JAKARTA, KOMPAS.com - Orangtua pasien korban kasus vaksin palsu di Rumah Sakit Harapan Bunda melakukan mediasi dengan pihak rumah sakit di kantor Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu (3/8/2016). Namun, pertemuan tersebut berujung buntu.
Wakil Direktur Bidang Komunikasi RS Harapan Bunda Fida Kholid mewakili manajemen RS Harapan Bunda. Sementara pihak orangtua korban kasus vaksin palsu diwakili, August Siregar.
August mengatakan, pihak orangtua meminta RS Harapan Bunda memenuhi tujuh tuntutan yang dibuat. Namun, perwakilan RS Harapan Bunda tidak dapat memberi keputusan.
"Kami tidak panjang lebar, kami tidak mau berbicara masalah hukum atau apa, kami hanya minta tujuh tuntutan itu dipenuhi. Tapi yang datang tadi mohon maaf bukan sebagai pengambil keputusan, yang datang wakil direkturnya itu. Jadi pada intinya buntu," kata August, kepada Kompas.com.
Salah satu dari tujuh tuntutan orangtua korban, yakni menerbitkan daftar pasien yang diimunisasi di RS Harapan Bunda periode 2003 hingga 15 Juli 2016. Namun, pihak RS Harapan Bunda belum dapat menyanggupinya. Alasannya, kasus vaksin diambil alih Satgas Vaksin Palsu dari pemerintah.
"Dia berargumen kami tidak boleh begini, tidak boleh begitu seusai arahan dari satgas," ujar August.
Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait mengatakan, RS Harapan Bunda diberi waktu dua hari untuk memenuhi tujuh tuntutan orangtua pasien korban vaksin palsu.
"Saya kira hasil pertemuan tidak sesuai harapan. Kita berikan waktu dua hari untuk mengambil keputusan untuk memenuhi tujuh tuntutan standar itu," ujar Arist.
Sedianya mediasi hendak dilakukan di RS Harapan Bunda. Namun, untuk alasan keamanan, pertemuan dilakukan di kantor Komnas PA atas permintaan manajemen RS Harapan Bunda.