Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memetik Pelajaran dari Kasus Kematian Mirna

Kompas.com - 09/09/2016, 08:22 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com -
Apa yang dialami oleh Wayan Mirna Salihin pada Januari 2016 lalu dinilai sebagai sebuah kematian yang tidak wajar. Mirna meninggal dunia setelah meminum es kopi vietnam di kafe Olivier, bersamaan ketika dia berkumpul dengan kedua temannya, yakni Hanie Juwita Boon dan Jessica Kumala Wongso.

Ketika keluarga Mirna dihadapkan pada kondisi tersebut, ada dua kemungkinan yang bisa ditempuh. Pertama, merelakan kematian Mirna dan menutup kasus ini, atau cara kedua, mengusut untuk mencari tahu apa penyebab Mirna meninggal dunia bekerja sama dengan pihak kepolisian.

"Ini jadi pelajaran kita bersama. Melihat jalannya sidang sampai sejauh ini, membuat kita dapat mengambil pelajaran tentang pentingnya rapat keluarga. Rapat keluarga untuk memutuskan jalur apa yang akan ditempuh, apakah mengikhlaskan atau menyerahkan untuk diselidiki pihak yang berwajib," kata psikolog Dewi Haroen kepada Kompas.com, Jumat (9/9/2016) pagi.

Menurut Dewi, pilihan yang disepakati oleh pihak keluarga ketika ada anggotanya yang meninggal secara tak wajar dapat menjadi acuan apa yang hendak dilakukan berikutnya. Dalam hal ini, Dewi menyinggung tentang proses otopsi yang seharusnya ditempuh jika kasus meninggal tak wajar diselidiki polisi.

"Jadi, tidak setengah-setengah. Keluarga bisa sepakat memberi keleluasaan kepada pihak kepolisian untuk melakukan otopsi, sehingga jelas terungkap apa yang menyebabkan kematian itu," tutur Dewi.

Adapun dalam kasus kematian Mirna, penyidik terkendala mengajukan otopsi atau pemeriksaan luar dan dalam. Hal itu dikarenakan sempat ada penolakan dari pihak keluarga yang keberatan Mirna diotopsi.

Menurut keterangan dokter forensik yang bersaksi dalam persidangan kasus pembunuhan Mirna di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada akhirnya, penyidik hanya mengambil sampel lambung untuk diperiksa dan mencari tahu sebab kematian.

Saksi ahli yang dihadirkan jaksa penuntut umum meyakini penyebab kematian Mirna akibat keracunan sianida. Hal itu nampak dari temuan sianida yang positif berada di sampel lambung Mirna sebanyak 0,2 miligram per liter.

Berbeda dengan saksi ahli yang dihadirkan terdakwa kasus ini, Jessica. Saksi dari Jessica justru menyebutkan, tidak bisa memastikan apa penyebab kematian Mirna karena tidak dilakukan otopsi.

Bahkan, ketika dijelaskan lebih lanjut, saksi dari Jessica menerangkan ciri-ciri orang terkena sianida yang tidak ada pada jenazah Mirna, salah satunya kadar sianida yang cukup besar di dalam lambung, empedu, hati, dan organ tubuh lain.

Hal itu didukung oleh hasil toksikologi Laboratorium Forensik Polri yang menyatakan sianida hanya ada di lambung, tidak ditemukan di organ tubuh Mirna yang lain.

Kompas TV Adu Strategi Jaksa dan Pengacara Jessica
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Rute Bus Tingkat Wisata Transjakarta BW4

Rute Bus Tingkat Wisata Transjakarta BW4

Megapolitan
12.851 ASN di DKI Jakarta Masuk Usulan Penonaktifan NIK

12.851 ASN di DKI Jakarta Masuk Usulan Penonaktifan NIK

Megapolitan
Jaga Keakuratan, Dukcapil DKI Bakal Data 11,3 Juta Warga yang Tinggal di Jakarta

Jaga Keakuratan, Dukcapil DKI Bakal Data 11,3 Juta Warga yang Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Pengamat: Kaesang Lebih Berpotensi Menang di Pilkada Bekasi Ketimbang di Depok

Pengamat: Kaesang Lebih Berpotensi Menang di Pilkada Bekasi Ketimbang di Depok

Megapolitan
Polda Metro Pastikan Video Soal Tepung Dicampur Narkoba Hoaks

Polda Metro Pastikan Video Soal Tepung Dicampur Narkoba Hoaks

Megapolitan
BPBD DKI Siapkan Pompa 'Mobile' untuk Antisipasi Banjir Rob di Pesisir Jakarta

BPBD DKI Siapkan Pompa "Mobile" untuk Antisipasi Banjir Rob di Pesisir Jakarta

Megapolitan
Ini 9 Wilayah di Pesisir Jakarta yang Berpotensi Banjir Rob hingga 29 Mei 2024

Ini 9 Wilayah di Pesisir Jakarta yang Berpotensi Banjir Rob hingga 29 Mei 2024

Megapolitan
Komplotan Maling Gasak Rp 20 Juta dari Kios BRILink di Bekasi

Komplotan Maling Gasak Rp 20 Juta dari Kios BRILink di Bekasi

Megapolitan
Supirnya Mengantuk, Angkot Tabrak Truk Sampah di Bogor

Supirnya Mengantuk, Angkot Tabrak Truk Sampah di Bogor

Megapolitan
KPAI: Banyak Program Pemerintah yang Belum Efektif Cegah Kekerasan Seksual pada Anak

KPAI: Banyak Program Pemerintah yang Belum Efektif Cegah Kekerasan Seksual pada Anak

Megapolitan
Polisi Kantongi Identitas Penusuk Lansia di Kebon Jeruk

Polisi Kantongi Identitas Penusuk Lansia di Kebon Jeruk

Megapolitan
KPAI: Kekerasan Seksual pada Anak Bisa Dicegah lewat Pola Pengasuhan yang Adaptif

KPAI: Kekerasan Seksual pada Anak Bisa Dicegah lewat Pola Pengasuhan yang Adaptif

Megapolitan
Pengamat: Kalau Dukungan Dananya Besar, Peluang Kaesang Menang pada Pilkada Bekasi Tinggi

Pengamat: Kalau Dukungan Dananya Besar, Peluang Kaesang Menang pada Pilkada Bekasi Tinggi

Megapolitan
Polisi Tangkap 6 Remaja yang Terlibat Tawuran di Sawah Besar

Polisi Tangkap 6 Remaja yang Terlibat Tawuran di Sawah Besar

Megapolitan
Rubicon Mario Dandy Tak Dilirik Pembeli, Mobil Akan Dilelang Lagi dengan Harga yang Telah Dikorting

Rubicon Mario Dandy Tak Dilirik Pembeli, Mobil Akan Dilelang Lagi dengan Harga yang Telah Dikorting

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com