Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KH Noer Ali, Belut Karawang yang Ditolak sebagai Pahlawan Era Soeharto

Kompas.com - 22/11/2015, 09:43 WIB
Jessi Carina

Penulis

BEKASI, KOMPAS.com — Menjadikan KH Noer Ali diakui sebagai pahlawan nasional bukanlah perkara mudah.

Diperlukan proses panjang sehingga nama pejuang Bekasi itu diakui sebagai pahlawan nasional. (Baca: Jalan Taman Suropati dan Kisah Budak VOC yang Jatuh Cinta pada Putri Tuannya)

Menurut sejarawan Ali Anwar, pengajuan KH Noer Ali sebagai pahlawan nasional sudah dimulai lebih dari 10 tahun lalu.

"Kebetulan, itu berdasarkan penelitian yang saya buat, diajukan ke tim penilaian pahlawan nasional. Jadi orang itu jadi pahlawan nasional enggak ujuk-ujuk," ujar Ali kepada Kompas.com, Minggu (16/11/2015).

Sejak tahun 1994, nama KH Noer Ali mulai diajukan untuk menjadi pahlawan nasional ke Pemerintah Bekasi.

Kemudian, pengajuan tersebut diteruskan kepada pemerintah provinsi hingga ke pemerintah pusat.

Pengajuan pada saat itu belum berhasil menjadikan KH Noer Ali sebagai pahlawan nasional. (Baca: "KS Tubun Itu Pahlawan, tetapi Saya Enggak Tahu Pahlawan Apa")

Oleh Soeharto, presiden saat itu, dia hanya diberikan penghargaan Bintang Nararya, sebuah tanda kehormatan tertinggi untuk menghargai pihak yang secara luar biasa menjaga keutuhan Indonesia.

"Itu levelnya satu tingkat di bawah pahlawan nasional," ujar Ali.

Tidak berhenti sampai di situ, KH Noer Ali kembali diajukan sebagai pahlawan nasional setiap tahun.

Hingga pada 2006, KH Noer Ali berhasil mendapatkan predikat sebagai pahlawan nasional.

"Sekaligus penghargaan Bintang Mahaputra Adipadana juga, jadi 2006 itu dia dapat dua sekaligus," kata Ali.

Perjuangan Noer Ali tanpa seragam TNI

Meskipun demikian, menurut Ali, banyak persyaratan yang harus dipenuhi agar Noer Ali bisa diakui negara sebagai pahlawan nasional. (Baca: "Yang Saya Tahu, Otista Itu Tempat Servis Motor")

Salah satunya, tokoh tersebut tidak boleh berkhianat pada negara. Mengenai hal itu, dia yakin Noer Ali sudah memenuhi syarat tersebut.

Ali pun menceritakan kisah kepahlawanan Noer Ali. Ketika itu, Bekasi, Karawang, hingga Cikampek dikuasai oleh Belanda.

Basis pertahanan negara di tiga wilayah itu sudah porak poranda dihancurkan Belanda. Tidak ada lagi kekuatan militer di kawasan Bekasi saat itu.

Kemudian, Noer Ali maju sebagai seorang putra daerah yang memperjuangkan kedaulatan daerah kelahirannya.

Noer Ali pun berangkat ke Yogyakarta untuk menemui Jenderal Sudirman. Tujuannya adalah meminta saran atas permasalahan di Bekasi dan Karawang.

Sepulang dari Yogyakarta, dia pun membuat basis perlawanan masyarakat tanpa mengenakan embel-embel dan seragam TNI. (Baca: "Memang Margonda Nama Orang?")

Kelompok perlawanan masyarakat itu dia namakan Hizbullah Sabilillah Jakarta Raya.

"Kenapa tidak pakai seragam TNI? Karena kalau ketahuan Belanda, pasti langsung dilibas. Jadi ini istilahnya kekuatan rakyatlah," ujar Ali.

Selama hidupnya, menurut dia, Noer Ali juga pernah menjadi koordinator Jatinegara, jabatan setingkat bupati pada waktu itu. Dulu, Jatinegara masih termasuk wilayah Bekasi.

"Dia juga bersama temannya membuat badan kerja sama antara ulama dan militer di tahun 1958. Setelah G30S, Noer Ali bikin Majelis Ulama Jawa Barat. Waktu itu belum ada MUI, jadi cikal bakal MUI itu ya di Jawa Barat oleh KH Noer Ali," tutur Ali.

Dikenal sebagai Singa Karawang

Adapun Noer Ali lahir dan wafat di Bekasi. Jejak nilai dan perjuangannya kini bisa dilihat di Pesantren Ataqwa.

Pesantren itu dibangun Noer Ali di dekat kediamannya dulu, di Ujung Malang yang kini bernama Ujung Harapan. (Baca: Peristiwa Lengkong, Gugurnya Mayor Daan Mogot)

Pesantren tersebut kini dikelola oleh anak Noer Ali yang bernama KH Amien Noer.

Sampai saat ini, Noer Ali dikenal dengan banyak julukan, di antaranya Singa Karawang Bekasi dan Belut Karawang Bekasi.

Dijuluki sebagai belut karena dia sangat "licin" dan tidak mudah ditangkap Belanda. Nama Noer Ali kini diabadikan sebagai nama jalan di Bekasi.

Sayangnya, Jalan KH Noer Ali lebih dikenal dengan sebutan Jalan Kalimalang. (Baca: Ingat Kalimalang? Ingat Pula K.H. Noer Ali, Pahlawan yang Terlambat Diabadikan Namanya.. )


Kompas Video


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com