Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bajaj Berbenah, tetapi Terus Tersisih

Kompas.com - 31/10/2016, 16:00 WIB

Antrean bajaj kosong mengular di jalan-jalan Ibu Kota. Para sopir mengeluhkan jumlah penumpang yang terus menurun dari waktu ke waktu. Mereka menanti penataan transportasi di Jakarta.

Warnapi (58) sudah puluhan tahun menjadi sopir bajaj. Dia mulai narik pukul 05.00. Sehari-hari, ia mangkal di sekitar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Hingga hari mulai siang, pertengahan bulan lalu, baru dua penumpang yang didapatnya.

"Padahal, di sini (daerah Tanah Abang) tempat mangkal paling rame," kata pria asal Brebes, Jawa Tengah, itu.

Rata-rata pendapatannya per hari berkisar Rp 130.000-Rp 200.000, bergantung pada rute dan penumpang. Untuk rute terpendek, tarifnya Rp 10.000-Rp 15.000.

Dari pendapatannya itu, Warnapi harus membayar sewa bajaj Rp 100.000 per hari dan uang bensin Rp 20.000 sehari. Ia sering kali tak mendapatkan untung dari hasil kerjanya seharian.

Untuk mencari tambahan uang, Solis (38), yang juga sopir bajaj, kerap berkeliling di jalanan Jakarta yang jarang dilewati transportasi umum lain. Misalnya, kawasan Menteng, Jakarta Pusat, dan Cengkareng, Jakarta Barat. Sebelum berkeliling, pagi hari, dia mengantar pelanggannya di sekitar Tanah Abang.

Solis menyadari, banyaknya moda transportasi di Jakarta dengan layanan beragam membuat persaingan kian ketat. Meski begitu, ia berharap, pemerintah tetap memperhatikan nasib sopir bajaj. Walau mengusung konsep kendaraan ramah lingkungan, nyatanya slogan itu belum mampu menarik perhatian masyarakat.

"Kalau bisa, sih, kami (pelaku transportasi), tuh, ditata biar enggak rebutan sewa," kata Solis.

Sopir bajaj lainnya, Tono (54), bersedia mengikuti apa pun kebijakan pemerintah asalkan bisa menambah jumlah penumpang. Dia dan sopir lain sadar tak mampu bersaing, terutama dengan angkutan berbasis aplikasi. Selama ini pendapatan terbesarnya dari pelanggan tetap.

"Saya ingin bajaj juga diperhatikan seperti transjakarta. Saya rasanya, udah diganti jadi bajaj BBG, kok, di-diemin ya," keluhnya.

Bajaj menjadi satu-satu sumber mata pencaharian bagi Tono. Sekitar dua minggu lalu, usaha warteg milik sang istri digusur pemerintah karena tak memiliki izin lahan. Dia memiliki seorang anak yang duduk di sekolah menengah kejuruan.

Hingga 2014, sesuai data yang dikutip dari http://data.jakarta.go.id/dataset/jumlah-angkutan-lingkungan-bajaj-dki-jakarta, total masih ada 8.183 unit bajaj 2 tak, 44 unit Kancil, dan 6.197 BBG 4 tak.

Sepanjang 2015, sedikitnya 7.000 unit bajaj 2 tak yang biasa disebut bajaj oranye dimusnahkan. Hal ini seiring kebijakan DKI menyediakan angkutan publik berbahan bakar yang lebih ramah lingkungan, yaitu gas.

Penataan bajaj seiring tujuan untuk menjadikan angkutan ini menjadi moda angkutan lingkungan. Akan tetapi, hingga kini, bajaj sebagai angkutan lingkungan belum terwujud.

(C05/NEL)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 31 Oktober 2016, di halaman 26 dengan judul "Bajaj Berbenah, tetapi Terus Tersisih".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Megapolitan
Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Megapolitan
Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Megapolitan
Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Megapolitan
Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Megapolitan
Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Megapolitan
Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Megapolitan
Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Megapolitan
Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Megapolitan
Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Megapolitan
Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Megapolitan
Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Megapolitan
Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com