TANGERANG, KOMPAS.com - Tim kuasa hukum remaja terdakwa kasus pembunuhan karyawati EF (19), RA (16), menganggap semua dakwaan jaksa terhadap kliennya tidak bisa dibuktikan. Hal itu diungkapkan salah satu kuasa hukum RA, Alfan Sari, usai mengikuti persidangan RA dengan agenda pledoi di Pengadilan Negeri Tangerang, Senin (13/6/2016).
"Kami keberatan dan menyangkal semua yang didakwakan karena tidak bisa dibuktikan secara meyakinkan apa yang didakwakan terhadap klien kami," kata Alfan.
Menurut dia, kebenaran dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum selama ini tidak diuji saat persidangan berlangsung. Seperti keterangan dokumen tertulis dari Puslabfor Polri yang menyatakan ada air liur, sidik jari, dan bekas gigitan yang mirip dengan struktur gigi RA pada tubuh EF yang hanya berdasarkan keterangan tertulis semata.
Padahal, pihaknya sudah meminta untuk menghadirkan saksi ahli, yakni pihak yang memeriksa langsung dan mendapatkan hasil pemeriksaan soal air liur, sidik jari, dan bekas gigitan itu, namun tidak dihadirkan hingga hari ini.
"Kalau memang Jaksa Penuntut Umum tidak bisa menguatkan semua yang didakwakannya, dengan menghadirkan saksi ahli seperti yang kami minta di persidangan sebelumnya, paling tidak majelis akan mempertimbangkannya dengan bijaksana," tutur Alfan.
Selain hasil pemeriksaan dari Puslabfor Polri, pihak RA juga sempat meminta transkrip pembicaraan antara RA dengan EF melalui ponsel, namun tidak juga dihadirkan. Keterangan mengenai pembicaraan mereka hanya ditampilkan melalui isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pihak kepolisian.
"Hukum itu fakta, bukan katanya, kenapa tidak mau dihadirkan? Bahaya hidup ini kalau cuma dari penjelasan secarik kertas, seseorang dinyatakan bersalah," ujar Alfan. (Baca: Saksi Kasus EF Buat Surat Bermaterai Mengaku Diancam RA untuk Berbohong)
Sidang mengadili RA akan kembali dilanjutkan dengan agenda pembacaan putusan atau vonis di Pengadilan Negeri Tangerang pada hari Kamis (16/6/2016) mendatang. Masing-masing pihak, yakni pihak RA maupun jaksa, sudah tetap pada keyakinan mereka masing-masing dan menyerahkan keputusan seluruhnya kepada majelis hakim.
Jaksa menuntut RA hukuman maksimal bagi terdakwa anak di bawah umur, yakni hukuman penjara sepuluh tahun, dengan mengenakan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan Berencana sebagai pasal primer dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati.
Namun, mengingat RA masih di bawah umur dan ketentuan pengenaan hukuman didasarkan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, ada pengecualian yang membuat terdakwa anak hanya dapat setengah dari ancaman hukuman maksimal orang dewasa, yakni sepuluh tahun penjara. (Baca: Kuasa Hukum RA: Klien Kami Tak Layak Ditahan Sehari Pun)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.