JAKARTA, KOMPAS — Relokasi tahap kedua permukiman di bantaran Kali Ciliwung di Kelurahan Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, dipastikan akan dilanjutkan pada akhir Mei mendatang.
Rencana relokasi berlanjut meski sebagian warga masih menolak dan tetap menuntut ganti rugi.
Relokasi ini merupakan lanjutan dari program normalisasi Kali Ciliwung. Pada tahap kedua ini, relokasi akan dilakukan untuk 135 bidang.
Rinciannya, di RW 009 sebanyak 4 bidang, RW 010 sebanyak 107 bidang, dan RW 012 sebanyak 24 bidang.
Warga yang terdampak akan dipindahkan ke rumah susun sederhana sewa (rusunawa) Rawa Bebek, Cakung, Jakarta Timur.
Januari lalu, 97 bidang lahan di Bukit Duri sudah dibebaskan. Relokasi tahap kedua ini sempat tertunda karena menunggu ketersediaan unit rusunawa.
Wali Kota Jakarta Selatan Tri Kurniadi mengatakan, warga diberi waktu satu bulan untuk mendaftarkan diri guna memperoleh unit rusunawa.
Warga yang memiliki sertifikat tanah juga diminta segera mendaftar untuk pengajuan ganti rugi.
"Program ini tetap harus jalan, suka tidak suka, atau mau tidak mau," kata Tri dalam sosialisasi relokasi kepada perwakilan warga di kantor Kelurahan Bukit Duri, Selasa (15/3).
Ia menambahkan, ganti rugi hanya diberikan kepada warga yang dapat membuktikan kepemilikan lahan dengan sertifikat tanah.
Sertifikat ini nantinya juga akan diverifikasi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Secara keseluruhan, dibutuhkan 460 bidang di Bukit Duri untuk normalisasi Kali Ciliwung.
Relokasi tahap ketiga direncanakan pada September mendatang karena menunggu ketersediaan rusunawa.
Berdasarkan pendataan pemerintah sejauh ini, hampir seluruh bidang tersebut berstatus tanah negara bantaran kali yang tak seharusnya ditempati.
Menuntut diakui
Sejumlah warga mengajukan penolakan atas rencana ini. Mereka menuntut kepemilikan lahan mereka diakui kendati tak mempunyai sertifikat.
Warga juga resah karena harus menyewa unit rusunawa yang disediakan.
Ma'aruf (60), warga yang hadir, mengatakan, hampir semua warga tiga RW yang akan direlokasi dalam tahap kedua ini tak memiliki sertifikat.
Namun, sebagian dari mereka membeli lahan tersebut dengan akta jual beli atau mendapat warisan. "Keluarga kami sudah tinggal di sini sejak 60 tahun lalu," ujarnya.
Warga lain, Ikum Ratna Mutaruh (30), juga mendesak akta jual beli diakui sebagai kepemilikan lahan.
"Menurut undang- undang, lahan yang ada akta jual belinya seharusnya sudah dapat ganti rugi," lanjutnya.
Lurah Bukit Duri Mardi Youce menegaskan, akta jual beli tetap tidak bisa diakui apabila tidak dapat diverifikasi oleh BPN.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane T Iskandar, yang juga hadir dalam sosialisasi itu, menuturkan, relokasi Bukit Duri sudah molor sekitar tiga tahun.
Program normalisasi Ciliwung sepanjang 19 kilometer ini membutuhkan total 94.000 bidang lahan di Jakarta Timur dan Jakarta Selatan.
Normalisasi pada awalnya ditargetkan tuntas dalam tiga tahun. Namun, karena pembebasan lahan yang terus terkendala, penyelesaiannya pun molor.
(IRE)
----
Artikel ini sebelumnya dimuat dalam Harian Kompas, edisi Rabu 16 Maret 2016, dengan judul "Relokasi Bukit Duri pada Akhir Mei"