JAKARTA, KOMPAS.com - Fenomena atribut "Turn Back Crime" sedang ramai digandrungi masyarakat Indonesia. Masyarakat berbondong-bondong memakai atribut tersebut.
Bak gayung bersambut, fenomena tersebut dimanfaatkan oleh para pedagang untuk meraup rezeki dari penjualan atribut itu. Mulai dari toko konvensional hingga toko online pun mulai marak menjual baju, topi, jaket gelang, jam dinding hingga mug bertuliskan moto dari Interpol tersebut.
Layaknya kacang goreng, atribut itu sangat laku dipasaran. Dampaknya, banyak masyarakat yang menggunakan baju tersebut dan berlaga seperti polisi.
Tren masyarakat Indonesia menggunakan atribut "Turn Back Crime" tak lepas dari peranan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Krishna Murti.
Kala itu, Krishna bersama anak buahnya menggunakan seragam tersebut saat baku tembak dengan teroris di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (14/1/2016).
"Karena polisi satu-satunya institusi yang setiap hari masuk media televisi. Kalau pengungkapan bagus, penampilan tidak bagus, akan percuma. Jadi, keduanya harus bagus," kata Krisna seperti dikutip dari antaranews.com, Minggu (24/1/2016).
Krisna mempopulerkan branding "Turn Back Crime", misalnya lewat kaus biru tua yang biasa dipakai para anak buah. Tujuannya ialah agar masyarakat mudah mengingat keberadaan anggota Polri ketika terjadi tindak pidana.
Ia mencontohkan brand "Turn Back Crime" yang digunakan untuk baju anak buahnya saat ini berpengaruh dalam kinerja pengungkapan. Prinsipnya, Krishna membuat masyarakat percaya terlebih dulu kepada polisi.
"Kalau saya trust building dulu. Orang bangga dengan polisi, baru di dalam (polisi) jadi pride dan enggak mau aneh-aneh. Karena dia mau menjaga public image," kata Krishna.
Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti mengapresiasi sosialisasi "Turn Back Crime" yang saat ini banyak digunakan sebagai atribut oleh masyarakat umum. Badrodin mengatakan, "Turn Back Crime" sebenarnya bukan merupakan atribut maupun seragam khusus, namun moto dari Interpol.
"Diharapkan sebetulnya bukan 'Turn Back Crime' sebagai seragam, tapi sebagai moto bahwa kejahatan harus dicegah dan diberantas," kata Badrodin, di Hotel Borrobudur, Jakarta Pusat, Selasa (24/5/2016).
Menurut Badrodin, maraknya penggunaan atribut tersebut justru memberikan dampak positif.
"Saya tidak melihat dampak negatifnya. Saya melihat dampak positif. Kenapa? Setiap orang pakai kaus TBC (turn back crime) mengingatkan bahwa kejahatan itu harus dicegah dan ditanggulangi," ujar Badrodin.
Namun, Badrodin menegaskan bahwa atribut "Turn Back Crime" bukanlah seragam dinas resmi Kepolisian Republik Indonesia. Menurut Badrodin, "Turn Back Crime" merupakan moto dari Interpol untuk memberantas kejahatan. Maka dari itu, Badrodin menilai siapapun boleh mengenakan atribut tersebut.
"Begini, saya sampaikan ya, TBC (turn back crime) itu bukan uniform polisi, bukan juga uniform-nya Interpol, TBC itu moto daripada interpol. Jadi boleh siapa saja pakai itu (TBC) boleh, enggak ada larangan," ucapnya.
Badrodin melanjutkan, masyarakat juga berhak mengenakan atribut "Turn Back Crime" misalnya seperti baju meski terdapat tulisan 'Polisi' di dalamnya.
"Iya boleh. mau 'Police' ataupun 'Polisi' boleh. Apakah dengan tulisan polisi dia pasti polisi? Bukan itu, bukan uniform polisi," kata dia.
Badrodin menjelaskan bahwa untuk membedakan polisi asli dengan polisi gadungan adalah dengan cara melihat surat tugasnya. Ia menuturkan, setiap polisi yang melakukan penindakan pasti memiliki surat tugas.
Ia juga mengimbau kepada masyarakat agar tak ada yang memanfaatkan atribut-atribut bertuliskan moto tersebut untuk berbuat kejahatan.
"Jadi kalau orang itu melakukan kejahatan mau pakai baju polisi pakai kaos bertuliskan 'Turn Back Crime' tangkap saja. Enggak ada urusannya," ujar dia.
Bagaikan dua sisi mata uang, ada dampak positif pasti juga ada dampak negatif dari trend tersebut. Buktinya, ada saja segelintir orang yang menggunakan atribut tersebut untuk berbuat kejahatan.
Berlaga seperti Polisi sungguhan, segelintir orang memanfaatkan atribut tersebut yang dijual bebas di pasaran untuk melancarkan aksi kejahatannya.
Masyarakat pun sudah terpatri dalam benaknya bahwa seseorang yang menggunakan baju berwarna biru dongker dengan tulisan "Turn Back Crime" bertuliskan "Polisi" di punggungnya merupakan polisi sungguhan. Akhirnya, mereka pun tertipu oleh segelintir orang tersebut.
Salah satu contoh kejahatan kriminal yang dilakukan oleh seseorang dengan atribut Turn Back Crime terjadi pada Kamis (19/5/2016) malam lalu. Seorang pria berkaus "Turn Back Crime" diamankan Tim Gabungan Subdit Jatanras dan Resmob Dit Reskrimum Polda Metro Jaya.
Pria tersebut diciduk polisi lantaran merusak mobil Metromini 640 jurusan Pasar Minggu-Tanah Abang. Saat melakukan aksi itu, pelaku memakai kaus berkerah bertuliskan "Turn Back Crime" dengan bagian belakang bertuliskan "Polisi".
Kasus lain adalah seorang pria yang berlagak sebagai anggota polisi, Anton Chandra (27) memperdayai dan menipu 13 wanita di sekitaran Apartemen Kalibata City, Pancoran, Jakarta Selatan.
Bermodalkan polo shirt bertuliskan "Turn Back Crime", pria yang tinggal di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan, itu memperdayai PSK yang kerap mangkal di Apartemen Kalibata City.
Ia mengaku berpangkat perwira menengah di Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya. Anton selalu berpetualang di kawasan Kalibata City. Setelah berkenalan, para wanita yang sebagian juga sudah disetubuhinya ditipu dan diambil harta bendanya.