JAKARTA, KOMPAS.com - Akhir-akhir ini Teman Ahok merasa risau setelah Undang-undang Pilkada yang baru disahkan. Mereka khawatir aturan-aturan yang dibuat di dalamnya semata-mata untuk menjatuhkan calon perseorangan dari pilkada.
Maklum, mereka sendiri sedang mempersiapkan data Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Heru Budihartono. Oleh karena itu, apa pun aturan di UU Pilkada yang berkaitan dengan calon independen, pasti memengaruhi aktivitas mereka.
Ada beberapa pasal dalam UU tersebut yang dinilai memberatkan Teman Ahok.
Salah satunya terkait potensi hilangnya dukungan pemilih pemula, berdasarkan pasal 48 ayat (a) dan (b).
Pasal tentang verifikasi administrasi itu menyebut KTP yang diperhitungkan hanyalah KTP yang terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu terakhir dan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan dari Kemendagri (DP4).
(Baca: Pemilih Pemula Terancam Gagal Dukung Ahok)
Pendiri Teman Ahok, Amalia Ayuningtyas menyayangkan persyaratan tersebut. Pasalnya, banyak data KTP yang telah mereka kumpulkan berasal dari pemilih pemula.
"Kan banyak dari pendukung kami tuh yang anak-anak muda, baru pertama memilih dan menginginkan Jakarta yang lebih baik. Kalau acuannya Pilpres kemarin kan berarti banyak yang gugur, bahkan orang yang baru pindah enggak bisa milih," kata Amalia di Sekretariat Teman Ahok, Pejaten, Jakarta Selatan, Kamis (9/6/2016).
Dalam laman www.temanahok.com, mereka secara gamblang menyatakan hal ini adalah pembegalan hak pemilih pemula.
Mereka sekaligus membuat ilustrasi di mana ada sekelompok anak muda yang kakinya dirantai beban bertuliskan UU Pilkada. Rantai tersebut menghalangi mereka untuk maju ke depan.
(Baca: KPUD: Dukungan Pemilih Pemula untuk Ahok Tak Gugur karena Revisi UU Pilkada)
Di depan anak-anak tersebut terdapat sebuah papan hijau bertuliskan "Peraturan baru independen hanya untuk usia 20 tahun ke atas". Tidak jauh dari papan, terdapat seorang pria berjas, dasi, serta topi. Mirip wakil rakyat di DPR RI sana.
Di belakang pria tersebut, orang-orang yang lebih tua berlalu sambil memandang cemas ke kelompok muda. Pengumuman pembegalan hak pemilih pemula dan ilustrasi itu juga disampaikan Teman Ahok lewat akun instagram mereka.
Netizen langsung panas dan marah. Ini terungkap di kolom komentarnya. Sesaat, teringat sikap reaktif Teman Ahok yang ingin menyerbu Kedutaan Besar Singapura untuk Indonesia di Jakarta ketika dua pendirinya, Amalia dan Richard, tertahan di negara itu.
(Baca: "Teman Ahok", Jangan Kalah Sebelum Bertanding gara-gara UU Pilkada)
Terkait masalah ini, Amalia berencana akan menemui Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyiapkan judicial review terhadap hasil revisi Undang-undang tersebut.
Ia pun telah bertemu dengan Gerakan Nasional Calon Independen yang digagas Fadjroel Rachman yang nanti akan membantunya.
"Kalau di kami sudah akan mengagendakan bertemu dengan KPU minggu depan. Kami juga ada beberapa teman-teman kelompok independen yang lain yang merasa keberatan," ujar Amalia.
Selain soal potensi gugurnya pemilih pemula, Amalia juga merasa syarat verifikasi faktual terlalu memberatkan. Masih di pasal 48, verifikasi faktual dengan metode sensus mewajibkan pemberi KTP harus ada di rumah saat petugas dari KPU memverifikasi dukungan.
(Baca: Menurut Ahok, "Teman Ahok" Akan Gelar Ajakan Cuti Sehari untuk Verifikasi Data KTP)
Amalia menilai, pasal ini menjadi salah satu yang terberat dan mengupayakan agar dibatalkan. Ia beralasan selain akan menyusahkan para pendukung Ahok, kebijakan ini juga akan menyusahkan calon independen lain di Indonesia, dan KPUD sendiri.
Di dalam pasal tersebut disebutkan pemilih yang tidak berada di rumah, bisa datang ke kantor PPS untuk verifikasi dalam jangka waktu 3 hari setelah kunjungan KPU ke rumah. Hal ini sudah sesuai dengan keinginan dan rencana Teman Ahok yang akan mengirim sms blast untuk verifikasi.
Gagal paham
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta Sumarno mengatakan kerisauan Teman Ahok bakal kehilangan dukungan dari para pemilih pemula menyusul disahkannya hasil revisi Undang-udang Pilkada yang baru tidak beralasan.
Teman Ahok, yang merupakan kelompok relawan pendukungan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama maju secara independen dalam Pilkada DKI 2017, menafsirkan penyumbang KTP dari pemilih pemula untuk seorang calon perseorangan akan gugur karena mereka tidak terdaftar dalam DPT sebelumnya.
Namun, Sumarno menjelaskan itu adalah pemahaman yang salah.
"Begini, selain menggunakan daftar pemilih sebelumnya kan dalam pasal itu juga menggunakan DP4," kata Sumarno ketika dihubungi, Jumat (10/6/2016).
(Baca: Militan dan Siap Strategi Bertarung, Teman Ahok Tak Takut Aturan Diperberat)
Data tersebut akan disusun oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Sumarno mengatakan pemilih pemula nantinya akan terdaftar dalam DP4 itu.
Di DPT sebelumnya, pemilih pemula pasti belum terdaftar. Namun, pemegang KTP baru pasti terdaftar oleh Disdukcapil dan masuk dalam DP4.
Data di DP4 yang digunakan adalah data paling mutakhir sampai 30 Juni 2016. Sehingga, pemilih yang memiliki KTP sebelum tanggal 30 Juni masih bisa memberi dukungan untuk calon independen.
"Nanti, nama yang tidak tercantum di DPT sebelumnya akan kami cek di DP4," ujar Sumarno.
Soal keberatan Teman Ahok, Sumarno, mengatakan, seharusnya tidak ada yang perlu diributkan.
"Enggak usah galaulah," kata dia.