JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menilai, proyek reklamasi Pantai Utara Jakarta tidak mendesak untuk direalisasikan.
Hal ini berbeda dengan kondisi di Singapura. Menurut Djarot, Singapura memerlukan reklamasi karena keterbatasan lahan.
"Secara umum, kalau lihat pembangunan DKI Jakarta, yang harus ditekankan itu persoalan lingkungannya. Buat saya, reklamasi itu adalah opsi terakhir, tidak sama Jakarta dengan Singapura. Di sana keterbatasan lahan, menggunakan (reklamasi) untuk kepentingan tertentu," kata Djarot saat berkunjung ke Kantor Tribun, Selasa (5/4/2016).
Djarot mengatakan, salah satu persoalan di Jakarta yang harus segera diselesaikan adalah jumlah penduduk yang terus bertambah.
Di balik kepadatan penduduk itu, ada aspek pembangunan yang tidak kalah penting. (Baca: Nelayan Muara Angke Minta Presiden Batalkan Proyek Reklamasi).
"Kalau dari pembangunan kota, bukan hanya penampilan fisiknya, tetapi kota punya jiwa, punya karakternya, seperti apa. Jakarta mau dibikin karakter seperti apa? Apakah mau diisi dengan pengembang apartemen mewah? Atau membangun kampung besar dan menata kampung-kampung," tutur Djarot.
Adapun proyek reklamasi yang sedang berjalan ini melibatkan sejumlah anak usaha dari para pengembang besar, seperti PT Agung Podomoro Land dan PT Agung Sedayu Group.
Dari sejumlah pengembang itu, ada yang sudah memasarkan bangunan di sana untuk dijual.
Padahal, izin membangun belum didapat karena rancangan peraturan daerah tentang zonasi dan tata kawasan belum rampung dibahas.
"Yang kita pertanyakan, bukan apa-apa, (reklamasi) ini untuk siapa sih sebetulnya? Apakah sudah menjadi sebuah kebutuhan mendesak, atau hanya untuk meningkatkan kebutuhan ekonomi belaka?" ujar dia.
Adapun isu reklamasi Pantai Utara Jakarta kembali menghangat setelah Ketua Komisi D DPRD DKI Mohamad Sanusi ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka.
(Baca: Ahok Sebut Distopnya Pembahasan Raperda Reklamasi Untungkan Pengembang).
Sanusi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menerima suap dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja, melalui Personal Assistant PT Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro, yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis (31/3/2016), KPK menemukan barang bukti uang senilai Rp1,14 miliar dari total Rp 2 miliar yang sudah diberikan Ariesman meski belum diketahui total commitment fee yang diterima Sanusi.
Pemberian suap diduga terkait pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.