JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komite Pemilih Indonesia, Jerry Sumampouw, mengatakan ada lima kesulitan yang sering ditemukan dalam upaya membuktikan politik uang. Adapun politik uang dia sebut sebagai kejahatan yang sering terjadi pada masa pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah (pilkada).
Kesulitan pertama dalam mengungkap praktik politik uang, kata Jerry, adalah pelaku yang bukan berasal dari tim pemenangan resmi pasangan calon.
"Jadi kalau pun tertangkap tangan, dia bisa berkilah bukan tim sukses kita, karena namanya tak ada dalam daftar timses," kata Jerry, di kantor Partai Solidaritas Indonesia, Jakarta Pusat, Senin (13/2/2017).
(Baca: PSI Janji Berikan Rp 20 Juta untuk Laporan Politik Uang yang Terbukti)
Dengan demikian, temuan politik uang tak mudah dilibatkan dengan pasangan calon sehingga sanksi tak bisa langsung diberikan kepada paslon.
Kesulitan kedua adalah rendahnya partisipasi masyarakat dalam melaporkan politik uang.
"Kalau tidak pernah dilaporkan, memang repot, apalagi kalau panwas atau Bawaslu tak menemukan secara langsung," ujar Jerry.
(Baca: Bawaslu Diminta Peka dengan Ragam Politik Uang)
Kesulitan ketiga, kata Jerry, adalah silang pendapat instansi di sentra penegakan hukum terpadu, yang terdiri dari Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan.
"Kadang-kadang diskusi di antara mereka (kasus) kadaluarsalah, karena (maksimal penangan) butuh 14 hari kan. Ini jadi satu soal," ucap dia.
Lalu keempat, adalah sulitnya pembuktian karena jarang ada warga yang bersedia menjadi saksi terkait kasus dugaan politik uang. Selama ini warga hanya hanya datang memberikan laporan ke panwaslu tetapi tidak mengikuti proses selanjutnya.
"Ketika dia mau jadi saksi belum tentu mau, karena risiko panjang. Kami tahu perlindungan saksi di Indonesia masih kurang," kata Jerry.
Kesulitan terakhir adalah definisi dari politik uang saat di pengadilan.
"Belum lagi kasus di pengadilan apakah ini kampanye politik uang atau biaya politik," kata Jerry.