Kepada polisi, Naman mengaku aksi menghadang Djarot itu spontan karena tidak suka kepada calon gubernur petahana atau Ahok.
Kasus itu masuk ke persidangan pada 13 Desember 2016. Setelah sekitar delapan hari sidang, Naman akhirnya divonis bersalah oleh mejelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Naman divonis dua bulan penjara dengan masa percobaan empat bulan. Ketua Majelis Hakim Masrizal menyatakan, Naman terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penghadangan kampanye.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama dua bulan penjara. Menetapkan pidana tersebut tidak usah dijalani," kata Masrizal.
Jika dalam masa percobaan empat bulan itu Naman melakukan tindak pidana yang sama atau tindak pidana lain, ia akan menjalani putusan penjara yang dua bulan tersebut.
Atas putusan tersebut, Naman menyatakan pikir-pikir mengenai putusan hakim. "Saya masih minta waktu Pak," ujar Naman.
Naman tetap yakin dirinya tidak bersalah. "Itu pandangan majelis hakim, tapi kronologisnya saya tidak bersalah," kata Naman, seusai persidangan.
Naman menyatakan, dia tidak anarkis saat kejadian dan tidak ikut meneriakan yel-yel. Naman juga membantah sebagai komandan massa yang berdemo saat itu. "Saya cuma tukang bubur," kata Naman.
Pengacara Naman, Abdul Haris Ma'mun menyatakan putusan majelis tidak sesuai dengan fakta di persidangan. "Karena (Naman) enggak pernah mengacaukan. Karena kampanye Pak Djarot sudah selesai di situ," kata Abdul.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.