Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejahatan Seksual Dominasi Catatan Kekerasan terhadap Anak

Kompas.com - 22/12/2015, 20:37 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kasus kekerasan yang terjadi pada anak di Indonesia mengalami peningkatan.

Pasalnya, pada tahun 2015, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat 2.898 pengaduan. Hampir 59,3 persennya didominasi kekerasan seksual. Sisanya, sebanyak 40,7 persen, terdiri atas kekerasan fisik, penelantaran, penganiayaan, perdagangan anak, hingga penculikan.

Sementara itu, dari jumlah di atas, kasus kekerasan pada anak terjadi di lingkungan terdekat, seperti di lingkungan keluarga dan sekolah, yakni sebanyak 62 persen. Sementara itu, sisanya, 38 persen, berada di ruang publik, seperti tempat bermain anak, pusat perbelanjaan, bahkan di ruang terbuka hijau.

"Pelaku kejahatan pada anak ini justru kebanyakan adalah orang terdekat, seperti ayahnya, tetangga, guru, dan bahkan kakaknya sendiri," ujar Sekretaris Jenderal Komnas PA Samsul Ridwan, di kantor Komnas PA, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Selasa (22/12/2015).

Samsul menilai tingginya kasus kekerasan seksual pada anak ini menunjukkan Indonesia berada dalam kondisi darurat kekerasan pada anak, terutama untuk kasus kejahatan seksual yang kerap terjadi akhir-akhir ini.

"Tahun ini, kami tekankan pada kasus kejahatan seksual seperti yang terjadi di Kalideres dan beberapa tempat lainnya," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait menilai, pemerintah dan aparat penegak hukum kurang perhatian terhadap segala bentuk kekerasan yang terjadi pada anak. Pasalnya, kekerasan terhadap anak, seperti kejahatan seksual, saat ini masih dianggap kejahatan biasa.

"Kami ingin penanganan hukumnya dimaksimalkan, dan kejahatan seksual ini masuk dalam extraordinary crime atau kejahatan luar biasa, seperti korupsi, narkoba, dan terorisme. Mengapa masuk kejahatan luar biasa? Dalam hal ini, korban tidak mampu membela diri," ungkapnya.

Terkait pro dan kontra hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual, Arist tidak habis pikir dengan banyaknya pihak yang menganggap hukuman tersebut melanggar hak asasi manusia.

Arist menjelaskan, hukuman kebiri bukan berarti dilakukan dengan merusak atau memotong kelamin pelaku, melainkan dengan memberikan suntikan kimia untuk mengendalikan dorongan seksualnya.

"Mereka ini apa enggak memikirkan korban? Katanya kalau kebiri melanggar HAM, ngapain mikirin pelaku. Perspektif kita adalah korban. Untuk itu, kita minta kepada Presiden agar segera menetapkan segala bentuk kekerasan terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa," tutupnya. (Junianto Hamonangan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Megapolitan
Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Megapolitan
Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Megapolitan
Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

Megapolitan
Diduga Joging Pakai 'Headset', Seorang Pria Tertabrak Kereta di Grogol

Diduga Joging Pakai "Headset", Seorang Pria Tertabrak Kereta di Grogol

Megapolitan
Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Megapolitan
Anies Bakal 'Kembalikan Jakarta ke Relnya', Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Anies Bakal "Kembalikan Jakarta ke Relnya", Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Megapolitan
Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Megapolitan
Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Megapolitan
Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Megapolitan
SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

Megapolitan
Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Megapolitan
Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Megapolitan
Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com