Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Heru Margianto
Managing Editor Kompas.com

Wartawan Kompas.com. Meminati isu-isu politik dan keberagaman. Penikmat bintang-bintang di langit malam. 

Ahok, Eksperimen Demokrasi

Kompas.com - 15/06/2016, 05:44 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Sebagaimana ramai diperdebatkan, Undang-Undang baru Pemilihan Kepala Daerah yang disetujui DPR dinilai memperberat majunya calon perseorangan. UU baru itu mempersempit ruang klarifikasi pendukung calon perseorangan dalam tahap verifikasi faktual.

Pasal 48 RUU Pilkada mengatur, jika pendukung calon perseorangan tidak bisa ditemui Panitia Pemungutan Suara (PPS) dalam verifikasi faktual ke alamatnya, pasangan calon diberikan kesempatan menghadirkan mereka ke kantor PPS dalam waktu 3 hari.

Apabila tenggat itu dilampaui, dokumen dukungan yang diajukan terhadap calon perseorangan dinyatakan tak memenuhi syarat.

Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy mengatakan, dengan ketentuan itu DPR dan pemerintah ingin menghapus kemungkinan dukungan fiktif yang selama ini kerap ditemukan.

Hal ini juga untuk lebih memastikan penyelenggara pilkada menjalankan sepenuhnya mekanisme yang ada dan mencegah multi-interpretasi.

Undang-undang itu mungkin bisa berlaku di daerah yang mobilitas penduduknya tidak setinggi Jakarta. Semangat di baliknya baik: menghapus kemungkinan dukungan fiktif, meskipun mekanismenya terasa tidak realistis.

Sudahlah. Sudah diundangkan. Tidak sempat untuk diujimateri di Mahkamah Konstitusi.

Ketentuan undang-undang ini justru merupakan ujian nyata bagi partisipasi politik terhadap mereka yang memberikan dukungan pada calon perseorangan.

Di pihak lain, ketentuan ini juga merupakan tuntutan bagi mereka yang maju di jalur perseorangan untuk menunjukkan bahwa mereka layak mendapat dukungan publik.

Wacana gerakan “cuti sehari di hari verifikasi” yang digaungkan Teman Ahok lagi-lagi merupakan ujiannya. Jika Ahok dan Teman Ahok berhasil melewati bagian ini, kita boleh bergembira bahwa demokrasi di Jakarta bukan semata prosedural, tapi substantif.

Ini tentu akan menjadi sejarah. Ahok berhasil menggerakan publik untuk ambil bagian secara nyata dalam sebuah pesta demokrasi. Jika demikian, ia layak disebut pembaharu dalam demokrasi modern di Indonesia.

Partai politik itu penting karena ia adalah pilar demokrasi. Tak pernah ada masalah dengannya. Yang selalu menimbulkan masalah adalah para politisinya.

Seorang politisi semata-mata hanya mengejar kemenangan, sementara seorang negarawan mengajarkan bagaimana caranya berdemokrasi dengan benar.

Di negeri ini terlalu banyak politisi. Negarawan? Anda tahu jawabnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gudang Ekspedisi di Bogor Disebut Mirip Kelab Malam, Setel Musik Kencang hingga Diprotes Warga

Gudang Ekspedisi di Bogor Disebut Mirip Kelab Malam, Setel Musik Kencang hingga Diprotes Warga

Megapolitan
PPDB 'Online', Disdik DKI Jamin Tak Ada Celah bagi Oknum Jual Beli Kursi Sekolah

PPDB "Online", Disdik DKI Jamin Tak Ada Celah bagi Oknum Jual Beli Kursi Sekolah

Megapolitan
Selebgram Zoe Levana Bantah Tudingan Terjebak di Jalur Transjakarta Cuma 'Settingan'

Selebgram Zoe Levana Bantah Tudingan Terjebak di Jalur Transjakarta Cuma "Settingan"

Megapolitan
Kasus DBD di Tangerang Selatan Meningkat, Paling Banyak di Pamulang

Kasus DBD di Tangerang Selatan Meningkat, Paling Banyak di Pamulang

Megapolitan
'Flashback' Awal Kasus Pembunuhan Noven di Bogor, Korban Ditusuk Pria yang Diduga karena Dendam

"Flashback" Awal Kasus Pembunuhan Noven di Bogor, Korban Ditusuk Pria yang Diduga karena Dendam

Megapolitan
Ketua Kelompok Tani KSB Dibebaskan Polisi Usai Warga Tinggalkan Rusun

Ketua Kelompok Tani KSB Dibebaskan Polisi Usai Warga Tinggalkan Rusun

Megapolitan
Polda Metro: Dua Oknum Polisi yang Tipu Petani di Subang Sudah Dipecat

Polda Metro: Dua Oknum Polisi yang Tipu Petani di Subang Sudah Dipecat

Megapolitan
Pasar Jambu Dua Bogor Akan Beroperasi Kembali Akhir Juli 2024

Pasar Jambu Dua Bogor Akan Beroperasi Kembali Akhir Juli 2024

Megapolitan
PPDB SD Jakarta 2024: Kuota, Seleksi, Jalur dan Jadwalnya

PPDB SD Jakarta 2024: Kuota, Seleksi, Jalur dan Jadwalnya

Megapolitan
Larang Bisnis 'Numpang' KK Dalam Pendaftaran PPDB, Disdik DKI: Kalau Ada, Laporkan!

Larang Bisnis "Numpang" KK Dalam Pendaftaran PPDB, Disdik DKI: Kalau Ada, Laporkan!

Megapolitan
Anak-anak Rawan Jadi Korban Kekerasan Seksual, Komnas PA: Edukasi Anak sejak Dini Cara Minta Tolong

Anak-anak Rawan Jadi Korban Kekerasan Seksual, Komnas PA: Edukasi Anak sejak Dini Cara Minta Tolong

Megapolitan
Ditipu Oknum Polisi, Petani di Subang Bayar Rp 598 Juta agar Anaknya Jadi Polwan

Ditipu Oknum Polisi, Petani di Subang Bayar Rp 598 Juta agar Anaknya Jadi Polwan

Megapolitan
Polisi Periksa Selebgram Zoe Levana Terkait Terobos Jalur Transjakarta

Polisi Periksa Selebgram Zoe Levana Terkait Terobos Jalur Transjakarta

Megapolitan
Polisi Temukan Markas Gangster yang Bacok Remaja di Depok

Polisi Temukan Markas Gangster yang Bacok Remaja di Depok

Megapolitan
Polisi Periksa General Affair Indonesia Flying Club Terkait Pesawat Jatuh di Tangsel

Polisi Periksa General Affair Indonesia Flying Club Terkait Pesawat Jatuh di Tangsel

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com