Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kami Pun Boleh Bermimpi

Kompas.com - 25/10/2016, 16:00 WIB

Helena F Nababan

”Valencia! Valencia!” Begitu teriakan remaja tim Rumah Susun Daan Mogot begitu mereka berhasil mempertahankan gelar juara kompetisi sepak bola Jakarta Rusun Festival 2016, di GOR Soemantro Brojonegoro, Jakarta, Minggu (23/10)

Untuk kedua kalinya, anak-anak dari rusun yang baru dihuni dua tahun terakhir itu unjuk kebolehan di Jakarta Rusun Festival, sebuah kompetisi bagi pemain usia 12-16 tahun dari setiap rusun di Jakarta. Menghadapi lawan tim Rusun Flamboyan, Cengkareng Barat, juara bertahan Daan Mogot menang 2-1.

Tahun 2015, tim Daan Mogot beserta pelatih dan ofisial diterbangkan ke Madrid, Spanyol. Tahun ini, panitia mengirim tim pemenang beserta pelatih dan ofisial ke kota bola lain di Spanyol, yakni Valencia.

Tim Rusun Daan Mogot tak dapat menyembunyikan kegembiraan mereka saat selebrasi. Mereka melompat-lompat sambil meneriakkan Valencia yang sudah di depan mata. Sebuah perjalanan yang bagaikan mimpi bagi anak-anak rusun itu.

”Selama ini, saya hanya bisa melihat di televisi wajah pemain idola saya, Messi. Nanti saya harus jumpa. Mau minta tanda tangan,” ujar Jestin (15), pemain dari Rusun Daan Mogot yang mencetak satu angka saat final.

Suranda (47), pelatih mereka, tak sabar ingin mencuri ilmu tentang cara-cara pemain dunia berlatih dan mengelola bola. Ia juga ingin menunjukkan, anak Indonesia, khususnya anak rusun, mampu bermain bola.

”Tahun lalu, saat kami dikirim ke Madrid, kami mengunjungi klub Real Madrid. Kami juga menang atas Inter Espana, tim sekolah sepak bola lokal. Bangga, ternyata anak-anak rusun mampu. Desember tahun ini, kami harus menang lagi di Valencia,” ujar Suranda antusias.

Kerja keras

Kebanggaan itu segaris lurus dengan kerja keras Suranda dan anak-anak. Melatih remaja dari berbagai latar belakang bukan hal gampang.

Rusun Daan Mogot dibangun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menampung warga yang terkena relokasi. Mereka awalnya tinggal di perkampungan padat di tanah negara, seperti di Kapuk Proyek, Kampung Duri Tambora, Kebun Jeruk, Rawa Buaya, serta Kampung Pulo. Secara bertahap, warga menempati rusun sejak Oktober 2014.

Berlokasi di Jalan Daan Mogot kilometer 14, kompleks rusun itu terdiri atas delapan blok. Satu blok berlantai enam dan setiap lantai terdiri atas 16 unit. Delapan blok itu sudah penuh.

”Satu blok tak sampai 100 keluarga,” ujar Warsi, ibu Jestin.

Sekitar 60 anak usia 9-16 tahun berkumpul tiga kali seminggu di salah satu sudut kompleks rusun. Mereka berlatih sepak bola di jalanan aspal pukul 19.00-22.00. Waktu berlatih memang malam karena sang pelatih mesti bekerja seharian. Pada petang hari, sesampai ke rumah, barulah ia bisa melatih.

”Terbayang, ya, sulitnya menyatukan anak-anak dari berbagai latar belakang,” ujar Suranda yang pada 1989-1992 bergabung di klub legendaris Jakarta, Union Makes Strength (UMS), sebagai pemain penyerang.

Latar belakang itu membuat Suranda memiliki insting menilai kemampuan anak-anak, memilih serta melatihnya.

”Anak-anak dari sejumlah wilayah relokasi itu berkemampuan rata-rata sama. Itu memudahkan saya. Kesamaan lain, mereka kurang disiplin. Di situ saya harus bisa tegas menghadapi dan melatih mereka,” ujarnya.

Jestin, pemain mungil yang biasa dipanggil Tintin oleh keluarganya, mengatakan, latihan di jalan aspal itu melelahkan. ”Badan pegal, kaki berdarah, sepatu jebol,” ujar siswa kelas II SMP itu.

Namun ia tetap berlatih. ”Kawan-kawan menyemangati saya,” ujar Tintin yang bertekad masuk tim nasional itu.

Kondisi yang memprihatinkan namun penuh semangat itu menarik perhatian sebuah sekolah internasional di Jakarta. Apabila pada 2015 sekolah itu membantu sepatu bagi tim, untuk kompetisi 2016, sekolah itu memberi izin bagi tim untuk berlatih di lapangan sekolah.

”Menjelang lomba, tiap hari Minggu pagi, (kami) dijemput, lalu latihan di sana. Saat lomba, bus dari sekolah menjemput kami,” ujar Awaludin, ofisial tim.

Disiplin dalam berlatih, meski terbatas, membawa tim Rusun Daan Mogot kembali menjuarai Jakarta Rusun Festival 2016, yang digelar Pemprov DKI Jakarta sejak 2015.

”Dengan kompetisi ini, kami ingin mengajak warga di 22 rusun di Jakarta untuk juga mengembangkan bakat dan talenta. Apalagi, mungkin masih ada trauma yang tersisa karena relokasi,” ujar Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI Jakarta Arifin.

 Warga Rusun Daan Mogot juga bangga dengan prestasi yang diraih anak-anak mereka. ”Kami bangga, anak-anak dari rusun kami menang. Kami dikenal. Kami ini bisa dibilang rusun termuda di antara rusun-rusun peserta. Kami baru tinggal di sini dari Oktober 2014,” ujar Nining, penghuni rusun.

Kemenangan anak-anak itu membuat warga senang dan terkagum-kagum, apalagi mendengar bentuk hadiahnya.

Warsi ataupun Ashan, orangtua Jestin, sempat menghitung-hitung biaya untuk memberangkatkan satu anak ke Spanyol.

”Mahal, ya, mbak? Bisa untuk beli satu rumah sederhana, ya?” ujar Warsi yang tinggal di lantai 3 Blok C.

Wajarlah hitung-hitungan itu muncul. Bagi warga rusun yang sebagian besar bekerja di pabrik dengan gaji UMP, atau berdagang kecil-kecilan, uang untuk berangkat itu tidak masuk bayangan.

”Waktu mau dipindah ke sini, kami menangis. Kami bingung, mau jualan di mana. Dari tempat yang ramai pembeli, kami pindah ke tempat yang sepi pembeli,” ujar Warsi.

Memang, ujar Warsi, mereka mendapat fasilitas antarjemput anak sekolah, bus transjakarta, puskesmas, dan layanan Bank DKI di rusun. Selain itu, juga ada air PAM dan listrik.

Namun, setelah pindah, Waras dan menantunya sempat kelimpunganselama delapan bulan sebelum akhirnya mereka bisa stabil berdagang di rusun. Itu juga setelah warga protes kepada pengelola rusun.

”Kami sempat mendapat penghasilan lebih dari satu juta sehari, lalu hilang karena pindah. Yang kerja di pabrik enak tidak hilang penghasilan. Kami yang awalnya berdagang mesti cari sendiri untuk bangkit,” ujar Waras yang mengakui memang lebih nyaman tinggal di rusun yang sekarang dengan semua fasilitas.

Eko, tetangga Waras, bahkan menganggur selama setahun karena tidak tahu hendak berkegiatan apa.

”Saya sempat putus asa sebelum akhirnya memutuskan berdagang sayuran di kompleks rusun,” ujar Eko.

Di tengah aneka persoalan yang membelit setelah relokasi ke rusun, anak-anak dan remaja seperti mendapat kesempatan mewujudkan mimpi mereka. Tentu dengan kerja keras.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 Oktober 2016, di halaman 1 dengan judul "Kami Pun Boleh Bermimpi".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pastikan Kesehatan Pantarlih Pilkada 2024, KPU DKI Kerja Sama dengan Dinas Kesehatan

Pastikan Kesehatan Pantarlih Pilkada 2024, KPU DKI Kerja Sama dengan Dinas Kesehatan

Megapolitan
Usai Dilantik, Pantarlih Bakal Cek Kecocokan Data Pemilih dengan Dokumen Kependudukan

Usai Dilantik, Pantarlih Bakal Cek Kecocokan Data Pemilih dengan Dokumen Kependudukan

Megapolitan
Pedagang Perabot di Duren Sawit Sempat Melawan Saat Putrinya Hendak Membunuh, tapi Gagal

Pedagang Perabot di Duren Sawit Sempat Melawan Saat Putrinya Hendak Membunuh, tapi Gagal

Megapolitan
Kesal karena Susah Temukan Alamat, Ojol Tendang Motor Seorang Wanita di Depok

Kesal karena Susah Temukan Alamat, Ojol Tendang Motor Seorang Wanita di Depok

Megapolitan
Pemeran Tuyul yang Dibakar Joki Tong Setan di Pasar Malam Jaktim Alami Luka Bakar 40 Persen

Pemeran Tuyul yang Dibakar Joki Tong Setan di Pasar Malam Jaktim Alami Luka Bakar 40 Persen

Megapolitan
Ayah Dibunuh Putri Kandung di Duren Sawit Jaktim, Jasadnya Ditemukan Karyawan Toko

Ayah Dibunuh Putri Kandung di Duren Sawit Jaktim, Jasadnya Ditemukan Karyawan Toko

Megapolitan
Kunjungan Warga ke Posyandu Berkurang, Wali Kota Depok Khawatir 'Stunting' Meningkat

Kunjungan Warga ke Posyandu Berkurang, Wali Kota Depok Khawatir "Stunting" Meningkat

Megapolitan
Pengelola Istiqlal Imbau Pengunjung yang Pakai Bus Kirim Surat Agar Tak Kena Tarif Parkir Liar

Pengelola Istiqlal Imbau Pengunjung yang Pakai Bus Kirim Surat Agar Tak Kena Tarif Parkir Liar

Megapolitan
Jalan di Depan KPU Jakut Ditutup Imbas Rekapitulasi Ulang Pileg, Warga Keluhkan Tak Ada Sosialisasi

Jalan di Depan KPU Jakut Ditutup Imbas Rekapitulasi Ulang Pileg, Warga Keluhkan Tak Ada Sosialisasi

Megapolitan
Bus Pariwisata Digetok Rp 300.000 untuk Parkir di Depan Masjid Istiqlal, Polisi Selidiki

Bus Pariwisata Digetok Rp 300.000 untuk Parkir di Depan Masjid Istiqlal, Polisi Selidiki

Megapolitan
RSJ Marzoeki Mahdi Bogor Buka Pelayanan untuk Pecandu Judi Online

RSJ Marzoeki Mahdi Bogor Buka Pelayanan untuk Pecandu Judi Online

Megapolitan
Motif Anak Bunuh Ayah di Duren Sawit: Sakit Hati Dituduh Mencuri hingga Dikatai Anak Haram

Motif Anak Bunuh Ayah di Duren Sawit: Sakit Hati Dituduh Mencuri hingga Dikatai Anak Haram

Megapolitan
Fahira Idris: Bidan Adalah Garda Terdepan Penanggulangan Stunting

Fahira Idris: Bidan Adalah Garda Terdepan Penanggulangan Stunting

Megapolitan
Jaksa Minta Hakim Tolak Pembelaan Panca Pembunuh Empat Anak Kandung di Jagakarsa

Jaksa Minta Hakim Tolak Pembelaan Panca Pembunuh Empat Anak Kandung di Jagakarsa

Megapolitan
Pembunuh Pedagang Perabot di Duren Sawit Ternyata Anak Kandung Korban

Pembunuh Pedagang Perabot di Duren Sawit Ternyata Anak Kandung Korban

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com