Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Bocah Azmi yang Dibantu Ahok, Kehilangan Bola Mata Tetap Berprestasi di Sekolah

Kompas.com - 14/08/2015, 09:58 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Azmi Abdul Malik (12) saat itu berusia empat tahun ketika kornea matanya sebelah kiri pecah karena tertancap anak panah mainan dari seorang temannya.

Ibunda Azmi, Yuli Rahayu Ningsih (42), bercerita kepada Kompas.com yang menemuinya di kediamannya, kawasan Cakung, Jakarta Timur, Kamis (14/8/2015).

Yuli, yang baru kembali dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, menuturkan, bola mata anaknya itu diangkat setelah mengalami infeksi akibat kejadian tersebut. Sejak umur empat tahun, putra ketiganya itu harus menggunakan bola mata palsu.

Hidup dengan bola mata palsu mulanya tidak mudah bagi Azmi, khususnya pada saat mulai Azmi bergaul dan sekolah. Teman-teman Azmi yang tidak paham, menurut Yuli, kadang melihat berbeda.

"Kalau lihat fotonya tanpa bola mata palsu agak kasihan. Temannya gimana, dia juga rasa enggak nyaman. (Temannya) agak takut, ngeri kan karena agak kelihatan seram, bisa juga karena kasihan melihatnya," ujar Yuli.

Di sekolah pun, belakangan Azmi mesti berhati-hati. Sebab, bola mata palsunya sering lepas kala dia beraktivitas di sekolah.

"Kalau pas upacara itu sering jatuh. Akhirnya kotor dan berdebu, mesti dibersihkan dulu. Tapi, kadang-kadang tidak dibersihkan benar karena kalau lagi upacara mau dibersihkan gimana," ujarnya.

Setiap bulan, selama bertahun-tahun, orangtua Azmi mesti menyediakan obat cairan khusus untuk pengganti air mata. Hal ini agar mata Azmi tetap bersih meski tak seluruhnya. Sebab, bagian mata yang menggunakan bola mata palsu terus mengeluarkan kotoran.

"Kekurangan kalau pakai mata palsu keluar terus sampai banyak (kotoran mata), itu yang bikin sedih. Jadi kelihatan enggak bersih, kadang dilihatin orang itu yang bikin dia merasa gimana ya. Akhirnya saya yang bilang, 'Kamu yang harus rajin bersihin mata'. Saya siapin tisu, buat dia," ujar Yuli.

Namun, secara keseluruhan, Yuli melihat anaknya dapat beradaptasi dan mulai belajar menghadapi kesulitan hidup dengan satu bola mata. Penglihatan Azmi menjadi lebih terbatas dibanding orang yang memiliki kedua bola mata utuh. Hal ini juga bukan penghalang bagi Azmi untuk berprestasi.

Ternyata, Azmi tetap bisa bersaing di bidang akademis dengan pelajar sebayanya. Azmi kerap mengisi ranking 10 besar sejak SD hingga duduk di bangku kelas II SMP 213, di Duren Sawit, Jakarta Timur, tersebut.

"Alhamdulillah, SD pernah ranking 3, kadang 5, kadang 6, turun 8, nanti naik lagi. Pas lulus SD saja namanya masuk 10 besar di sekolah," ujar Yuli.

Yuli mengaku akan mendorong proses belajar Azmi supaya stabil mendapat ranking terbaik. Di bangku SMP, ranking Azmi sedikit menurun.

"Di semester pertamanya ranking sembilan, cuma yang semester dua ranking sebelas," ujarnya.

Selain itu, dengan satu penglihatan saja Azmi agak kesulitan untuk melihat pelajaran di depan kelas. Sebab, di SMP-nya saat ini ada sistem rotasi bangku yang membuat siswa kadang duduk paling depan, tengah, atau belakang.

"Suka ganggu kalau duduk ke belakang kurang lihat jelas. Kadang dia enggak nyatet, dibiarkan buku kosong. Tapi, saya mau bilang ke sekolahnya biar dia di depan saja enggak ikut rolling," ujar Yuli. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbuck Tutupi Kabah saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbuck Tutupi Kabah saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Megapolitan
Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Megapolitan
Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com