KOMPAS.com - Masjid dan mushala tumbuh pesat sementereng gerai-gerai di pusat perbelanjaan atau mal. Pengelola mal berlomba menampilkan tempat ibadah yang nyaman. Ketika waktu shalat tiba, masjid dan mushala penuh jemaah.
Saat ini, setidaknya terdapat 26 mal yang menyediakan masjid atau mushala secara memadai. Ini muncul dalam delapan tahun terakhir sebagai respons terhadap tabiat kelas menengah yang selain rajin ke mal untuk belanja juga tak lupa beribadah.
Seperti terlihat pada Jumat (24/6) di Masjid Al-Ikhlas mal Kota Kasablanka. Masjid di lantai lower ground (LG) berkapasitas 800 orang itu tak mampu menampung jemaah yang jumlahnya mencapai 1.800 orang. Pengurus masjid meminta mereka untuk shalat di lantai B1 dan B2 yang sudah ditata sedemikian rupa agar layak digunakan beribadah.
Jemaah demikian khusyuk beribadah dan berlama-lama di dalam masjid yang wangi, bersih, dan berpenyejuk ruangan itu. Sebagian merebahkan diri membunuh waktu, sebagian lainnya membaca kitab suci. Mereka adalah pengunjung dan pegawai gerai-gerai di mal. Ada juga penghuni apartemen di sekitar mal yang "nebeng" jumatan di sana.
Suasana serupa terlihat di Executive Musholla di lantai LG mal Senayan City, Rabu (29/6). Di ruangan mushala yang diperuntukkan bagi perempuan, para muslimah nyaris tidak pernah berhenti memasuki mushala. Bukan hanya perempuan dewasa, melainkan juga remaja dan anak-anak. Kebetulan siang itu masih waktu shalat Dzuhur sehingga banyak yang datang untuk shalat.
Meski di mushala tersedia loker penitipan barang, beberapa pengunjung ke mushala membawa kantong-kantong belanja, lalu membiarkannya tergeletak di samping mereka ketika menunaikan shalat. Ada yang berlogo Debenhams, department store di Senayan City. Ada juga yang bertuliskan "Sale", tanpa ada identitas nama tempat mereka berbelanja.
Seusai shalat, sebagian di antara mereka mengaji. Sebagian lainnya duduk-duduk di bagian belakang sekadar untuk memeriksa telepon genggam.
Mal Gandaria City, Jakarta Selatan, selain menyediakan mushala eksekutif bagi pengunjung, juga tersedia masjid yang mampu menampung hingga 2.000 orang jemaah. Dibangun pula tiga mushala lain untuk karyawan, sopir mobil pribadi, dan sopir taksi.
Mushala eksekutif yang terletak di lantai upper ground (UG) berada satu lantai dengan food court dan bersebelahan dengan konter pelayanan konsultasi merek pasta gigi terkenal. Penampilannya tidak kalah keren dari konter-konter merek-merek ternama dengan papan nama "Musholla-Praying Room" yang dibuat dengan neon box yang menyala terang.
Tata cahaya membuat penampilannya terkesan apik. Ada ruang tunggu dan loker untuk menyimpan sepatu yang dilayani petugas dengan ramah. Ruang wudu dan shalat diatur sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kebecekan.
Mushala tampak paling ramai pada jam shalat Maghrib mengingat waktu shalat ini sangat singkat. Pengunjung sampai harus bergantian berwudu dan shalat, terutama di bulan Ramadhan. Sebenarnya, ada masjid dengan kapasitas luas, tetapi terletak di lantai 4 yang masih satu area dengan tempat parkir. Keberadaan masjid ditunjukkan lewat papan informasi di pintu masuk.
Masjid dilengkapi dengan karpet, sistem tata suara, dan pendingin ruangan yang membuat suasana sejuk meski terletak di area parkir. Bagi jemaah perempuan, tersedia 500 mukena yang diharapkan hanya sekali pakai sehingga tetap bersih dan segar ketika dikenakan.
Gaby (20), mahasiswi semester IV Swiss German University, BSD, mengatakan, saat ini keberadaan mushala atau masjid di mal sudah merupakan hal yang lumrah sehingga idealnya mushala ada di setiap lantai mal. Selain mudah diakses, juga untuk membagi jumlah pengunjung mushala agar tidak bertumpuk di satu tempat yang sama, terutama pada waktu shalat yang pendek, seperti maghrib.
"Aku kebetulan orang yang malas kalau shalat harus antre. Jadi, memang idealnya mushala ada di setiap lantai. Atau, kalau enggak, dibikin lebih luas sehingga bisa menampung banyak orang supaya enggak antre," kata gadis yang tinggal di kawasan Tanjung Priok, Jakarta, ini.
Masjid atau mushala menjadi fasilitas penting bagi pengunjung mal. Ketika mushala di mal tutup sementara karena renovasi, misalnya, banyak pengunjung protes.
Inilah yang dialami Public Relations & Customer Relations Assistant Manager Senayan City Elsi Adianti. Mushala Senayan City buka kembali pada 6 Juni lalu setelah ditutup karena direnovasi selama delapan bulan.
"Jadi, bukan sekadar kepantasan saja, yang penting ada. Tapi kami upayakan berikan yang terbaik juga bagi customer agar mereka merasa nyaman," kata Elsi.
Perawatan tempat ibadah
Pengelola mal pun merawat masjid dan mushala itu secara serius. Pihak manajemen mal Kota Kasablanka sampai mengangkat enam orang untuk menjadi pegawai tetap yang khusus mengurusi masjid. Mereka mempunyai manajemen mandiri, termasuk mengelola keuangan dari jemaah yang mencapai Rp 50 juta setiap Jumat.
Mal Bintaro Jaya Xchange menyiagakan dua petugas cleaning service di setiap mushala. Tugas utamanya antara lain mengangkut mukena atau sarung yang mulai tidak sedap untuk dicuci. Mereka juga mempekerjakan pegawai yang khusus membantu menyimpan sandal atau barang jemaah. Tampilan mereka seramah resepsionis hotel.
"Kami menyediakan 30-an mukena dan belasan sarung yang selalu harum," kata Manajer Event Bintaro Jaya Xchange Noni Dewantini.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia Ellen Hidayat bercerita, sejak delapan tahun lalu, pihak pengelola mal-mal mulai menyadari pentingnya membenahi fasilitas mushala menjadi lebih cantik. Seiring dengan itu, mal-mal yang baru berdiri dalam rentang waktu itu pun kemudian sengaja membangun mushala secara khusus dengan fasilitas sebaik mungkin.
"Prinsipnya, kita harus melayani dan memanjakan customer semaksimal mungkin. Mau ibadah fasilitasnya nyaman. Membuat mereka semakin betah di mal, stay more longer di mal. Dengan begitu, kan, masak enggak sekalian belanja," ujar Ellen.
Keberadaan masjid dan mushala berbanding lurus dengan jumlah pengunjungnya. Semakin banyak peminatnya, semakin bertambah tempat ibadah. Seperti yang dilakukan pengelola Bintaro Jaya Xchange yang segera mengubah salah satu mushala menjadi masjid sesuai kebutuhan pengunjung. Jadi, sampai kapan masjid dan mushala di mal itu tetap megah? Tergantung pada minat pengunjungnya. (SF)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Juli 2016, di halaman 17 dengan judul "Masjid Megah di Mal Mewah".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.