Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menunggu Putusan MK soal Cuti bagi Petahana Saat Kampanye Pilkada

Kompas.com - 27/10/2016, 10:14 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) akan segera membuat putusan tentang uji materi pasal 70 (3) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang mengatur ketentuan cuti bagi petahana. Uji materi ini diajukan oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang juga akan maju pada Pilkada DKI 2017.

Sudah lebih dari dua bulan, sidang uji materi ini berproses. Ahok menjalani sidang perdana dengan nomor perkara 60/PUU-XIV/2016 pada 22 Agustus 2016.

Saat itu, Ahok yang didampingi staf bidang hukum, Rian Ernest, memaparkan keresahannya terhadap aturan cuti bagi petahana selama masa kampanye. Ahok menginginkan kampanye berlangsung on/off.

Menurut aturan tersebut, petahana wajib cuti mulai dari 28 Oktober 2016 hingga 11 Februari 2017, atau selama masa kampanye pilkada.

"Saya cuma mengatakan yang dipaksakan cuti itu merampas hak dan ini keterlaluan bertentangan dengan UUD 1945. Saya dipilih (secara) demokratis untuk (bekerja) 60 bulan, terus kenapa saya dipaksa sampai empat bulan (cuti)," kata Ahok saat menjalani sidang perdana.

Salah satu hal yang jadi keberatan adalah waktu cuti itu berbarengan dengan masa penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah DKI Jakarta 2017.

Majelis hakim MK kemudian meminta Ahok memperbaiki teknis dokumen permohonannya. Contohnya memaparkan kerugian hak konstitusional jika tetap menjalani aturan tersebut. Setelah memasukkan permohonan dengan berbagai perbaikan, Ahok kembali menjalani sidang pada 31 Agusutus 2016.

MK akhirnya menerima uji materi yang dimasukkan Ahok.

Sidang Kedua

MK menggelar sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan anggota DPR, pada 5 September. Anggota Komisi III DPR, Sufmi Dasco Ahmad, selaku perwakilan dari DPR mengatakan bahwa gugatan uji materi yang dilakukan Ahok tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing yang kuat.

Ia menambahkan, Ahok dalam gugatan uji materi juga tidak konsisten. Sebab pada Pilkada DKI Jakarta 2012, kata Sufmi, Ahok pernah meminta Fauzi Bowo yang saat itu berstatus incumbent untuk mengajukan cuti.

"Apalagi saat Pilkada DKI Jakarta 2012, pemohon juga pernah meminta calon incumbent Fauzi Bowo untuk cuti," kata politisi Partai Gerindra tersebut.

Sementara kuasa hukum pemerintah yang diwakili Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri, Widodo Sigit Pudjianto, merekomendasikan agar MK menolak permohonan Ahok. Sebab, pemerintah khawatir hal serupa juga akan dilakukan kepala daerah lainnya jika Ahok diperbolehkan tidak cuti.

"Meminta untuk memberikan putusan, menerima keterangan pemerintah, menolak pengujian para pemohon seluruhnya atau menyatakan pengujian pemohon tidak dapat diterima," ujar Widodo.

Sidang Ketiga

Sidang uji materi dilanjutkan pada 15 September. Agendanya, mendengarkan keterangan pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, dan Ketua DPP Gerindra Bidang Advokasi Habiburokhman, yang merupakan pihak terkait perkara tersebut.

Yusril meminta hakim MK untuk tidak mengabulkan permohonan Ahok. Yusril menyebut, tidak ada pertentangan norma antara Pasal 70 ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada tentang kewajiban petahana dengan norma konstitusi Pasal 18 ayat 4 dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam pasal itu disebut bahwa pemilihan kepala daerah wajib dilaksanakan secara demokratis.

"Sebagai gubernur DKI yang potensial jadi petahana dalam Pilgub DKI 2017, apakah Pilgub DKI 2017 menjadi tidak demokratis karena pemohon saudara Basuki Tjahaja Purnama cuti? Saya tidak melihat ada logika makbul dan masuk akal dalam argumentasi yang diajukan pemohon dalam posita pemahamannya,” kata Yusril.

Senada dengan Yusril, Pembina Advokat Cinta Tanah Air (ACTA), Habiburokhman, berharap majelis hakim MK menolak gugatan uji materi yang diajukan Ahok. Habiburokhman mengatakan, akan muncul ketidakadilan jika petahana tidak diharuskan cuti selama masa kampanye.

Sidang Keempat

Sidang dilanjutkan pada 26 September dengan menghadirkan saksi ahli dari pemohon. Dua saksi ahli itu adalah mantan hakim MK, Harjono, dan pakar hukum tata negara, Refly Harun.

Harjono berargumen, hanya gubernur yang memiliki kewenangan untuk menyusun rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD). Sementara itu, Refly menjelaskan, cuti petahana selama masa kampanye seperti yang tertuang dalam pasal tersebut merugikan warga DKI Jakarta. Sebab, masyarakat menjadi tidak bisa mendapatkan pelayanan publik yang seharusnya diberikan oleh kepala daerahnya.

Pada kesempatan itu, Yusril juga mengundurkan diri sebagai pihak terkait. Sebab, Yusril batal maju dalam kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2017.

Sidang Kelima

Sidang dilanjutkan pada 6 Oktober 2016. Agendanya, mendengarkan keterangan ahli yang dihadirkan oleh Presiden Jokowi. Ahli yang diutus Presiden Jokowi, Djohermansyah Djohan, menegaskan bahwa petahana harus cuti saat masa kampanye pemilihan kepala daerah.

Djohermansyah memaparkan banyaknya calon gubernur petahana di berbagai daerah yang menggunakan kekuasaannya untuk memenangi pilkada.

"Cuti diharapkan membuat petahana bisa tahan dari abuse of power," kata Djohermansyah.

Mantan Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri itu juga menyampaikan bahwa nantinya Menteri Dalam Negeri akan memilih pejabat dari Kemendagri yang terpandang dan terbebas dari politik kepentingan untuk menjabat pelaksana tugas (Plt) gubernur selama masa kampanye.

Dalam Permendagri Nomor 74 Tahun 2016, plt gubernur diberi mandat yang lebih besar dari sebelumnya. Bahkan, bisa menandatangani Perda APBD. Hal ini sekaligus menjawab kekhawatiran Ahok terhadap keberlanjutan APBD DKI 2017.

Ahok tidak menerima pandangan Djohermansyah tersebut. Pasalnya, lanjut dia, aturan Permendagri terdahulu menyebutkan bahwa Plt Gubernur tidak berwenang mengurusi keuangan daerah.

Sidang Keenam

Sidang pada 19 Oktober merupakan sidang terakhir yang digelar MK sebelum membuat putusan. Saat itu, agendanya mendengarkan keterangan ahli dari Habiburokhman, selaku pihak terkait. Dia adalah Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta, Syaiful Bakhri.

Sama halnya dengan pihak lain, Syaiful juga meminta MK untuk menolak uji materi perkara yang diajukan Ahok.

Ada beberapa peristiwa menarik dalam persidangan tersebut. Mulai dari majelis hakim MK yang menolak permintaan pihak terkait memutarkan video Ahok ketika melakukan kunjungan kerja di Kepulauan Seribu. Kemudian ada pula anggota ACTA yang salah menyebut nama Ahok serta salah menyebut data sisa lebih penggunaan anggaran (silpa) APBD DKI 2015.

Seusai persidangan, Habiburokhman dengan anggota ACTA lainnya sempat mengejar-ngejar Ahok. Mereka ingin memberikan sebuah undangan diskusi. Namun, Ahok menolak undangan tersebut.

Penyerahan Kesimpulan

Hari Kamis (27/10/2016) ini, merupakan batas akhir penyerahan kesimpulan kepada MK. Sebelum memutuskan uji materi, majelis hakim akan meminta kesimpulan dari pemohon, pihak pemerintah, dan pihak terkait sebagai bahan pertimbangan.

Ahok mengatakan dirinya akan kembali bekerja seperti biasa jika MK mengabulkan uji materinya terkait cuti kampanye bagi petahana itu.

"Kalau MK mengabulkan permohonan saya, kalau sesuai konstitusi berarti saya balik lagi (bekerja sebagai Gubernur). (Cuti kampanye) berlaku on off," kata Ahok.

Ahok memprediksi putusan MK akan diselenggarakan awal November. Dia mengutus Rian untuk memasukkan kesimpulan kepada MK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Megapolitan
Pria di Kali Sodong Dibunuh 'Debt Collector' Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Pria di Kali Sodong Dibunuh "Debt Collector" Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Megapolitan
KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

Megapolitan
PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

Megapolitan
Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Megapolitan
'Bullying' Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

"Bullying" Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

Megapolitan
KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

Megapolitan
Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Megapolitan
Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Megapolitan
Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Megapolitan
Dishub DKI Imbau Pengelola Minimarket Ajukan Izin Perparkiran

Dishub DKI Imbau Pengelola Minimarket Ajukan Izin Perparkiran

Megapolitan
Polres Bogor Buat Aplikasi 'SKCK Goes To School' untuk Cegah Kenakalan Remaja, Apa Isinya?

Polres Bogor Buat Aplikasi "SKCK Goes To School" untuk Cegah Kenakalan Remaja, Apa Isinya?

Megapolitan
Depresi, Epy Kusnandar Tak Dihadirkan dalam Konferensi Pers Kasus Narkobanya

Depresi, Epy Kusnandar Tak Dihadirkan dalam Konferensi Pers Kasus Narkobanya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com