JAKARTA, KOMPAS.com - Manajemen Lion Group menjawab keluhan Serikat Pekerja Asosiasi Pilot Lion Group (SP-APLG) mengenai pekerjaan mereka di Lion Air.
Serikat Pekerja Asosiasi Pilot Lion Group (SP-APLG) yang menyebutkan pilot tidak pernah diangkat sebagai karyawan tetap dan dikenakan penalti hingga Rp 7 miliar jika mengundurkan diri.
Head of Corporate Legal Lion Group Harris Arthur Hedar mengatakan, ada aturan perusahaan yang menempatkan status pilot selama bekerja di maskapai Lion Air.
"Kalau dia pegawai biasa, peraturannya berbeda. Mereka itu pilot, eksklusif. Ada sistem kontrak kerja memang."
"Selama mereka melaksanakan kewajiban dalam kontrak tersebut, mereka mendapatkan hak-haknya, kok," kata kepada Kompas.com, Senin (8/8/2016) pagi.
Harris menjelaskan, ada dua macam kontrak yang ditawarkan kepada pilot di maskapai Lion Air. Kontrak jenis pertama adalah calon pilot mengikuti pendidikan pilot terlebih dahulu.
Setelah lulus dari pendidikan pilot, mereka masuk dalam ikatan dinas dengan masa kontrak rata-rata di atas lima tahun, dengan masa kontrak maksimal sepuluh tahun.
Sedangkan kontrak jenis kedua berlaku bagi pilot yang sudah menempuh pendidikan dan merupakan pilot dari maskapai lain yang baru mau bergabung dengan Lion Group.
Untuk pilot seperti ini, masa kontrak yang ditawarkan lebih singkat, yakni tiga tahun. Kedua jenis masa kontrak ini bisa diperpanjang oleh manajemen.
Terkait status karyawan kontrak yang disebut tidak bisa diangkat menjadi karyawan tetap, dibantah oleh Harris.
Menurut dia, manajemen Lion Group menerapkan masa kontrak kepada pilot untuk melihat bagaimana kinerja mereka. Jika dirasa memenuhi syarat, pilot berstatus karyawan kontrak itu bisa diangkat sebagai karyawan tetap.
"Bisa diangkat sebagai karyawan tetap, jika saat masa kontrak mereka habis, tidak melakukan perbuatan yang melanggar aturan," ujar Harris.
Perihal uang penalti yang mencapai Rp 7 miliar, Harris menyebutkan, sudah diatur dalam perjanjian kontrak antara calon pilot dengan pihak perusahaan sebelumnya.
Jika ada uang penalti hingga miliaran rupiah, tidak lepas dari perhitungan biaya pendidikan pilot yang ditanggung oleh perusahaan.
"Memang ada aturannya. Kalau anda keluar sebelum kontrak habis, anda akan kena penalti. Wajar, dong. Kalau biaya pendidikan mereka habis satu miliar, ya dihitung segitu. Kontrak ini berlaku umum, kok," ujar Harris.
Sebelumnya, pihak SP-APLG di LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Jakarta pada Minggu (7/8/2016) menceritakan pengalaman mereka bekerja di Lion Air. Beberapa pilot dari 14 yang dipecat oleh Lion Air mengaku tidak diberikan kesempatan oleh perusahaan.
Kesempatan yang dimaksud adalah jenjang karir, dari pilot berstatus karyawan kontrak menjadi karyawan tetap, dan nominal penalti yang terlampau tinggi.
Beberapa hal itulah yang memicu belasan pilot Lion Air melakukan penundaan penerbangan pada 10 Mei 2016 lalu, yang berujung pada pemecatan mereka karena dianggap melanggar aturan dan mencemarkan nama baik perusahaan.