Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi Dinilai Keliru Gunakan Pasal 207 KUHP Terkait Kasus Ahmad Dhani

Kompas.com - 25/11/2016, 14:20 WIB
Akhdi Martin Pratama

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana, Muzakir, menilai, polisi keliru dalam menyangkakan Pasal 207 KUHP untuk kasus Ahmad Dhani. Dhani dilaporkan ke polisi karena diduga menghina Presiden Joko Widodo saat berorasi pada demo 4 November 2016.

"Pasal penghinaan terhadap presiden itu sudah direvisi oleh MK. Kalau sudah diuji di MK maka pasal penghinaan terhadap presiden ya sudah tidak ada lagi. Kalau dikenakan Pasal 207 itu keliru juga," ujar Muzakir saat dihubungi Kompas.com, Jumat (25/11/2016).

Adapun Pasal 207 KUHP berbunyi, barang siapa dengan sengaja di muka umum menghina suatu penguasa atau badan hukum akan diancam pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan.

"Pasal itu kan menyebutkan penguasa. Presiden bukan penguasa. Presiden adalah presiden," ucap dia.

Muzakir menjelaskan, dahulu ada Pasal yang mengatur tentang penghinaan terhadap Presiden atau pun Wakil Presiden. Peraturan tersebut tertuang dalam Pasal 134 KUHP. Namun, Pasal tersebut saat ini telah dihapuskan.

Pada 4 Desember 2006 Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan No. 013-022/PUU-IV/2006 telah menghapus pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Permohonan judicial review itu diajukan oleh Eggi Sudjana dan Pandapotan Lubis.

MK menilai Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya yang amat rentan manipulasi. Oleh karena itu, menurut Muzakir, jika Pasal 134 sudah dihapus, maka seyogyanya polisi tidak bisa mengenakan seseorang yang menghina presiden dengan Pasal 207 KUHP. Sebab, menurut dia, dalam pasal tersebut menyebutkan penguasa dan bukan presiden.

"Dengan menggunakan pasal 207 KUHP, berarti penyidik polisi menyamakan presiden dengan penguasa. Penguasa itu sejajar dengan Kapolsek, Kapolres, Kapolda atau Kapolri, misalnya begitu. Masa presiden disamakan dengan itu. Sebagai jabatan lho ya," kata Muzakir.

Muzakir menyampaikan, jika memang Presiden Jokowi merasa keberatan dengan perkataan Ahmad Dhani, maka harus dirinya sendiri yang melapor. Namun, dalam laporan itu, Jokowi membuat laporan seperti warga biasa dan tidak membawa embel-embel kepala negara. Jika begitu, maka polisi bisa menyertakan Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik dalam laporan tersebut.

Sama seperti saat Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono yang melaporkan Zaenal Maarif atas tuduhan pencemaran nama baik. Dalam laporan tersebut, Kata Muzakir, polisi menyangkakan Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik.

"Masa SBY pakai Pasal 310 KUHP, Jokowi pakai Pasal 207 KUHP," ucapnya.

"Polisi jadi seolah-olah mau membela presiden, tapi malah justru merendahkan martabat presiden. Marena presiden itu derajatnya tidak sama dengan penguasa . Presiden itu kepala negara. Masa presiden kepala negara dianggap penguasa. Ya keliru juga," sambungnya.

Dhani dilaporkan oleh Laskar Rakyat Jokowi (LRJ) ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya pada Senin (7/11/2016) dini hari.

Laporan yang dibuat oleh LRJ dan Projo tertuang dalam laporan polisi bernomor LP /5423/XI/2016/PMJ/Dit Reskrimum tertanggal 7 November 2016. Dalam laporan tersebut, polisi menyertakan Pasal 207 KUHP tentang Penghinaan terhadap Penguasa.

Kompas TV Ahmad Dhani Tak Penuhi Panggilan Polisi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com