Kemudian Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Saefullah menyusun kebijakan itu dalam sebuah surat edaran (SE).
Di dalam SE tersebut, operasional bus jemputan bagi PNS DKI mulai diberhentikan pada 25 Januari 2016 dan disosialisasikan sampai benar-benar berhenti pada 1 Februari 2016.
PNS yang ingin pulang tepat waktu agar meminta pindah ke kelurahan atau pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) terdekat.
Transportasi aman
Bus jemputan akan dialihkan menjadi angkutan umum dan terus memutar hingga pukul 22.00. Bus tidak secara eksklusif menunggu di Balai Kota.
Surat edaran ini membuat banyak PNS panik dan kebingungan. Contohnya, Hasanah yang sehari-harinya menggunakan bus jemputan nomor 05 dengan rute Balai Kota-Tangerang.
"Ya gimana, saya sudah pakai bus itu dari lama kok. Paling habis ini naik Patas AC dari rumah lanjut Kopaja 502 ke Balai Kota, siap-siap saja kalau banyak copet," kata Hasanah.
Berbeda dengan Hasanah, Dewi masih berharap agar kebijakan itu batal terlaksana. Pasalnya, ia harus mengeluarkan banyak uang jika ingin menuju rumahnya di Depok.
Paling tidak, Dewi harus menghabiskan Rp 70.000 tiap harinya untuk transportasi menggunakan KRL ditambah dua kali naik ojek.
"Gimana dong ini? Jangan dihapus (operasional bus jemputan) dong bapak-bapak. Sumpah deh, tolong saya. Kita sebagai emak-emak cari angkutan yang aman saja, enggak ada pelecehan, penodongan, pemalakan. Apalagi rute Depok ini sepi, Pak," kata Dewi terus mengeluh.