Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Ingat! Sekolah Ini Akan Ditutup jika Terjadi Kekerasan"

Kompas.com - 12/01/2017, 08:10 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - "Ingat! Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan," bunyi sebuah pesan yang dipasang di salah satu dinding asrama putra di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta.

Ironisnya, pesan yang terpampang dalam balutan bingkai berwarna emas itu hanya berjarak kurang dari 25 meter di kamar tempat terjadinya penganiayaan terhadap Amirulloh Adityas Putra (19), taruna tingkat 1 sekolah pelayaran itu, yang tewas dianiaya seniornya.

Pesan anti-kekerasan ini sebenarnya tak hanya satu saja yang terpasang, tapi bisa dijumpai di cukup banyak sudut dan tempat.

Saat masuk dan menginjakkan kaki di gedung depan STIP bercat biru yang berbatasan langsung dengan lapangan, pemandangan ke depan menyuguhkan spanduk biru besar dengan pesan tulisan dengan huruf kapital berwarna merah "Pelaku Tindak Kekerasan / Pemukulan Akan Dikeluarkan Dari STIP".

Dari lapangan upacara STIP tersebut itu pun, spanduk dengan tulisan yang sama bisa dilihat digantungkan di dinding belakang gedung depan. Pesan lebih jelas lagi ada di sebuah tugu memorial yang berdiri di halaman kecil di dalam kampus STIP Jakarta.

Tugu bercat hitam dan putih itu untuk mengingatkan kasus kekerasan yang pernah terjadi di lembaga pendidikan itu. "Hindari Tindak Kekerasan Agar Tidak Terulang Lagi Peristiwa 12 Mei 2008 Yang Mengakibatkan Taruna Agung Bastian Gultom Meninggal Dunia," bunyi pesannya.

Masih ada lagi sebenarnya peringatan anti-kekerasan yang lainnya, yaitu di tulisan berjalan yang muncul di LED yang digantung di lorong menuju asrama.

Namun, apa daya peringatan tersebut, ternyata kekerasan tetap terjadi, ketika Amirullah harus tewas di tangan seniornya, sedangkan lima rekannya AF, IW, BBP, JS, dan BS luka memar. (Baca: Jejak Kekerasan di STIP dalam Kurun Waktu 10 Tahun)

Kejadian berulang

Kasus kekerasan di STIP sebenarnya bukan kali pertama terjadi. Berikut catatan yang dapat dirangkum:

1. 12 Mei 2008, taruna Agung Bastian Gultom meninggal dunia. Kematian Agung sempat disebut kelelahan karena mengikuti latihan pedang pora oleh pihak STIP menyambut Agustusan.

Namun, polisi melihat ada kejanggalan dan mendesak keluarga memperbolehkan jenazah Agung untuk diotopsi. Selain itu, ada taruna lain yang mengaku bahwa dianiaya bersama Agung. Pihak keluarga mengizinkan makam Agung di Mabad Jerawat, Tandes, Surabaya, Jawa Timur, dibongkar polisi.

Jenazah Agung diotopsi tim dokter Rumah Sakit Dokter Soetomo, Surabaya. Hasilnya, ada luka memar di dada dan muka. Kepala bagian belakang mengalami pendarahan. Levernya rusak.

Korban lainnya antara lain, P, T, D, E, dan V. Para pelaku yang diduga menganiaya Agung adalah Las, Nug, Ant, Ang, Put, Ha, Ma, Kar, Rif, dan Har. Polisi menetapkan empat tersangka, tiga di antaranya divonis bersalah oleh pengadilan.

2. Di tahun 2008, tepatnya bulan November, kekerasan di STIP kembali terulang. Jegos (19), taruna tingkat pertama, dianiaya oleh taruna senior hingga gegar otak. Kekerasan ini dilatari Jegos tak kunjung mencukur rambut setelah diingatkan.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

Megapolitan
Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Megapolitan
Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com