Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buah Perjuangan PKL Menata Terowongan Penyeberangan Orang di Kawasan Kota

Kompas.com - 27/06/2016, 08:56 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Minggu siang (26/6/2016), Kevin duduk di bangku di kios rotinya di terowongan penyeberangan orang (TPO) Jakarta Kota. Sembari mengipas-ngipaskan uang, Kevin menegur anak-anak yang meremas ketupas hiasan yang tergantung di depannya.

"Eh dek jangan," katanya kepada anak-anak itu.

Sejak pertengahan Mei lalu, terowongan ini memang dihiasi ketupat plastik warna-warni di setiap sudutnya. Sebagian tergantung di plafon, sebagian terikat di tanaman hias, sebagian lagi di sepanjang dinding dan dihiasi lampu warna-warni. Jika anda menginjak terowongan ini setahun sebelumnya, pasti mengingat betapa kumuhnya kawasan ini.

Setahun lalu, terowongan ini masih sepi pejalan kaki. Padahal, saat terowongan ini diresmikan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo pada 2008, orang yang ingin ke Museum Fatahillah, Museum Bank Mandiri, Pasar Asemka, maupun sudut-sudut lain kawasan Kota Tua dari Stasiun Jakarta Kota maupun Halte Busway Kota, harus melewati terowongan ini demi keamanan.

Lantaran kondisinya yang tidak layak, para pelintas lebih senang melewati trotoar di atas, menyeberang jalan di kawasan Kota yang padat.

Namun sejak Juli 2015, keadaan mulai berubah. Bangunan terowongan mulai dibersihkan. Pedagang kaki lima mulai ditata. Air mancur kembali dihidupkan. Dan terowongan ini mulai layak digunakan.

Adalah Kevin, sosok di balik transformasi terowongan Jakarta Kota. Pria Batak ini telah berdagang di kawasan Kota Tua sejak 2013 lalu. Namun waktu itu dagangannya belum seperti sekarang dengan rak besi sebagai etalase.

Sebab dulu, Kevin sering berpindah-pindah antara terowongan dengan trotoar di atasnya karena selalu diuber-uber Satpol PP.

"Dulu di sini itu jadi tempatnya kejahatan, anak punk tidur, jambret, bahkan maaf, sampai prostitusi juga di sini," kata Kevin.

Nibras Nada Nailufar Terowongan Penyeberangan Orang Jakarta Kota, Kamis (23/6/2016).

Minimarket muncul

Kevin prihatin dengan keadaan ini. Ia berpikir betapa sayang fasilitas umum ini justru menjadi sarang kejahatan alih-alih dimanfaatkan sesuai fungsinya. Kevin pun berinisiatif untuk mengubahnya. Ia menghadap ke Kepala TPO kala itu, Djoko Purnomo.

Kevin meminta izin agar pedagang dapat berjualan sambil membantu membersihkan. Djoko waktu itu mengatakan tidak ada izin sehingga tidak diperbolehkan. Lalu berganti kepemimpinan, Kevin kembali merayu Kepala TPO yang baru, Revi Zulkarnaen. Revi memperbolehkan Kevin dan PKL lain berjualan pada akhir pekan dengan syarat, siap diusir Satpol PP.

"Ya lumayan, kami tarikin retribusi buat ongkos kebersihan, mulai ramai waktu itu," katanya.

Tak lama pada tahun 2014, sebuah minimarket muncul di terowongan itu. Kevin pun jengah karena selama ini meminta izin berjualan tidak diperbolehkan namun minimarket yang modalnya besar diperbolehkan.

"Akhirnya waktu itu saya menghadap Dinas Perhubungan, terus ke BPKAD (Badan Pengelola Keuangan Aset Daerah), saya bilang kenapa mentang-mentang orang kaya boleh jualan, emang bayar berapa sih dia? Kami yang PKL juga mampu bayar kok," ketusnya.

BPKAD akhirnya menyetujui usulan Kevin. PKL pun mulai diberi izin dengan terlebih dahulu menyortir PKL yang bagus-bagus dan membuatkan rekening Bank DKI untuk mereka.

Nafas baru

Mulai Juli 2015, TPO Jakarta Kota akhirnya mengembuskan nafas baru. Dengan tarif sekitar Rp 150.000 per bulan, sebanyak 28 PKL menjajakan bermacam-macam jualan dan secara langsung menghidupi TPO ini.

Ada penjual kaus Jakarta, penjual sepatu, aksesoris ponsel, soto lamongan, dan berbagai dagangan lainnya. Namun perjuangan Kevin tak berhenti di situ. Ia ingin mengubah stigma terminal yang bau pesing dan jorok menjadi terminal yang menjadi tempat pelepas penat orang-orang.

Dari uang retribusi itu, Kevin menganggarkan sebagian kecil untuk mempercantik TPO. Pohon-pohon mulai dibeli, juga hiasan menjelang hari besar mulai dipajang. Selain ketupat lebaran, Februari lalu terowongan ini dihiasi lampion-lampion Tionghoa dalam rangka Tahun Baru Imlek.

Kevin mengatakan, tiga bulan sebelum hari besar jatuh, ia sudah mengonsep dan mengumpulkan uang untuk membeli hiasan. Untuk perayaan lebaran ini, para pedagang menghabiskan sekitar Rp 12 juta.

Kevin mengatakan jumlah itu tidak besar jika dibanding keuntungan yang mereka dapatkan. Hiasan dengan kualitas yang terbaik yang dibeli agar bisa digunakan lagi di tahun berikutnya.

Meski masih panjangnya umur ketupat tersebut, Kevin saat ini mengaku sudah memesan bendera merah putih untuk menyambut perayaan 17 Agustus. Ia senang melihat warga datang ke TPO ini tidak hanya sekedar melintas, tapi juga duduk-duduk di air mancur sambil menikmati sajian kuliner. Atau berfoto-foto dengan hiasan.

"Ini supaya orang-orang merasa nyaman dan senang. Pasti senang dong kalau misalnya ke sini melihat tidak hanya hari rayanya mayoritas saja yang dirayakan, tapi juga minoritas merasa diakui. Semua hari raya mulai dari Islam, Kong Hu Cu, Buddha, Hindu, kami akui semua di sini," ujarnya.

Untuk menjaga hiasan, Kevin memajang peringatan keras dengan ancaman pidana penjara bagi orang yang tega merusaknya. Sebab menurutnya, fasilitas ini adalah milik bersama yang harus dijaga. Ia tak mempedulikan siapa yang membayar, selama itu untuk kebaikan rakyat.

"Makanya saya bilang ke PKL di sini, kita harus siap kalau sewaktu-waktu kita digusur, sebab ini milik rakyat, milik bersama, apapun kita lakukan untuk menguntungkan masyarakat," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Tangkap Pembunuh Pedagang Perabot di Duren Sawit, Ternyata Anak Kandung Sendiri

Polisi Tangkap Pembunuh Pedagang Perabot di Duren Sawit, Ternyata Anak Kandung Sendiri

Megapolitan
Diduga Korsleting, Bengkel Motor Sekaligus Rumah Tinggal di Cibubur Terbakar

Diduga Korsleting, Bengkel Motor Sekaligus Rumah Tinggal di Cibubur Terbakar

Megapolitan
Kardinal Suharyo Tegaskan Gereja Katolik Tak Sama dengan Ormas Keagamaan

Kardinal Suharyo Tegaskan Gereja Katolik Tak Sama dengan Ormas Keagamaan

Megapolitan
Ditawari Izin Tambang, Kardinal Suharyo: Itu Bukan Wilayah Kami

Ditawari Izin Tambang, Kardinal Suharyo: Itu Bukan Wilayah Kami

Megapolitan
Pemuda yang Sekap dan Aniaya Kekasihnya di Pondok Aren Ditangkap Polisi

Pemuda yang Sekap dan Aniaya Kekasihnya di Pondok Aren Ditangkap Polisi

Megapolitan
Pengelola Rusunawa Marunda Lapor Polisi soal Penjarahan Sejak 2023

Pengelola Rusunawa Marunda Lapor Polisi soal Penjarahan Sejak 2023

Megapolitan
Paus Fransiskus Kunjungi Indonesia: Waktu Singkat dan Enggan Naik Mobil Antipeluru

Paus Fransiskus Kunjungi Indonesia: Waktu Singkat dan Enggan Naik Mobil Antipeluru

Megapolitan
Pedagang Perabot di Duren Sawit Tewas dengan Luka Tusuk

Pedagang Perabot di Duren Sawit Tewas dengan Luka Tusuk

Megapolitan
Tak Disangka, Grafiti Bikin Fermul Belajar Mengontrol Emosi

Tak Disangka, Grafiti Bikin Fermul Belajar Mengontrol Emosi

Megapolitan
Sambut Positif jika Anies Ingin Bertemu Prabowo, PAN: Konsep 'Winner Takes All' Tidak Dikenal

Sambut Positif jika Anies Ingin Bertemu Prabowo, PAN: Konsep "Winner Takes All" Tidak Dikenal

Megapolitan
Seniman Grafiti Ingin Buat Tembok Jakarta Lebih Berwarna meski Aksinya Dicap Vandalisme

Seniman Grafiti Ingin Buat Tembok Jakarta Lebih Berwarna meski Aksinya Dicap Vandalisme

Megapolitan
Kunjungan Paus ke Indonesia Jadi yang Kali Ketiga Sepanjang Sejarah

Kunjungan Paus ke Indonesia Jadi yang Kali Ketiga Sepanjang Sejarah

Megapolitan
Kardinal Suharyo: Kunjungan Paus Penting, tapi Lebih Penting Mengikuti Teladannya

Kardinal Suharyo: Kunjungan Paus Penting, tapi Lebih Penting Mengikuti Teladannya

Megapolitan
Paus Fransiskus Akan Berkunjung ke Indonesia, Diagendakan Mampir ke Istiqlal hingga GBK

Paus Fransiskus Akan Berkunjung ke Indonesia, Diagendakan Mampir ke Istiqlal hingga GBK

Megapolitan
Warga Langsung Padati CFD Thamrin-Bundaran HI Usai Jakarta Marathon

Warga Langsung Padati CFD Thamrin-Bundaran HI Usai Jakarta Marathon

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com