Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Sejumlah Kejanggalan dari Kepala BPK DKI dan TPU Pondok Kelapa

Kompas.com - 11/11/2015, 15:35 WIB
Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri memaparkan poin-poin kejanggalan yang disertakan sebagai bukti saat melaporkan dugaan pelanggaran kode etik Kepala BPK DKI, EDN, Rabu (11/11/2015).

EDN dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Kode Etik BPK RI karena diduga menggunakan jabatannya memanfaatkan tanah sengketa di TPU Pondok Kelapa, Jakarta Timur, untuk mengeruk keuntungan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI.

"Pertanyaannya, kenapa EDN berani mengambil risiko beli tanah 9.618 meter persegi, padahal tanah itu masih sengketa. Pemprov DKI juga sudah klaim tanah di sana aset mereka. Kenapa tanah itu baru dibeli, beberapa bulan kemudian dijual lagi ke Pemprov DKI?" kata Febri kepada pewarta, Rabu siang.

EDN membeli tanah yang berlokasi di tengah area TPU Pondok Kelapa pada tahun 2005. Tanah itu dibeli dari tiga orang pemilik bidang tanah yang merupakan warga di sana.

Sejak dia beli, EDN menawarkan tanahnya itu agar dibeli oleh Pemprov DKI. Penawaran dilakukan dengan bersurat sampai enam kali hingga tahun 2013, tetapi tidak direspons oleh Pemprov DKI.

Setelah tidak ditanggapi, EDN bersurat ke kepala BPK DKI saat itu agar mengusut sengketa tanah di sana. (Baca: Ahok Pertanyakan Kredibilitas Kepala BPK DKI)

Poin kejanggalan berikutnya, Febri mempertanyakan dasar alasan EDN yang dalam waktu singkat menawarkan tanah miliknya supaya bisa dibeli Pemprov DKI.

Poin ini mencakup isi surat penawaran yang dikirim enam kali oleh EDN.

"Kan dipertanyakan, apa tujuan EDN membeli tanah tersebut? Apakah untuk meraih keuntungan dengan memanfaatkan kedudukan sebagai pemeriksa BPK waktu itu?" tutur Febri.

Kejanggalan terakhir adalah soal dana EDN untuk membeli tanah di sana. Berdasarkan hitung-hitungan sederhana, jika NJOP tahun 2005 sebesar Rp 500.000 per meter persegi, EDN butuh Rp 4,9 miliar untuk membeli tanah tersebut. (Baca: ICW: Laporan terhadap Kepala BPK DKI Tak Ada Hubungan dengan Ahok)

"Apakah EDN memiliki dana sebesar itu dengan pendapatannya sebagai pemeriksa BPK RI? Nilai NJOP tahun 2011 Rp 1,5 per meter persegi, nilai tanahnya bisa jadi sekitar Rp 15,4 miliar. Apakah EDN melaporkan tanah ini sebagai aset tidak bergerak ke KPK? ujar Febri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Megapolitan
Anies Bakal 'Kembalikan Jakarta ke Relnya', Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Anies Bakal "Kembalikan Jakarta ke Relnya", Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Megapolitan
Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Megapolitan
Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Megapolitan
Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Megapolitan
SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

Megapolitan
Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Megapolitan
Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Megapolitan
Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Megapolitan
Kebakaran di Gedung Graha CIMB Niaga, Api Berasal dari Poliklinik di Lantai Basement

Kebakaran di Gedung Graha CIMB Niaga, Api Berasal dari Poliklinik di Lantai Basement

Megapolitan
Melihat Kondisi Hunian Sementara Warga Eks Kampung Bayam yang Disoroti Anies

Melihat Kondisi Hunian Sementara Warga Eks Kampung Bayam yang Disoroti Anies

Megapolitan
Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Besok

Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Besok

Megapolitan
Basement Gedung Graha CIMB Niaga di Jalan Sudirman Kebakaran

Basement Gedung Graha CIMB Niaga di Jalan Sudirman Kebakaran

Megapolitan
Akhir Hayat Lansia Sebatang Kara di Pejaten, Tewas Terbakar di Dalam Gubuk Reyot Tanpa Listrik dan Air...

Akhir Hayat Lansia Sebatang Kara di Pejaten, Tewas Terbakar di Dalam Gubuk Reyot Tanpa Listrik dan Air...

Megapolitan
Anies Kembali Ikut Pilkada Jakarta, Warga Kampung Bayam: Buatlah Kami Sejahtera Lagi

Anies Kembali Ikut Pilkada Jakarta, Warga Kampung Bayam: Buatlah Kami Sejahtera Lagi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com