"Maket itu sebagai tes pasar untuk menarik minat pelanggan kami. Sejauh ini hasilnya positif," kata Justini.
Maket pulau yang sama, ataupun pulau lainnya, sering kali ditemui di sejumlah medium iklan.
Seperti di billboard di pinggir jalan, televisi, bahkan di layar monitor kecil di pesawat. Maket pulau dan iklan ini beberapa waktu lalu diprotes banyak pihak.
Sebab, pulau reklamasi yang ada saja belum terbangun dan masih menjadi kontroversi. Dengan demikian, belum layak untuk disebarluaskan.
Pro dan kontra
Reklamasi Teluk Jakarta memang penuh kontroversi. Sepanjang sejarahnya, perseteruan selalu ada.
Namun, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama memastikan akan melanjutkan reklamasi.
"Kita bisa berdebat soal teknik reklamasi, tetapi sebagai gubernur, saya akan melanjutkannya. Namun, saya harus memastikan reklamasi bermanfaat bagi warga Jakarta," tutur Basuki di Balai Kota Jakarta, Senin (4/4) pagi.
Perseteruan soal reklamasi seumur dengan ide reklamasi itu sendiri dan menjadi "beban turunan" bagi kepala daerah yang tengah menjabat.
Khusus di Teluk Jakarta, ceritanya berlangsung sejak 1979 ketika PT Harapan Indah dari Grup Dharmala Intiland mereklamasi pantai untuk perumahan.
Proyek ini dinilai berhasil dan memunculkan gagasan memperluas proyek hingga 1.500 meter ke arah laut berkedalaman 4,5-5 meter.
Tahun 1981, proyek reklamasi itu berlanjut ke Ancol, Jakarta Utara. Lalu, pada 1992 di hutan bakau Kapuk oleh PT Mandara Permai.
Pada 1994 muncul rencana reklamasi seluas 2.000-2.500 hektar yang akhirnya berbuah Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 dan Peraturan Daerah DKI Jakarta No 8/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Sejak itu pro-kontra reklamasi pasang dan surut. Rencana reklamasi di Kapuk oleh PT Kapuk Naga Indah (KNI), misalnya, telah dimulai sejak tahun 1991.
Namun, adu kuat kepentingan membuatnya maju mundur, terutama terkait keberadaan 1.160 hektar sawah irigasi teknis.