JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat, Kamis (10/3/2016), terkait bursa pencalonan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, menyatakan, semua proses itu dinamis.
Djarot sekali lagi menegaskan, ia berasal dari partai.
Menanggapi ajakan Basuki Tjahaja Purnama untuk mencalonkan diri kembali dalam Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta, ia tetap akan memakai jalur dari partai.
"Saya sudah tegaskan, saya ini orang partai, politician. Apakah politician ini semuanya buruk? Saya sampaikan, saya ini seorang politician yang berusaha belajar menjadi seorang negarawan. Seorang negarawan itu pasti seorang politician, ya gak? Tetapi politician belum tentu menjadi negarawan. Itu akan ditunjukkan lewat kinerjanya," ujar Djarot.
Djarot memilih melihat perkembangan. "Semuanya serba dinamis. Partai seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) juga bisa menggandeng partai lain. Kita lihat," ujarnya.
Basuki menyatakan, pencalonan kembali dirinya sebagai gubernur dalam Pilkada DKI Jakarta bergantung pada warga Jakarta.
"Saya kira optimistis atau tidak bergantung pada warga DKI. Kalau perseorangan itu, total mengandalkan warga. Kalau warga DKI yang mau saya maju, pasti mereka akan datang ke posko-posko," kata Basuki.
Basuki menjelaskan, partai politik pasti memintanya menggerakkan mesin partai. Untuk itu dibutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit.
"Sudah saya tegaskan, Ahok tidak kaya, Ahok tidak punya duit," ujarnya.
Mohon tidak dicalonkan
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini disebut sebagai salah satu kandidat untuk dicalonkan PDI-P dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta Tahun 2017.
Namun, Risma sudah menemui Ketua Umum DPP PDI-P Megawati Soekarnoputri dan memohon tidak dicalonkan.
Meski demikian, sebagai kader PDI-P, Risma tetap harus mematuhi apa pun keputusan DPP PDI-P.
"Jika ada rekomendasi dari DPP PDI-P, itu artinya perintah bukan permintaan, harus dijalankan," kata Wakil Wali Kota Surabaya sekaligus Ketua DPC PDI-P Surabaya Whisnu Sakti Buana, kemarin, di Surabaya.
Whisnu mengatakan isu terkait pencalonan Risma untuk Pilgub DKI merupakan isu lama yang memanas lagi.
Apalagi ketika Basuki memutuskan maju melalui jalur perseorangan. Risma dinilai sebagai sosok yang bisa menandingi Basuki.
Namun, Whisnu mengatakan, persoalan Pilgub DKI merupakan persoalan yang masih jauh, baik dari segi waktu maupun jarak (dengan Surabaya).
Hingga saat ini, Risma dan Whisnu masih berkomitmen menjalankan tugas di Surabaya hingga akhir periode. Alasannya, banyak pekerjaan yang belum tuntas.
Risma, yang baru saja dilantik Februari lalu, memiliki pekerjaan besar, antara lain menata sistem transportasi Surabaya termasuk membangun jaringan transportasi massal trem dan membuat jalan lingkar.
Pengembangan sumber daya manusia warga Surabaya juga tetap menjadi prioritasnya. (DEN/HLN)
---
Artikel ini sebelumnya diterbitkan di Harian Kompas, edisi Jumat, 11 Maret 2016, dengan judul "Basuki, Djarot, Risma, Tetap Sesuai Prinsip"