Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Permata Hijau Terus Dikebut

Kompas.com - 03/11/2015, 15:12 WIB
JAKARTA, KOMPAS — Pelintasan sebidang kereta api di Permata Hijau, Jakarta Selatan, mulai Senin (2/11) ditutup. Penutupan dilakukan untuk pemasangan gelagar jalan layang di atas rel.

Setelah jalan layang selesai dibangun, pelintasan kereta api tersebut akan ditutup secara permanen untuk menjamin keselamatan pengguna jalan.

Proyek itu pun terus dikebut agar bisa rampung akhir tahun ini. Dipastikan, aktivitas proyek memperparah kemacetan lalu lintas di sekitarnya, seperti yang tampak beberapa hari terakhir.

Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Yusmada Faizal mengatakan, pekerjaan pembangunan jalan layang di Permata Hijau sudah mencapai 80 persen.

"Untuk pekerjaan utama, kami tinggal menyambungkan ruas di atas rel. Untuk pekerjaan minor, semua sudah berjalan," katanya.

Pekan lalu, dinas masih menunggu izin jam bekerja dari PT KAI. Semua proses sudah selesai dan dinas tinggal menunggu lampu hijau dari mereka.

Pemasangan gelagar di atas rel diperkirakan bisa selesai dalam 15 hari. Gelagar adalah konstruksi baja atau beton yang membentuk bentangan jembatan.

Kepala Bidang Rekayasa Lalu Lintas Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta Masdes Aroufy mengatakan, saat pemasangan gelagar, semua kendaraan yang melintas dari arah Permata Hijau menuju Senayan harus berbelok ke kiri untuk selanjutnya berputar di bawah jalan layang di Pejompongan.

"Kami minta pengendara untuk tidak memutar di pelintasan kereta api di Palmerah karena berbahaya. Bentuk pelintasan serong dan pengendara harus melawan arus. Putaran di bawah jalan layang sudah kami perbaiki perkerasannya sehingga semua kendaraan harus berputar di situ," ujarnya.

Kepala Suku Dinas Perhubungan dan Transportasi Jakarta Selatan Priyanto menjelaskan, saat ini di pelintasan baru dipasang beton pembatas jalan.

Setelah gelagar selesai dipasang, penutupan dan pemagaran akan dilakukan secara permanen oleh PT KAI.

"Kami kerahkan delapan petugas untuk membantu mengatur area sekitar pelintasan yang ditutup. Dengan adanya penutupan ini, kami sarankan agar lampu lalu lintas di Palmerah diperpanjang lampu hijaunya, terutama saat pagi, untuk kendaraan ke arah Pejompongan dan saat sore untuk arah sebaliknya karena volume kendaraan yang tinggi," kata Priyanto.

Selain di Permata Hijau, rekayasa lalu lintas serupa akan diterapkan di area pembangunan jalan layang Kuningan.

Di Kuningan, pekerjaan pembangunan jalan layang juga tinggal penyambungan gelagar atas.

Tahun depan, Dinas Bina Marga DKI Jakarta berencana membangun lima jalan layang dan terowongan.

Tiga jalan layang dibangun di simpang sebidang pelintasan kereta api di Jalan Panjang, Bintaro, dan Cipinang Lontar.

Satu jalan layang dibangun di Pancoran dari arah Cawang menuju Semanggi. Satu terowongan dibangun di Jalan Kartini.

Pembangunan jalan layang Permata Hijau di atas rel KA merupakan langkah baik untuk mengurangi pelintasan sebidang.

Apalagi jumlah pelintasan sebidang masih sangat banyak dan jumlah perjalanan KA terus bertambah.

Kepala Humas PT KAI (Persero) Daop I Jakarta Bambang S Prayitno mengatakan, pembuatan jalan tak sebidang sangat sedikit.

"Sejak Januari hingga kini hanya ada satu pelintasan sebidang yang ditutup. Sementara tiga tahun terakhir, kurang dari 10 titik pelintasan sebidang yang ditutup," katanya, Senin.

Bambang menambahkan, masih ada juga pelintasan sebidang yang tetap dibiarkan meski sudah ada pelintasan tidak sebidang.

Salah satunya di Rawabuaya dan sempat memicu kemarahan warga beberapa waktu lalu karena ada kecelakaan lalu lintas di pelintasan itu.

Idealnya, pelintasan sebidang ditutup setelah ada jalan layang atau terowongan.

Solusi lain adalah menghubungkan beberapa pelintasan di sekitarnya menjadi satu pelintasan.

Dari 533 titik pelintasan sebidang, 158 titik dijaga petugas dari PT KAI, 35 titik dijaga pihak dari luar, 106 titik tidak dijaga, 186 titik pelintasan liar, dan 48 titik pelintasan sebidang yang masih dibuka meski sudah ada jalan layang atau terowongan di sampingnya.

Bambang mengatakan, ada kemungkinan jumlah pelintasan sebidang yang liar bertambah seiring dengan perkembangan permukiman di sepanjang rel kereta api.

"Biasanya, kalau ada perumahan di dekat jalur rel, pasti langsung ada pelintasan sebidang yang liar," katanya.

UU No 23/2007 tentang Perkeretaapian mengatur bahwa jalur KA dan jalan harus dibuat tak sebidang. Pelintasan sebidang yang dibuat harus mendapatkan izin dari Menhub.

Adapun pelintasan sebidang yang liar harus ditutup demi keselamatan perjalanan KA dan pemakai jalan.

Di Kota Bogor, belum ada satu pun proyek penanganan pelintasan di Jalan Kapten Muslihat, Jalan MA Salmun, Jalan RE Martadinata, Jalan Kebon Pedes, atau Jalan Tata Winata.

Sejauh ini, Pemerintah Kota Bogor meyakini akan mendapat bantuan dari pemerintah pusat untuk membangun jalan layang di pelintasan Martadinata. (ART/FRO/BRO)

------------

Artikel ini sebelumnya ditayangkan di harian Kompas edisi Selasa, 3 November 2015, dengan judul "Permata Hijau Terus Dikebut".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sudirman Said Sebut Perencanaan Batavia 'Contekan' untuk Bangun Jakarta

Sudirman Said Sebut Perencanaan Batavia 'Contekan' untuk Bangun Jakarta

Megapolitan
Sejumlah Titik dan Gedung di Jakarta Padamkan Lampu Malam Ini, Cek Lokasinya

Sejumlah Titik dan Gedung di Jakarta Padamkan Lampu Malam Ini, Cek Lokasinya

Megapolitan
Mobil Tertimpa Pohon Saat Melintas, Sopir dan Penumpang Syok

Mobil Tertimpa Pohon Saat Melintas, Sopir dan Penumpang Syok

Megapolitan
Pohon 15 Meter di Kuningan Mendadak Tumbang, Timpa Mobil yang Melintas

Pohon 15 Meter di Kuningan Mendadak Tumbang, Timpa Mobil yang Melintas

Megapolitan
Ulah Rombongan Tiga Mobil di Depok, Tak Bayar Makan yang Dipesan gara-gara Miskomunikasi

Ulah Rombongan Tiga Mobil di Depok, Tak Bayar Makan yang Dipesan gara-gara Miskomunikasi

Megapolitan
Cerita Karyawan Warteg yang Kebakaran di Duren Tiga: Sempat Mati Listrik 2 Kali sebelum Api Membesar

Cerita Karyawan Warteg yang Kebakaran di Duren Tiga: Sempat Mati Listrik 2 Kali sebelum Api Membesar

Megapolitan
Komentar Sejarawan usai Lihat Cagar Budaya Gudang Timur Kasteel Batavia...

Komentar Sejarawan usai Lihat Cagar Budaya Gudang Timur Kasteel Batavia...

Megapolitan
Cagar Budaya Gudang Timur Kasteel Batavia Memprihatinkan, Sejarawan Nilai Pemerintah Pilih Kasih

Cagar Budaya Gudang Timur Kasteel Batavia Memprihatinkan, Sejarawan Nilai Pemerintah Pilih Kasih

Megapolitan
Gudang Timur Kasteel Batavia di Kota Tua, Cagar Budaya tapi Kondisinya Tak Terawat

Gudang Timur Kasteel Batavia di Kota Tua, Cagar Budaya tapi Kondisinya Tak Terawat

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Akibat Tabrak Separator Busway di Kebon Jeruk

Pengendara Motor Tewas Akibat Tabrak Separator Busway di Kebon Jeruk

Megapolitan
Ahmed Zaki Sebut Ridwan Kamil Masih Dipertimbangkan Maju di Jawa Barat

Ahmed Zaki Sebut Ridwan Kamil Masih Dipertimbangkan Maju di Jawa Barat

Megapolitan
Polisi Sebut Penipu Modus “Like-Subscribe” di Youtube Tak Gunakan Data Korban untuk Buka Rekening

Polisi Sebut Penipu Modus “Like-Subscribe” di Youtube Tak Gunakan Data Korban untuk Buka Rekening

Megapolitan
Kasus Penculikan Balita 4 Tahun di Johar Baru Selesai Secara Kekeluargaan

Kasus Penculikan Balita 4 Tahun di Johar Baru Selesai Secara Kekeluargaan

Megapolitan
Berpotensi Lawan Anies di Pilkada Jakarta, Sudirman Said: Bukan Hal Luar Biasa

Berpotensi Lawan Anies di Pilkada Jakarta, Sudirman Said: Bukan Hal Luar Biasa

Megapolitan
Singgung Kejatuhan VOC karena Korupsi, Sudirman Said: Sejarah Ternyata Berulang

Singgung Kejatuhan VOC karena Korupsi, Sudirman Said: Sejarah Ternyata Berulang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com