JAKARTA, KOMPAS — Gugatan warga terkait kebijakan proyek reklamasi di Teluk Jakarta bukan aksi sesaat.
Gugatan bergulir sejak awal tahun 2000 dan telah melewati berbagai tahap proses hukum.
Warga menggugat karena ingin dilibatkan dalam pembangunan kotanya, tempat hidup mereka.
Gugatan terkait pulau-pulau reklamasi merupakan rangkaian perjuangan warga, lembaga swadaya, dan pemerintah.
"Penolakan reklamasi Teluk Jakarta berlangsung sejak awal 2000-an," kata Muhammad Isnur dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta yang menjadi kuasa hukum penggugat Pulau G, Kamis (2/6).
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup (LH) mengeluarkan Keputusan Menteri LH Nomor 14 Tahun 2003 tentang Ketidaklayakan Rencana kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara Jakarta.
Namun, sejumlah pengembang menggugat aturan dari KLH itu dan menang di pengadilan sehingga proyek reklamasi kembali berjalan
Menurut Isnur, gugatan warga jangan dimaknai ada pretensi terhadap gubernur sekarang ini.
Akan tetapi, gugatan dilakukan karena data baru didapatkan belakangan yang sebelumnya tidak diketahui masyarakat. "Ke mana pemerintah terkait pengawasan selama ini," ujarnya.
Kini, izin pelaksanaan reklamasi Pulau F, I, dan K terancam bernasib sama seperti Pulau G yang dibatalkan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Pada sidang, Selasa (31/5/2016), majelis hakim PTUN membatalkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra.
Izin dianggap tidak mencantumkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, tidak ada rencana zonasi, dan tidak melibatkan peran aktif nelayan.
Selain Pulau G, Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta juga menggugat izin reklamasi Pulau F untuk PT Jakarta Propertindo, Pulau I untuk PT Jaladri Kartika Pakci dan PT Pembangunan Jaya Ancol (PJA), dan Pulau K untuk PT PJA ke PTUN.
Materi gugatan dilayangkan Januari 2016 dan kini masih berproses di PTUN.
Kepala Biro Hukum Pemprov DKI Yayan Yuhanah menyatakan, secara prinsip, dasar penerbitan izin pelaksanaan Pulau F, I, dan K sama dengan Pulau G.