Pasangan suami istri, RS (42) dan S (50), tidak berada di rumah karena sedang membeli kambing untuk keperluan keluarga. Hanya ada P (13) dan R (17), dua anak mereka.
Tragedi berdarah terjadi. Entah apa yang terjadi, P dan R berlumuran darah di leher. P tewas dengan luka di leher, dalam kondisi tanpa busana dan hanya berbalut handuk.
Kakaknya, R, mengaku pulang dari masjid dan menemukan adiknya dibunuh. Dia mengaku memergoki pembunuhnya.
R juga mengalami luka yang sama dengan adiknya, luka di leher. Dia sempat keluar rumah dan berteriak minta tolong kepada warga sekitar.
Warga yang mendengar berdatangan. Mereka bergegas menolong R yang sudah terkulai lemas. Salah satunya juga berusaha mengubungi kantor polisi terdekat, yakni Polsek Ciledug.
Siapa pelakunya?
Polisi masih terus mengumpulkan keterangan dari saksi-saksi yang merupakan warga sekitar. Namun, dari empat saksi yang sudah diperiksa, tak satu pun yang melihat pelakunya.
Bahkan, untuk sekadar mendengar suara gaduh di dalam rumah pun, keempat saksi tersebut berpendirian sama.
Kriminolog Universitas Indonesia Yogo Tri Hendiarto menyebut, polisi harus menyelidiki dengan siapa kedua korban tersebut terakhir berinteraksi, tempat terakhir, dan dengan siapa. Pasalnya, aktivitas interaksi tersebut bisa jadi kunci mengungkap kasus pembunuhan ini.
Hubungan interpersonal dinilai menjadi sebuah gerbang untuk menguak kasus pembunuhan semacam ini. Motifnya bisa berupa balas dendam, relasi asmara, atau sengketa bisnis.
"Pasti memiliki interaksi sebelumnya. Kasus seperti ini tidak bermotif asal-asalan," kata Yogo saat dihubungi Kompas.com, Tangerang, Selasa (9/6/2015).
Yogo menyebut, meskipun ada motif lain seperti kejahatan lain, hal tersebut tidak bermaksud pada pembunuhan. Pembunuhan dinilai dampak dari kejahatan yang dia lakukan, apalagi jika dilihat tidak ada barang-barang di rumah yang hilang.
"Kondisi rumah tidak jadi sasaran potensial," kata Yogo.
Mencari jejak pelaku