JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua DPD PDI-P DKI Boy Sadikin mengaku kaget ketika Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mampu melakukan kalkulasi biaya nyagub lewat jalur parpol sebesar Rp 100 miliar sampai Rp 200 miliar.
Sebab, PDI -P sebagai salah satu partai pengusung Ahok di Jakarta merasa tidak pernah meminta uang penggerak partai seperti yang disampaikan Ahok.
Boy meyakini hal itu karena dia merupakan ketua tim sukses Jokowi-Ahok pada Pilkada DKI 2012.
"Saya juga kaget kok dia bisa sebut segitu karena saya yang dulu jadi ketua tim suksesnya. Enggak ada tuh yang begitu. Kami enggak pernah terima dari Ahok. Ahok harus membuktikan, saya kira," ujar Boy di kediamannya di Jalan Borobudur, Menteng, Jumat (11/3/2016).
Boy mengatakan, ketika itu, yang menjadi sekretaris tim sukses adalah Mohamad Sanusi, yang kini merupakan Ketua Komisi D DPRD DKI. Sementara itu, bendaharanya adalah Prasetio Edi Marsudi yang kini menjadi Ketua DPRD DKI.
Boy menekankan, partainya tidak mengenal istilah "mahar". Adapun biaya yang dikenakan untuk pihak Ahok adalah biaya saksi dan pelatihan. Namun, uang tersebut pun bukan keluar dari kantong pribadi Ahok, melainkan partai pengusung dan sumbangan sukarela.
Selain itu, besarnya juga tidak seperti yang disebut Ahok.
"PDI-P itu tidak mengenal "mahar". Kalau biaya saksi itu ada karena kewajiban, tetapi jumlahnya juga tidak sampai Rp 200 miliar," ujar Boy.
Ahok memang sudah berulang kali menyatakan tak dimintai uang saat diusung menjadi calon wakil gubernur pada 2012. Namun, pada Kamis (10/3/2016), ia mengaku tidak punya cukup uang untuk ikut Pilkada DKI 2017 melalui jalur partai politik.
Sebab, menurut dia, ikut pilkada melalui jalur parpol membutuhkan banyak uang untuk menggerakkan mesin partai.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.