Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buka-bukaan Djarot soal Pilkada DKI Jakarta 2017

Kompas.com - 18/04/2016, 09:08 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Bidang Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan Djarot Saiful Hidayat buka-bukaan terkait mekanisme pencalonan gubernur DKI oleh partainya.

Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta ini mengatakan, pendaftaran penjaringan oleh DPD PDI-P DKI Jakarta merupakan tahap awal seleksi calon gubernur.

"Setelah itu disaring mana calon yang layak diundang atau tidak, makanya mereka yang tidak diundang jangan kecewa. Calon (gubernur) mana yang layak dan punya potensi diundang, di situlah diadakan fit and proper test," kata Djarot kepada wartawan, di sebuah rumah makan di kawasan Kramat Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

Tak hanya nama-nama dari penjaringan yang akan diseleksi. Namun juga ada kader internal yang ditunjuk oleh DPP PDI-P. Para kader internal itu mendapat privilege tidak perlu mengikuti seleksi administrasi.

Djarot pun menyebut beberapa kader internal yang disebut namanya untuk diusung sebagai calon gubernur pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017. Misalnya dirinya sendiri dengan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini atau Risma.

"Dulu Pak Jokowi (saat diusung cagub DKI oleh PDI-P), langsung ditunjuk, enggak pakai daftar. DPD PDI-P DKI buat pendaftaran, kami jaring dan kami saring namanya, tapi tetap jalan fit and proper test," kata mantan Wali Kota Blitar itu.

Ia menjelaskan, PDI-P juga mengadakan survei internal. Biasanya nama yang unggul dalam survei itu akan didorong untuk diusung sebagai cagub PDI-P.

Meskipun PDI-P merupakan satu-satunya partai yang bisa mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur sendiri, mereka tidak menutup komunikasi dengan partai politik lainnya.

PDI-P memiliki sebanyak 28 kursi di DPRD DKI Jakarta. Jumlah ini melewati batas minimal 20 persen dari jumlah anggota DPRD DKI Jakarta.

Faktor-faktor itulah yang kemudian dibicarakan dan diputuskan dalam rapat DPP PDI-P.

"Tetapi di Jakarta, bagaimana pun juga Ketum PDI-P (Megawati Soekarnoputri) juga punya hak prerogatif yang bisa mengusulkan (cagub), hal ini juga disampaikan dalam rapat DPP PDI-P. Baru setelah itu ditentukan siapa pasangan cagub dan cawagub. Kapan itu? Tunggu momentum yang baik," kata Djarot.

Kriteria cagub yang Diusung PDI-P

Djarot menjelaskan kriteria cagub dan cawagub yang diusung oleh partai berlambang banteng moncong putih itu yakni memiliki kesamaan ideologi. Calon yang diusung harus menerapkan nilai Pancasila dalam menerapkan kebijakan.

Kemudian calon itu harus mampu menterjemahkan Pancasila itu ke dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai pejabat publik maupun warga biasa.

 

"Kedua, dari track record-nya seperti apa, kami amati terus. Termasuk juga ada enggak dia punya kasus hukum, itu harus clear," kata Djarot.

Kemudian barulah PDI-P menilai popularitas dan elektabilitas calon yang akan diusung. Sudah ada beberapa tokoh yang mendaftar penjaringan cagub oleh DPD PDI-P DKI Jakarta seperti Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra, pengusaha Sandiaga Uno, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana alias Lulung, kader Partai Demokrat Hasnaeni Mischa Moein, dan Staf Ahli Kapolri bidang sosial budaya Irjen Benny Mokalu.

PDI-P tak minta mahar

Andri Donnal Putera Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat saat berkunjung ke kantor Tribun, Jakarta, Selasa (5/4/2016).
Djarot menegaskan PDI-P tidak memungut mahar kepada para calon gubernur dan wakil gubernur yang diusung.

Ia mengatakan, PDI-P selalu menerapkan sistem gotong royong. Ia pun menceritakan pengalamannya mengikuti Pilkada di Blitar dan diusung oleh PDI-P.

Pada pilkada pertama, Wali Kota masih dipilih oleh DPRD. Sehingga ia hanya berkewajiban membayar materai sebesar Rp 36.000.

Setelah terpilih, dia mentraktir teman-teman sesama anggota PDI-P yang telah mendukungnya. Djarot menghabiskan biaya sekitar Rp 3,5-4 juta untuk mentraktir teman-temannya itu.

"Habis saya menang, kita makan-makan. Ada anggota fraksi PDI-P yang suka mancing dan minta sangu (bekal), ya saya kasih Rp 300.000, itu sudah banyak," kata Djarot.

Kemudian pilkada kedua di Blitar, ia menghabiskan biaya tak lebih dari Rp 70 juta. Biaya paling murah saat ia menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta. Ia tidak mengeluarkan biaya sama sekali, hanya membawa badannya dari Blitar ke Ibu Kota.

"Makanya saya ngamuk dibilang partai minta mahar sampai Rp 100 miliar. Astaghfirullah, saya ini bukan pengamat tapi saya pelaku, mahar itu enggak ada," kata Djarot.

"Tanya sama Pak Jokowi dulu keluar uang berapa (saat Pilkada DKI 2012)? Kalau Pak Ahok (pasangan Jokowi, yang kini menjadi Gubernur DKI Jakarta), saya enggak tahu. Justru biaya yang dikeluarkan teman-teman (partai) lebih banyak," kata Djarot.

Tak mau diadu dengan Ahok

Meski sudah diusung oleh grassroot PDI-P sebagai cagub, Djarot mengaku tidak ingin memikirkan masalah Pilkada DKI Jakarta 2017. Kini, Djarot memilih fokus mendampingi Ahok memimpin Jakarta hingga tahun 2017. Hal ini juga telah diamanatkan PDI-P kepadanya.

"Makanya kau dan teman-teman jangan mengadu-ngadu saya dengan Ahok. Kami akan kawal betul pemerintahan ini," kata Djarot.

Ia pun tak mau berandai-andai jika ia benar-benar maju bertarung pada Pilkada DKI Jakarta 2017 berhadapan dengan Ahok. Termasuk saat wartawan bertanya perihal transparansi anggaran yang sebelumnya telah diterapkan Ahok.

"Ya biar saja. Lah aku kan belum maju (Pilkada DKI Jakarta 2017), jangan berandai-andai, kita lihat saja," kata Djarot.

Kompas TV Ahok dan Djarot Tidak Sejalan soal Reklamasi?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com