JAKARTA, KOMPAS.com - Warga Lenteng Agung dan sekitarnya kini harus membayar Rp 2.000 setiap ingin menyeberangi rel kereta.
Hal ini merupakan dampak dari dipagarnya rel kereta sepanjang Manggarai hingga Bogor.
Dipagarinya rel kereta tersebut membuat warga kini harus masuk terlebih dahulu ke dalam stasiun kereta, walaupun hanya untuk sekadar menyeberang.
Untuk dapat memasuki stasiun, mereka harus mengeluarkan uang minimal Rp 2.000.
Pengenaan biaya minimum ini dilakukan karena penghapusan fasilitas free out. Fasilitas free out adalah pembebasan biaya bagi penumpang yang masuk dan keluar di stasiun yang sama dalam durasi tidak lebih dari satu jam.
Semasa fasilitas ini masih diberlakukan, warga yang hendak menyeberangi rel kereta, tidak dikenakan biaya Rp 2.000, walaupun mereka masuk ke dalam stasiun.
(Baca juga: Penumpang KRL Sering Manfaatkan Fasilitas "Free Out" untuk Hal Ini )
Namun, PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) selaku operator layanan kereta rel listrik (KRL) commuter line memutuskan untuk menghapus fasilitas free out setelah menilai fasilitas tersebut sering disalahgunakan penumpang untuk naik commuter line gratis.
"Sekarang penumpang yang seperti ini tidak banyak, tidak sampai satu persen. Tapi trennya meningkat. Karena itu, sebelum jumlahnya banyak, kita harus stop," kata Direktur Utama PT KCJ Muhamad Nurul Fadhila pada November 2015.
Perlu JPO
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menilai, kasus yang terjadi di Lenteng Agung merupakan akibat tak teraturnya pertumbuhan permukiman, terutama yang ada di dekat rel kereta.
"Jadi, banyak tanah KAI dekat stasiun kereta api karena pertumbuhan rumah yang tidak teratur dulu itu, jadi mereka kebiasaan lewat situ menyeberang. Padahal, itu bukan untuk menyeberang. Karena pertumbuhan rumah, orang jadi ngambil jalan pendek," ujar Basuki di Balai Kota, Kamis (26/5/2016).
Kendati demikian, pria yang dikenal dengan nama Ahok ini mengaku tidak bisa ikut campur dengan aturan pengenaan biaya minimum Rp 2.000 yang diterapkan oleh KCJ.
Menurut Ahok, solusi yang diberikan untuk menyelesaikan masalah itu adalah pembangunan jembatan penyeberangan orang (JPO).
"Berarti mesti tambah JPO ya. Nanti kita cek saja," kata dia.
Kepala Bidang Management Rekaya Lalu Lintas Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta Priyanto mengatakan, ada 3 JPO lintas rel yang sudah diprogramkan untuk dibangun.
Adapun dua di antaranya akan dibangun di Stasiun Tanjung Barat dan Lenteng Agung. Sementara itu, satu jembatan lainnya akan dibangun di Stasiun Buaran, Jakarta Timur.
Namun, kata dia, program tersebut masih menunggu izin dari Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan.
"Kami perlu programkan untuk melakukan penyambungan dan sudah kami suratin Ditjen Perkeretaapian," kata Priyanto mengutip dari Warta Kota.
(Baca juga: Gara-gara Penumpang Gratisan, PT KCJ Hapus Fasilitas "Free Out")
Menurut Prijanto, sampai saat ini belum ada tanggapan dari Ditjen Perekeretaapian Kementerian Perhubungan terkait rencana pembangunan jembatan tersebut.
"Belum ada balasan surat dari Ditjen Perekeretaapian. Karena memang izin berada di sana," ucap Priyanto.
Sementara itu, Kepala Humas Daops I PT KAI Bambang S Prayitno membenarkan sudah ada pembicaraan antara Ditjen Perekeretaapian Kementerian Perhubungan RI dan Pemprov DKI untuk menyambungkan tiga JPO itu.
Kendati demikian, menurut dia, keputusan mengenai rencana pembangunan jembatan ini masih menunggu proses.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.