Sepanjang 2016, diperkirakan rata-rata penumpang KRL mencapai 850.000 pengguna per hari atau naik dari rata-rata 800.000 penumpang per hari saat ini.
Untuk tahun depan, pemerintah pusat sudah mengalokasikan subsidi (public service obligation/PSO) Rp 1 triliun bagi penumpang KRL. Subsidi ini, menurut Fadhila, diperkirakan cukup.
Sementara PSO KRL untuk 19 November-31 Desember 2015 masih menunggu kepastian dari Kementerian Keuangan. Tanpa PSO, tarif KRL bisa dua kali lipat dari tarif saat ini.
Ari Husnul Kotimah (39), warga Bogor, setiap hari harus mengeluarkan ongkos untuk KRL Rp 5.000 sekali perjalanan ditambah ongkos dua kali naik angkutan umum Rp 7.000 dari rumahnya menuju tempat kerjanya di Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Total pengeluaran transportasi sehari mencapai Rp 24.000 untuk pergi-pulang.
"Kalau tarif naik jadi Rp 11.000 sekali jalan, tentu berat sekali buat saya. Untuk pergi pulang Bogor-Jakarta jadi Rp 22.000. Belum lagi angkot Rp 14.000 pergi-pulang. Pengeluaran jadi makin besar," tuturnya.
Dengan penghasilan sebesar upah minimum Provinsi DKI Jakarta, yakni Rp 2,7 juta per bulan, saat ini lebih dari 20 persen penghasilan Ari habis untuk biaya transportasi.
Jika tarif KRL naik, sekitar 31 persen penghasilannya akan tersedot hanya untuk transportasi.
Dia berharap, jika tarif naik, pelayanan KRL harus lebih baik lagi. Dia menyesalkan seringnya kereta yang ditumpanginya tertahan menjelang Stasiun Manggarai dan Stasiun Gondangdia.