Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proses Hukum Kasus Ahok Dinilai Tidak Biasa

Kompas.com - 07/12/2016, 21:21 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Semua pihak diminta untuk menghormati proses hukum kasus dugaan penistaan agama dengan tersangka Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang kini sudah sampai tahap persidangan.

Guru Besar Hukum Universitas Bengkulu Profesor Djuanda mengatakan saat ini tinggal melihat kemampuan jaksa apakah mampu membuktikan kesalahan mantan Bupati Belitung Timur itu atau tidak.

Dia mengatakan, kemungkinan Ahok bebas sangat terbuka lebar. Namun begitu, ia tak mau memprediksi putusan yang akan dijatuhkan hakim kepada Ahok.

"Kita kasih kepada proses persidangan yang ada," kata Djuanda saat dihubungi wartawan, Rabu (7/12/2016).

Peran hakim akan sangat menentukan untuk menilai bukti-bukti yang dihadirkan dalam persidangan.

"Kalau memang nanti bukti-bukti jaksa itu sangat sumir, tentu di sini peran hakim untuk memutuskannya. Ahok bisa saja bebas," katanya.

Djuanda mengakui bahwa kasus ini menjadi sorotan, karena Ahok mencalonkan diri dalam Pilkada DKI 2017.

Karena itu, dia berharap, tidak ada politisasi dalam proses penegakan hukum kasus penistaan agama tersebut.

"Kasus ini juga diuji nanti, alat bukti hingga objektifivitas hakim itu diuji," katanya.

Sehingga, Djuanda mengajak semua pihak untuk memantau kasus tersebut dari aspek hukumnya.

"Jangan dipolitisasi, kalau sudah dipolitisasi akan bias dan subyektif," kata dia. (Baca: Ahok Serahkan Urusan Kuasa Hukum kepada Adiknya)

Djuanda berharap, tak ada lagi desakan-desakan dari pihak manapun dalam proses penegakan hukum kasus Ahok.

Menurut dia, jika memang Ahok tak terbukti bersalah, sudah semestinya hakim beri putusan bebas.

"Kalau tidak cukup alat bukti ya harus dibebaskan," kata Djuanda.

Dia juga mengakui proses penyidikan hingga pelimpahan berkas ke pengadilan tidak biasanya, sangat cepat dibanding kasus hukum lainnya. Karena itu, kasus ini menjadi sorotan.

Untuk hakim, Djuanda berharap, hakim bebas dari segala intervensi manapun. Menurut dia, hakim harus merdeka dan hanya berpijak pada hukum.

"Di sini perlunya hakim objektif, independen dan merdeka dalam hukum dan keadilan," katanya.

Untuk itu, ia mengajak semua pihak untuk mendorong hakim agar bertindak profesional dalam kasus tersebut.

"Ini perkara sangat penting untuk diamati, secara hukum akan banyak efeknya. Ini juga semua dipertaruhkan termasuk integritas jaksa, kuasa hukum dan hakim," katanya. (Baca: Sidang Perkara Penistaan Agama, Polri Siapkan Pengamanan Optimal )

Persidangan kasus penistaan agama Ahok akan dipimpin lima hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Mereka adalah Ketua Majelis Hakim H Dwiarso Budi Santiarto S, dengan hakim anggota Jupriadi, Abdul Rosyad, Joseph V Rahantoan, dan I Wayan Wirjana. (Dennis Destryawan)

Kompas TV Ahok Siap Jalani Persidangan Perdana
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Selebgram Zoe Levana Bantah Tudingan Terjebak di Jalur Transjakarta Cuma 'Settingan'

Selebgram Zoe Levana Bantah Tudingan Terjebak di Jalur Transjakarta Cuma "Settingan"

Megapolitan
Kasus DBD di Tangerang Selatan Meningkat, Paling Banyak di Pamulang

Kasus DBD di Tangerang Selatan Meningkat, Paling Banyak di Pamulang

Megapolitan
'Flashback' Awal Kasus Pembunuhan Noven di Bogor, Korban Ditusuk Pria yang Diduga karena Dendam

"Flashback" Awal Kasus Pembunuhan Noven di Bogor, Korban Ditusuk Pria yang Diduga karena Dendam

Megapolitan
Ketua Kelompok Tani KSB Dibebaskan Polisi Usai Warga Tinggalkan Rusun

Ketua Kelompok Tani KSB Dibebaskan Polisi Usai Warga Tinggalkan Rusun

Megapolitan
Polda Metro: Dua Oknum Polisi yang Tipu Petani di Subang Sudah Dipecat

Polda Metro: Dua Oknum Polisi yang Tipu Petani di Subang Sudah Dipecat

Megapolitan
Pasar Jambu Dua Bogor Akan Beroperasi Kembali Akhir Juli 2024

Pasar Jambu Dua Bogor Akan Beroperasi Kembali Akhir Juli 2024

Megapolitan
PPDB SD Jakarta 2024: Kuota, Seleksi, Jalur dan Jadwalnya

PPDB SD Jakarta 2024: Kuota, Seleksi, Jalur dan Jadwalnya

Megapolitan
Larang Bisnis 'Numpang' KK Dalam Pendaftaran PPDB, Disdik DKI: Kalau Ada, Laporkan!

Larang Bisnis "Numpang" KK Dalam Pendaftaran PPDB, Disdik DKI: Kalau Ada, Laporkan!

Megapolitan
Anak-anak Rawan Jadi Korban Kekerasan Seksual, Komnas PA: Edukasi Anak sejak Dini Cara Minta Tolong

Anak-anak Rawan Jadi Korban Kekerasan Seksual, Komnas PA: Edukasi Anak sejak Dini Cara Minta Tolong

Megapolitan
Ditipu Oknum Polisi, Petani di Subang Bayar Rp 598 Juta agar Anaknya Jadi Polwan

Ditipu Oknum Polisi, Petani di Subang Bayar Rp 598 Juta agar Anaknya Jadi Polwan

Megapolitan
Polisi Periksa Selebgram Zoe Levana Terkait Terobos Jalur Transjakarta

Polisi Periksa Selebgram Zoe Levana Terkait Terobos Jalur Transjakarta

Megapolitan
Polisi Temukan Markas Gangster yang Bacok Remaja di Depok

Polisi Temukan Markas Gangster yang Bacok Remaja di Depok

Megapolitan
Polisi Periksa General Affair Indonesia Flying Club Terkait Pesawat Jatuh di Tangsel

Polisi Periksa General Affair Indonesia Flying Club Terkait Pesawat Jatuh di Tangsel

Megapolitan
Progres Revitalisasi Pasar Jambu Dua Mencapai 90 Persen, Bisa Difungsikan 2 Bulan Lagi

Progres Revitalisasi Pasar Jambu Dua Mencapai 90 Persen, Bisa Difungsikan 2 Bulan Lagi

Megapolitan
Pemerkosa Remaja di Tangsel Mundur dari Staf Kelurahan, Camat: Dia Kena Sanksi Sosial

Pemerkosa Remaja di Tangsel Mundur dari Staf Kelurahan, Camat: Dia Kena Sanksi Sosial

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com