Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warna-warni Taksi Resmi dan "Gelap" di Ibu Kota Jakarta

Kompas.com - 24/03/2016, 08:34 WIB

Oleh: HARYO DAMARDONO

Mengapa taksi hadir di Jakarta? Ternyata akar persoalannya terletak pada kurangnya jumlah bus yang melayani penduduk Jakarta (halaman tiga Kompas edisi Selasa, 8 November 1966). Padahal, harus ada angkutan umum untuk melayani mobilitas 4,1 juta penduduk Jakarta.

Dan, kota ini tidak pernah dilayani oleh angkutan berbasis rel yang andal.

Ketika itu berapa jumlah bus yang terdaftar di Jakarta? Ternyata, hanya terdaftar 164 bus! Jumlah bus di Jawa Tengah bahkan lebih banyak daripada Jakarta, yakni mencapai 1.770 bus. Ketika peran kereta api lokal berkurang serta jumlah bus terbatas, penduduk Jakarta harus dilayani oleh opelet, bemo, dan taksi.

Jumlah taksi di Jakarta pada tahun 1966 bahkan sudah melebihi jumlah bus. Setidaknya, ada 4.000 taksi yang beredar di seluruh Jakarta. Itu pun belum termasuk taksi-taksi gelap yang tidak mematuhi undang-undang. Mereka tidak punya pelat nomor resmi, tidak dilengkapi keterangan kir, dan peralatan yang dibutuhkan taksi resmi.

Aparat keamanan bahkan sejak tahun 1968 telah rajin merazia taksi gelap. Dari Kompas, Sabtu, 12 Oktober 1968, kita mengetahui saat itu kepolisian telah menahan 140 taksi gelap. Seluruh taksi diseret ke Komdak VII/Djaya. Mobil-mobil taksi yang ditahan terdiri dari berbagai jenis mobil, di antaranya juga mobil-mobil mewah.

Setelah dirazia, taksi-taksi gelap pun tetap bermunculan. Taksi-taksi gelap tetap beroperasi di seantero kota Jakarta.

Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin sampai mengeluarkan ultimatum. Apabila hingga akhir Maret 1969 masih ada taksi yang belum mendaftarkan kendaraan ke Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Jalan Kramat Raya Nomor 21, mereka akan ditindak tegas.

Tidak hanya di Jakarta, Kompas juga melaporkan pada November 1968 ada 1.000 taksi gelap di Sumatera Utara. Di sisi lain, hanya ada 500 taksi resmi di provinsi itu. Kepala Polisi Komdak II AKBP Ahmad Amin pun bersikeras akan mengambil tindakan-tindakan tanpa pandang bulu kepada siapa pun pemiliknya.

Manifestasi sosial

Yang menarik, seorang pembaca Kompas bernama Mohamad Dja'is menulis sebuah artikel di Kompas edisi 20 Maret 1969, dengan judul, "Taxi Gelap Satu Manifestasi Sosial". Artikel ini sangat menarik terlebih lagi Dja'is mengaku sebagai pemilik taksi liar.

Dja'is menolak mentah-mentah timbulnya persepsi apabila taksi gelap merugikan kepentingan umum. "Benarkah pendapat ini? Bukankah taksi gelap justru secara langsung atau tidak langsung ikut membantu menyelenggarakan transportasi umum bagi kota," tulisnya.

Menurut Dja'is, taksi gelap yang terdaftar sebagai kendaraan pribadi bahkan menyetor pajak lebih tinggi daripada taksi biasa atau kendaraan umum lainnya. "Jadi, dari sudut perpajakan pun kami tidak merugikan negara atau pemerintah," tulisnya.

Apakah taksi gelap menipu penumpang? "Paling-paling yang terjadi adalah permintaan tarif yang terlalu tinggi oleh sopir tertentu. Ini pun adalah soal tawar-menawar dan tidak ada paksaan terhadap calon penumpang," dijelaskan oleh Dja'is.

Argumentasi berikutnya dari Dja'is, kiranya cukup membuat pembaca Kompas ketika itu merenung. Dja'is pun membeberkan latar belakang dari kemunculan taksi gelap.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rute Transjakarta 10B Cipinang Besar Selatan-Kalimalang

Rute Transjakarta 10B Cipinang Besar Selatan-Kalimalang

Megapolitan
Adik Kelas Korban Kecelakaan Bus di Subang Datangi SMK Lingga Kencana: Mereka Teman Main Kami Juga

Adik Kelas Korban Kecelakaan Bus di Subang Datangi SMK Lingga Kencana: Mereka Teman Main Kami Juga

Megapolitan
Orangtua Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang Mendatangi SMK Lingga Kencana

Orangtua Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang Mendatangi SMK Lingga Kencana

Megapolitan
Datangi Sekolah, Keluarga Korban Kecelakaan Maut di Ciater: Saya Masih Lemas...

Datangi Sekolah, Keluarga Korban Kecelakaan Maut di Ciater: Saya Masih Lemas...

Megapolitan
Soal Peluang Usung Anies di Pilkada, PDI-P: Calon dari PKS Sebenarnya Lebih Menjual

Soal Peluang Usung Anies di Pilkada, PDI-P: Calon dari PKS Sebenarnya Lebih Menjual

Megapolitan
Polisi Depok Jemput Warganya yang Jadi Korban Kecelakaan Bus di Ciater

Polisi Depok Jemput Warganya yang Jadi Korban Kecelakaan Bus di Ciater

Megapolitan
Warga Sebut Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Dalam Sarung Terdengar Pukul 05.00 WIB

Warga Sebut Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Dalam Sarung Terdengar Pukul 05.00 WIB

Megapolitan
Pria Dalam Sarung di Pamulang Diduga Belum Lama Tewas Saat Ditemukan

Pria Dalam Sarung di Pamulang Diduga Belum Lama Tewas Saat Ditemukan

Megapolitan
Penampakan Lokasi Penemuan Mayat Pria dalam Sarung di Pamulang Tangsel

Penampakan Lokasi Penemuan Mayat Pria dalam Sarung di Pamulang Tangsel

Megapolitan
Warga Sebut Ada Benda Serupa Jimat pada Mayat Dalam Sarung di Pamulang

Warga Sebut Ada Benda Serupa Jimat pada Mayat Dalam Sarung di Pamulang

Megapolitan
Soal Duet Anies-Ahok di Pilkada DKI, PDI-P: Karakter Keduanya Kuat, Siapa yang Mau Jadi Wakil Gubernur?

Soal Duet Anies-Ahok di Pilkada DKI, PDI-P: Karakter Keduanya Kuat, Siapa yang Mau Jadi Wakil Gubernur?

Megapolitan
Warga Dengar Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Pria Dalam Sarung di Pamulang

Warga Dengar Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Pria Dalam Sarung di Pamulang

Megapolitan
Bungkamnya Epy Kusnandar Setelah Ditangkap Polisi karena Narkoba

Bungkamnya Epy Kusnandar Setelah Ditangkap Polisi karena Narkoba

Megapolitan
Polisi Cari Tahu Alasan Epy Kusnandar Konsumsi Narkoba

Polisi Cari Tahu Alasan Epy Kusnandar Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Epy Kusnandar Terlihat Linglung Usai Tes Kesehatan, Polisi: Sudah dalam Kondisi Sehat

Epy Kusnandar Terlihat Linglung Usai Tes Kesehatan, Polisi: Sudah dalam Kondisi Sehat

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com