Menurut Sani, sapaan Triwisaksana, beberapa tahun lalu, DPRD telah memberikan rekomendasi agar Dinas Perhubungan dan Transportasi mengawasi ketat angkot, meliputi tidak boleh adanya lagi angkot yang memberdayakan "sopir tembak" dan menggunakan kaca gelap.
"Tapi, dalam peristiwa yang terakhir itu, dua-duanya masih saja terjadi. Jadi, ada indisipliner dari Dinas Perhubungan karena lalai dalam pengawasan terhadap angkot yang beroperasi," kata Sani di Gedung DPRD DKI, Senin (22/6/2015).
Sani menegaskan, kejadian seperti itu tidak boleh terjadi lagi. Karena itu, ia meminta aparat Dishubtrans agar tidak lalai dalam melakukan pengawasan.
Menurut Sani, ada beberapa hal yang perlu dilakukan agar kejadian memilukan itu tak lagi terulang. Langkah pertama yang dinilainya perlu dilakukan adalah dengan mengatur jam operasional angkot.
"Jam operasional dari angkot ada ketentuannya. Enggak bisa sampai malam hari, apalagi pakai sopir tembak," ujar dia.
Sani juga menyatakan angkot yang diberi izin operasional harus bernaung di bawah badan hukum. Badan hukum yang menaungi angkot tersebut juga harus memiliki depo.
"Angkotnya harus diubah dari pendekatan personal kepemilikannya menjadi pendekatan korporat. Perusahaan harus ada badan hukum yang bertanggung jawab terhadap semua operasional angkot ini. Angkot juga perlu ada depo supaya pengawasan itu menjadi lebih efektif," ujar koordinator Komisi B ini.
Sebelumnya, seorang sopir angkot D-01 bernomor polisi B 1403 VTX jurusan Ciputat-Kebayoran memerkosa seorang karyawati di Jalan TB Simatulang, Jumat malam. Pelaku melakukan aksi di dalam angkot setelah membawa korban ke tempat sepi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.