Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kenapa Penumpang yang Jadi Korban...?"

Kompas.com - 23/03/2016, 15:06 WIB

KOMPAS.com - Hari Selasa (22/3/2016), mimpi buruk seolah jadi nyata bagi sebagian warga Ibu Kota yang sehari-hari mengandalkan angkutan umum untuk mobilitas.

Unjuk rasa besar-besaran ribuan sopir taksi membuat layanan angkutan publik dari dan menuju pusat kota Jakarta lumpuh.

Warga yang sudah menumpang angkutan umum pun harus diturunkan di tengah jalan, seperti dialami Benny (50).

Selasa siang itu, taksi Blue Bird yang ia tumpangi tiba-tiba dicegat massa saat melaju di Tol Dalam Kota dekat Gedung DPR/MPR.

Pengunjuk rasa mengerubungi mobil, memaksa sopir dan tiga penumpang di dalamnya turun.

”Saya mau ke Bandara Halim Perdanakusuma, mau naik pesawat ke Palembang. Ibu saya meninggal!” seru Benny panik kepada massa yang menuntunnya ke pinggir jalan bebas hambatan itu.

Benny naik taksi dari Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, bersama saudara laki-laki dan sepupu perempuannya.

Ia membeli tiket di bandara dan mendapat penerbangan dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.

”Semula sopir taksi sudah bilang ke saya, ada demo. Dia menolak mengantar, tetapi saya paksa. Sekarang jadi begini,” kata Benny. Ia diarahkan polisi naik bus kota menuju Cawang.

Tak hanya taksi yang diberhentikan paksa. Dengan alasan solidaritas sesama angkutan umum, mikrolet pun dicegat dan penumpangnya dipaksa turun.

”Ini ada apa, kok kami dipaksa turun?” ujar Cici (55), penumpang mikrolet 16 jurusan Pasar Minggu-Kampung Melayu.

Mobil yang ia tumpangi itu tiba-tiba dicegat sekumpulan awak angkutan umum di dekat Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, Selasa siang.

Butuh beberapa waktu bagi Cici untuk memahami apa yang sedang terjadi. Dia pun bertanya, ”Terus saya bisa naik angkutan apa lagi ini?” Cici akan menuju Pasar Jatinegara.

Setelah upaya mencari angkutan lain sia-sia, ia akhirnya memutuskan berjalan kaki di tengah siang yang terik menuju pasar yang berjarak sekitar 1 kilometer itu.

Sejumlah calon penumpang juga terlihat telantar di Jalan Casablanca, Jakarta Selatan.

Mikrolet 44 jurusan Kampung Melayu-Tanah Abang, yang biasa diandalkan warga melintasi jalan utama itu, ikut mogok.

Wenda (28), bersama anaknya yang berusia lima tahun, harus menunggu 1 jam lebih sampai akhirnya diangkut.

Itu pun bukan dengan angkutan umum, tetapi mobil satuan polisi pamong praja yang sore hari dikerahkan untuk mengangkut penumpang telantar di Casablanca.

”Kenapa penumpang yang jadi korban?” ujarnya.

Bersiasat

Reni (25), karyawati di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, mengatakan, sejak pagi penumpang dibiarkan telantar.

Saat tiba di Stasiun Tebet dalam perjalanan menuju kantornya, Selasa pagi, calon penumpang hanya dilayani ojek pangkalan dan ojek berbasis aplikasi.

Reni memilih memakai ojek beraplikasi meski tak seperti biasa tukang ojek itu tak mengenakan jaket dan helm dengan logo aplikasi tempatnya bergabung.

Hendrajaya (40), pengemudi ojek aplikasi itu, mengaku, sejak pagi ia dan teman-temannya sesama pengemudi ojek berbasis aplikasi sudah berbagi informasi agar tak mengenakan atribut logo aplikasi.

Siasat itu dilakukan untuk menghindari amuk pengunjuk rasa.

Pengemudi mobil sewa berbasis aplikasi juga menerapkan siasat tertentu saat beroperasi, kemarin.

Pamuji, sopir mobil Uber, meminta penumpang duduk di samping sopir agar tak dikira penumpang.

”Taksi ini menggunakan mobil pribadi. Namun, mudah teridentifikasi jika penumpang duduk di belakang sopir, dan di kaca depan terpasang pemegang telepon seluler,” tuturnya.

Taksi Uber dan angkutan berbasis aplikasi dalam jaringan lainnya memang menjadi sasaran protes awak taksi konvensional dan angkutan umum lain, Selasa.

Derita akibat unjuk rasa besar-besaran ini juga dirasakan penumpang yang baru mendarat di Bandara Halim Perdanakusuma.

Agus (32), penumpang yang baru tiba dari Palembang pada pukul 13.05, sia-sia menanti taksi hingga 2 jam.

Tak ada kendaraan umum yang mau membawanya ke daerah Pejompongan, Jakarta Pusat, karena dekat dengan pusat demonstrasi.

”Saya tak tahu harus menunggu sampai kapan. Padahal, sudah ditunggu rekan bisnis di lokasi,” ujarnya, kemarin sore.

Tempat parkir taksi resmi di Bandara Halim Perdanakusuma yang sepi kemudian diisi mobil rental milik Pusat Koperasi TNI AU.

Ada delapan mobil jenis MPV berikut sopirnya berseragam putih dan berjajar di luar terminal kedatangan.

Penumpang yang terpaksa menggunakan mobil rental ini harus membayar lebih mahal daripada ongkos taksi konvensional.

Silvia (27), yang tiba dari Medan untuk menjenguk ibunya yang dirawat di RS Pusat Pertamina, Jakarta Selatan, memilih mobil sewa ini karena semua taksi yang beroperasi menolak membawanya.

Deal harga Rp 350.000. Kalau pakai argo taksi paling mahal hanya sekitar Rp 200.000,” ujar Silvia.

Kekacauan layanan angkutan umum ini berlanjut hingga petang hari saat pekerja di pusat Jakarta pulang kantor.

Devi (24), karyawati asal Cilandak, Jakarta Selatan, yang berkantor di Senayan, hampir satu jam menunggu bus kopaja yang biasa ditumpangi di Terminal Blok M.

Sampai akhirnya petugas terminal pada pukul 20.00 mengatakan tak ada kopaja yang masuk terminal.

Angga (25), sopir kopaja 19, mengatakan, bus yang ia kemudikan hanya melaju sampaiSenayan, tidak jalan terus hingga Blok M.

”Ini saja baru berani keluar. Koordinator kamibilang jangan sampai Blok M,” ujarnya.

http://kak.kaklik.com/editor/basket/add/1/1Angga mengatakan, dari siang hingga sore, ada enam unit kopaja yang dirusak dan pecah kacanya saat unjuk rasa berlangsung.

Oleh sebab itu, baru pukul 18.00 sebagian kopaja mulai keluar beroperasi lagi.

Teddy (37), karyawan kantor di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, juga terpaksa naik ojek untuk menuju Stasiun Palmerah guna menyambung naik kereta ke rumahnya di Serpong, Tangerang Selatan.

Teddy berharap unjuk rasa atau konflik antara pengemudi angkutan umum dan transportasi berbasis aplikasi tidak lagi terjadi karena dapat merugikan penumpang.

”Mau naik angkutan lain juga waswas, takut kena imbasnya,” ucapnya.

(MDN/DEA/C06/JAL/ILO/UTI)

 

---

Artikel ini sebelumnya dimuat dalam Harian Kompas, edisi Rabu, 23 Maret 2016, dengan judul "Kenapa Penumpang yang Jadi Korban...?"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Heru Budi Diminta Tegur Wali Kota hingga Lurah karena RTH Tubagus Angke jadi Tempat Prostitusi

Heru Budi Diminta Tegur Wali Kota hingga Lurah karena RTH Tubagus Angke jadi Tempat Prostitusi

Megapolitan
Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Megapolitan
BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

Megapolitan
Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Megapolitan
Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Mahasiswanya Tewas Dianiaya Senior, Ketua STIP: Tak Ada Perpeloncoan, Murni Antar Pribadi

Mahasiswanya Tewas Dianiaya Senior, Ketua STIP: Tak Ada Perpeloncoan, Murni Antar Pribadi

Megapolitan
Fakta-fakta Kasus Pembunuhan Mayat dalam Koper di Cikarang

Fakta-fakta Kasus Pembunuhan Mayat dalam Koper di Cikarang

Megapolitan
Bagaimana jika Rumah Potong Belum Bersertifikat Halal pada Oktober 2024? Ini Kata Mendag Zulhas

Bagaimana jika Rumah Potong Belum Bersertifikat Halal pada Oktober 2024? Ini Kata Mendag Zulhas

Megapolitan
Tewasnya Mahasiswa STIP di Tangan Senior, Korban Dipukul 5 Kali di Bagian Ulu Hati hingga Terkapar

Tewasnya Mahasiswa STIP di Tangan Senior, Korban Dipukul 5 Kali di Bagian Ulu Hati hingga Terkapar

Megapolitan
Fenomena Suhu Panas, Pemerintah Impor 3,6 Juta Ton Beras

Fenomena Suhu Panas, Pemerintah Impor 3,6 Juta Ton Beras

Megapolitan
Pengemudi HR-V yang Tabrak Bikun UI Patah Kaki dan Luka di Pipi

Pengemudi HR-V yang Tabrak Bikun UI Patah Kaki dan Luka di Pipi

Megapolitan
Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Megapolitan
Mendag Tegaskan Rumah Potong Ayam Harus Bersertifikat Halal Oktober 2024, Tidak Ada Tawar-tawar Lagi

Mendag Tegaskan Rumah Potong Ayam Harus Bersertifikat Halal Oktober 2024, Tidak Ada Tawar-tawar Lagi

Megapolitan
Mobil Mahasiswa Tabrak Bus Kuning UI, Saksi: Penumpangnya 3, Cowok Semua

Mobil Mahasiswa Tabrak Bus Kuning UI, Saksi: Penumpangnya 3, Cowok Semua

Megapolitan
Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper: Setubuhi dan Habisi Korban, lalu Curi Uang Kantor

Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper: Setubuhi dan Habisi Korban, lalu Curi Uang Kantor

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com