Kalah di pertarungan Pileg dan Pilpres 2004, PDI-P pun memilih jalur sebagai oposisi. PDI-P "puasa kekuasan" di tingkat nasional selama 1 periode kepemimpinan SBY.
Tak cukup sampai di situ, PDI-P kemudian mencoba bangkit dalam Pemilu 2009. Namun, lagi-lagi PDI-P harus mengakui kedigdayaan SBY yang memenangkan Pemilu dan Pilpres 2009.
"Berpuasa" 2 periode di kepemimpinan SBY cukup membuat PDI-P "belajar". Partai wong cilik ini kemudian menguatkan mesin politiknya hingga tingkat daerah. Meski, PDI-P tidak sepenuhnya "puasa kekuasaan", karena kadernya di daerah banyak yang menjadi pemenang kontestasi lokal.
Posisi Megawati yang semakin kokoh sebagai ketua umum sejak partai ini berdiri dinilai sebagian pihak menunjukkan adanya degenerasi di tubuh banteng. Tetapi, posisi trah Soekarno memang sulit tergantikan andai saja bukan Megawati yang memimpin.
Kesolidan PDI-P akhirnya berbuah manis, si moncong putih menang dalam Pemilu 2014 dan berhasil menempatkan kadernya, Joko Widodo sebagai Presiden RI.
Pahit manis pengalaman membuat PDI-P seperti kaktus di gurun pasir, susah dicabut, kuat. Sikap politik Megawati dengan berada sebagai oposisi harus diakui berhasil menarik suara.
"Victory Ticket"
Bicara politik tidak lepas dari prediksi kuantitatif. Berikut adalah perolehan suara dan kursi di DPRD DKI berdasarkan Pemilu 2014:
PDI-P: 1.231.843 (28 kursi), Partai Gerindra: 592.558 (15 kursi), PPP: 452.224 (10 kursi), PKS: 424.400 (11 kursi), Partai Demokrat: 360.929 (10 kursi), Partai Golkar: 376.221 (9 kursi), Partai Hanura: 357.006 (10 kursi), PKB: 260.159 (6 kursi), Partai Nasdem: 206.117 (5 kursi), PAN: 172.784 (2 kursi), PBB: 60.759 (0 kursi), PKPI: 42.217 (0 kursi).
Harap diingat, jumlah suara tidak langsung memengaruhi perolehan kursi, ada faktor persentase perubahan suara. Persentase ini yang memengaruhi jumlah kursi di DPRD DKI.
Jika kita kalkulasi dari dukungan jumlah parpol dengan 24 kursi saja, di atas kertas Ahok sudah mengantongi suara lebih dari 900 ribu.
Tak hanya itu, perlu juga dimasukkan hitung-hitungan dari relawan "Teman Ahok". Melalui fotokopi KTP, mereka mengantongi dukungan suara lebih dari 1 juta. Jika suara dari Teman Ahok itu dihitung tidak memilih partai pendukung Ahok, maka, secara linier Ahok sudah mengantongi sekitar 2 juta suara di Jakarta.
Kemudian, jika kita bicara mayoritas hasil survei, elektabilitas Ahok masih di atas angin. Belum ada tokoh lain yang mampu dekati elektabilitas Ahok yang mencapai 50 persen. Setidaknya, survei-survei terakhir menunjukkan hal tersebut.
Kondisi ini jelas tidak bisa membuat PDI-P menutup matanya, tidak bisa sembarangan menolak Ahok.
Manuver beberapa kader PDI-P sejauh ini menunjukkan sikap menentang Ahok, di sisi lain Megawati sebagai tampuk pimpinan masih "kesengsem" dengan Ahok jika dipasangkan dengan kadernya, Djarot Saiful Hidayat, yang sama-sama petahana di Jakarta.
Jelas, "victory ticket" sebenarnya sudah dipegang Ahok jika saja PDI-P ikut dalam gerbong koalisi ini.