DPRD DKI sepakat menggelar rapat paripurna untuk mengajukan hak angket (penyelidikan) APBD DKI, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menjelaskan alasannya bersikeras menyerahkan dokumen APBD DKI 2015 tanpa pembahasan dengan DPRD DKI.

Pasalnya, lanjut Basuki, DPRD menyelipkan anggaran "siluman" setelah rapat paripurna pengesahan APBD pada 27 Januari 2015 lalu. "Ada anggota DPRD, wakil ketua komisi meng-crop (memotong) 10-15 persen anggaran program unggulan yang sudah kami susun dan disahkan dalam paripurna. Kemudian, mereka masukkan program versi mereka sampai Rp 12,1 triliun. Bagaimana bisa?" kata Basuki geram, di Balai Kota, Selasa (24/2/2015). 

Basuki menegaskan, Pemprov DKI langsung mengajukan dokumen APBD kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) setelah rapat paripurna pengesahan dan tak lagi melakukan pembahasan. Sementara itu, menurut pandangan DPRD, komisi masih berhak membahas anggaran bersama satuan kerja perangkat daerah (SKPD) setelah pengesahan.

Menurut Basuki, Pemprov DKI mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35 PUU-XI Tahun 2013 perihal pembahasan APBD pasca-putusan MK dan penghematan serta permohonan anggaran belanja.

DPRD pun, lanjut Basuki, terkejut karena Pemprov DKI telah menyerahkan APBD tanpa pembahasan lebih lanjut dengan komisi. Sebab, DPRD juga memiliki dokumen APBD yang sudah direvisi saat pembahasan seusai rapat paripurna pengesahan. Saat Kemendagri mengembalikan dokumen APBD, Pemprov DKI mencoba mencocokkan APBD yang telah disahkan dan APBD yang melalui pembahasan komisi di DPRD. Hasilnya, "anggaran siluman" sebesar Rp 12,1 triliun ditemukan. 

Anggaran itu merupakan potongan anggaran program unggulan dan dialokasikan untuk hal-hal yang tidak menjadi prioritas. Hal ini misalnya pembelian perangkat uninterruptible power supply (UPS) untuk semua kantor kecamatan dan kelurahan di Jakarta Barat. Perangkat itu berfungsi sebagai penyedia listrik cadangan atau tambahan pada bagian tertentu, seperti komputer, pusat data, atau bagian lain yang penting untuk mendapat asupan listrik secara terus-menerus pada waktu tertentu.

Basuki mengaku segera mengecek kebenaran penganggaran itu ke jajarannya yang berada di Kotamadya Jakarta Barat. Namun, tak satu pun camat dan lurah yang merasa pernah mengajukan penganggaran pembelian UPS.

"Saya tanya sama lurah, apa betul Anda mau membeli UPS seharga Rp 4,2 miliar tiap unitnya? Mereka mengatakan, 'kami tidak pernah memasukkan barang itu, Pak'. Berarti kan barang yang ditemukan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) dua tahun lalu ini kan benar ada 'anggaran siluman' yang tiba-tiba muncul? Masuk akal enggak beli UPS Rp 4,2 miliar biar komputer stabil kalau listrik mati? Itu kan gila banget," ujar Basuki.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Heru Budi Dampingi Jokowi, Tanam 1.320 Pohon di Kawasan Industri Pulogadung

Heru Budi Dampingi Jokowi, Tanam 1.320 Pohon di Kawasan Industri Pulogadung

Megapolitan
Pentingnya Bergabung Komunitas bagi ODHIV, Tempat Edukasi dan Berbagi Dukungan

Pentingnya Bergabung Komunitas bagi ODHIV, Tempat Edukasi dan Berbagi Dukungan

Megapolitan
Minta Guru Honorer Bergaji Rendah Tak Takut Bersuara, P2G: Harus Diselidiki

Minta Guru Honorer Bergaji Rendah Tak Takut Bersuara, P2G: Harus Diselidiki

Megapolitan
Ada Masalah Percintaan, Perempuan Lompat dari Lantai 17 Apartemen di Serpong

Ada Masalah Percintaan, Perempuan Lompat dari Lantai 17 Apartemen di Serpong

Megapolitan
Ketika Kloud Senopati Ketempuhan akibat Pengunjung Pakai Narkoba, Izin Dicabut dan Puluhan Pegawai Berhenti

Ketika Kloud Senopati Ketempuhan akibat Pengunjung Pakai Narkoba, Izin Dicabut dan Puluhan Pegawai Berhenti

Megapolitan
Tak Berlarut-larut, Masalah Guru Honorer Terima Gaji Rp 300.000 Sudah Diselesaikan Usai Heru Budi Lakukan Sidak

Tak Berlarut-larut, Masalah Guru Honorer Terima Gaji Rp 300.000 Sudah Diselesaikan Usai Heru Budi Lakukan Sidak

Megapolitan
Kritik Bongkar Pasang Trotoar Margonda, Fraksi PDI-P: Perencanaan Tidak Matang, Buang-buang Anggaran

Kritik Bongkar Pasang Trotoar Margonda, Fraksi PDI-P: Perencanaan Tidak Matang, Buang-buang Anggaran

Megapolitan
Gudang Logistik Pemilu 2024 di Jakarta Belum Terpenuhi, DPRD DKI Bakal Panggil Bakesbangpol

Gudang Logistik Pemilu 2024 di Jakarta Belum Terpenuhi, DPRD DKI Bakal Panggil Bakesbangpol

Megapolitan
Kisah di Balik Nama Jalan Perjuangan yang Dilalui Anies Saat Kampanye di Kampung Tanah Merah

Kisah di Balik Nama Jalan Perjuangan yang Dilalui Anies Saat Kampanye di Kampung Tanah Merah

Megapolitan
Minta Status Guru Honorer Murni di Jakarta Dihapus, P2G: Upahnya Tak Manusiawi

Minta Status Guru Honorer Murni di Jakarta Dihapus, P2G: Upahnya Tak Manusiawi

Megapolitan
Pembelaan Diri Rihani atas Kasus Penipuan 'Preorder' iPhone, Mengaku Juga Ditipu Rihana dan Minta Dibebaskan

Pembelaan Diri Rihani atas Kasus Penipuan "Preorder" iPhone, Mengaku Juga Ditipu Rihana dan Minta Dibebaskan

Megapolitan
Akses ARV yang Terbatas Jadi Tantangan Besar Pengobatan ODHIV

Akses ARV yang Terbatas Jadi Tantangan Besar Pengobatan ODHIV

Megapolitan
Jangan Sendirian, ODHIV Diminta Gabung Komunitas untuk Lancarkan Pengobatan

Jangan Sendirian, ODHIV Diminta Gabung Komunitas untuk Lancarkan Pengobatan

Megapolitan
Jejak Kampanye Pertama Anies di Tanah Merah: Kendarai Motor di Atas Jalan Perjuangan yang Tak Mulus

Jejak Kampanye Pertama Anies di Tanah Merah: Kendarai Motor di Atas Jalan Perjuangan yang Tak Mulus

Megapolitan
Kesendirian Rohmanto di Akhir Hayatnya, Tak Ada Keluarga dan Meninggal di Tumpukan Sampah

Kesendirian Rohmanto di Akhir Hayatnya, Tak Ada Keluarga dan Meninggal di Tumpukan Sampah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com