Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli: Pilkada Rawan Kecurangan jika Gugatan "Judicial Review" UU Pilkada Dikabulkan

Kompas.com - 07/10/2016, 13:12 WIB
David Oliver Purba

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang uji materi terhadap aturan cuti kampanye bagi pejabat  petahana dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang diajukan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok kembali digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Kamis (6/10/2016).

Ahok menginginkan para petahana saat masa kampanye pilkada, yang berlangsung empat bulan, tidak harus cuti selama empat bulan juga. Cuti hanya dilakukan jika sang petahana memang hendak berkampanye. Ahok berargumen, jika masa jabatannya harus dipotong cuti selama empat bulan, masa tugasnya akan tidak genap lima tahun.

Agenda sidang kemarin mendengarkan keterangan saksi ahli dari pemerintah dan DPR RI. Pihak Presiden menghadirkan mantan Dirjen Otonomi Daerah, Djohermansyah Djohan, sebagai ahli. Sedangkan Pembina LSM Advokat Cinta Tanah Air (ACTA), Habiburokhman, selaku pihak terkait, menghadirkan empat saksi ahli.

Para ahli tersebut ialah Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta, Syaiful Bakhri, Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Ibnu Sinah, Ketua Jaringan Pendidikan Pemilih Rakyat, Masykurudin Hafidz, dan Ketua Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Mustafa Fakhri.

Sementara saksi ahli dari DPR tidak hadir dalam persidangan.

Ahli dari Presiden, Djohermansyah awalnya menceritakan bahwa ia sudah berpengalaman 40 tahun di bidang otonomi dan pemerintahan daerah, baik sebagai praktisi maupun akademisi. Sejak tahun 2005, sebanyak 67,5 persen kepala daerah terjerat kasus hukum menjelang pilkada.

Ia mencontohkan sejumlah modus penyalahgunaan wewenang dalam Pilkada. Menurut dia, modusnya mulai dari penyelewengan dana bantuan sosial, penyelewengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), penyalahgunaan perizinan, hingga politisasi pegawai negeri sipil.

Oleh karena itu, kata Djohermansyah, pemerintah bersama DPR mencari cara agar calon yang berstatus petahana tidak menyalahgunakan wewenangnya. Solusinya, dengan membuat aturan yang mewajibkan cuti pada masa kampanye.

"Cuti saat masa kampanye diperlukan untuk menghindari penyalahgunaan wewenang luar biasa oleh petahana," kata Djohermansyah.

Djohermansyah juga meminta Ahok untuk mengingat sumpahnya untuk menjalakan undang-undang saat dilantik sebagai Gubernur DKI. Ahok, kata Djohermansyah, sebagai penggugat juga mempunyai pengalaman cukup panjang di pemerintah daerah. Seharusnya, menurut Djohermansyah, Ahok sangat tahu banyaknya kecurangan yang membayangi Pilkada di Indonesia.

"Tapi saya memahami, kita sekarang berada dalam demokrasi ultra liberal, pasar bebas yang jauh sekali dari nilai ideologi Pancasila. Tidak ada lagi rasa dan periksa, yang penting bagaimana kita bisa terus berkuasa," kata dia.

Saksi ahli yang dihadirkan pihak terkait yaitu Ketua Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Mustafa Fakhri, mengatakan, jika judicial review terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang diajukan Ahok diterima, ada kemungkinan Ahok memanfaatkan fasilitas negara saat berkampanye pada Pilkada DKI 2017.

Mustafa menyampaikan, UU Pilkada saat ini memiliki subtansi untuk menyetarakan para calon pimpinan daerah yang bersaing pada pilkada. Mustafa menambahkan, ada kemungkinan kepala daerah yang tidak cuti bisa memolitisasi bawahannya.

"Sangat mudah untuk memobilisasi, memberikan ancaman mutasi hingga eksploitasi terhadap birokrasi yang dilakukan atasannya," kata Mustafa dalam persidangan.

Mustafa mengatakan, pasal 28 d ayat 3 UU Pilkada yang menjadi pokok uji materil Ahok harusnya menjadi rujukan untuk menyetarakan hak bersaing pada pilkada. Mustafa juga meminta agar persidangan memikirkan secara matang jika menerima judicial review tersebut yang menurutnya akan membuat ketimpangan dalam persaingan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ratusan Personel Satpol PP dan Petugas Kebersihan Dikerahkan Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta

Ratusan Personel Satpol PP dan Petugas Kebersihan Dikerahkan Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta

Megapolitan
Alasan Warga Tak Amuk Jambret Ponsel di Jaksel, Ternyata “Akamsi”

Alasan Warga Tak Amuk Jambret Ponsel di Jaksel, Ternyata “Akamsi”

Megapolitan
Korban Jambret di Jaksel Cabut Laporan, Pelaku Dikembalikan ke Keluarga untuk Dibina

Korban Jambret di Jaksel Cabut Laporan, Pelaku Dikembalikan ke Keluarga untuk Dibina

Megapolitan
Penjambret di Jaksel Ditangkap Warga Saat Terjebak Macet

Penjambret di Jaksel Ditangkap Warga Saat Terjebak Macet

Megapolitan
Pencuri Motor di Bekasi Lepas Tembakan 3 Kali ke Udara, Polisi Pastikan Tidak Ada Korban

Pencuri Motor di Bekasi Lepas Tembakan 3 Kali ke Udara, Polisi Pastikan Tidak Ada Korban

Megapolitan
Ada Konser NCT Dream dan Kyuhyun, Polisi Imbau Penonton Waspadai Copet dan Tiket Palsu

Ada Konser NCT Dream dan Kyuhyun, Polisi Imbau Penonton Waspadai Copet dan Tiket Palsu

Megapolitan
Pencuri Motor di Bekasi Bawa Pistol, Lepaskan Tembakan 3 Kali

Pencuri Motor di Bekasi Bawa Pistol, Lepaskan Tembakan 3 Kali

Megapolitan
Teror Begal Bermodus 'Debt Collector', Nyawa Pria di Kali Sodong Melayang dan Motornya Hilang

Teror Begal Bermodus "Debt Collector", Nyawa Pria di Kali Sodong Melayang dan Motornya Hilang

Megapolitan
Jakpro Buka Kelas Seni dan Budaya Lewat Acara “Tim Art Fest” Mulai 30 Mei

Jakpro Buka Kelas Seni dan Budaya Lewat Acara “Tim Art Fest” Mulai 30 Mei

Megapolitan
Amankan 2 Konser K-Pop di GBK, Polisi Terjunkan 865 Personel

Amankan 2 Konser K-Pop di GBK, Polisi Terjunkan 865 Personel

Megapolitan
Ada Konser NCT Dream dan Kyuhyun, MRT Jakarta Beroperasi hingga Pukul 01.00 WIB

Ada Konser NCT Dream dan Kyuhyun, MRT Jakarta Beroperasi hingga Pukul 01.00 WIB

Megapolitan
Pastikan Masih Usut Kasus Pemerkosaan Remaja di Tangsel, Polisi: Ada Unsur Pidana

Pastikan Masih Usut Kasus Pemerkosaan Remaja di Tangsel, Polisi: Ada Unsur Pidana

Megapolitan
Polisi Sebut Kasus Pemerkosaan Remaja di Tangsel Mandek 2 Tahun karena Kondisi Korban Belum Stabil

Polisi Sebut Kasus Pemerkosaan Remaja di Tangsel Mandek 2 Tahun karena Kondisi Korban Belum Stabil

Megapolitan
Kasus di Polisi Mandek, Keluarga Korban Pemerkosaan di Tangsel Dituduh Damai dengan Pelaku

Kasus di Polisi Mandek, Keluarga Korban Pemerkosaan di Tangsel Dituduh Damai dengan Pelaku

Megapolitan
Minta Pemerkosa Anaknya Cepat Ditangkap, Ibu Korban: Pengin Cepat Selesai...

Minta Pemerkosa Anaknya Cepat Ditangkap, Ibu Korban: Pengin Cepat Selesai...

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com