Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Cipinang Kehilangan Kebun Pendampingnya

Kompas.com - 27/02/2017, 18:00 WIB

Sungai Cipinang tak banyak terdengar di masa lampau. Literatur sungai ini pun minim. Nama Cipinang baru muncul sejak tahun 1980-an lantaran banjir dari sungai ini kerap merendam permukiman warga, terlebih sebelum Kanal Timur dioperasikan tahun 2010.

Ketidakpopuleran nama Sungai Cipinang di masa lalu kemungkinan besar karena efek banjir dari sungai ini yang tak kentara. Limpasan air sungai saat itu mungkin "hanya" membanjiri hamparan pepohonan, rawa, atau sawah.

"Seingat saya, di pinggir Sungai Cipinang ini banyak kebun atau rumpun pohon bambu," kenang Jeanette Kumontoy (58), Minggu (26/2/2017).

Sejak 1970-an, ia tinggal di Cipinang Jaya, Kecamatan Cipinang Besar Selatan, Jakarta Timur. Meski banyak pepohonan di tepi Sungai Cipinang, ia tak melihat pohon pinang di sana.

Rumah Jeanette hanya berjarak sekitar 200 meter dari Sungai Cipinang. Sungai itu sangat lebar dan aliran airnya deras. "Suara aliran sungai terdengar sampai rumah saya," ucapnya.

Minah (57) juga masih ingat hijaunya sekitar Sungai Cipinang. Sawah dan kebun menghampar di lokasi yang kini jadi RW 004 Kelurahan Ciracas, Jakarta Timur, itu. Aneka pohon besar, seperti pohon jambu, juga hidup di sana. Belum banyak rumah kala itu.

Ia pun masih merasakan sungai yang jernih di masa kecilnya. "Ikan kecil-kecil banyak di sungai," ujar Minah yang tinggal sekitar 200 meter dari tepi kali.

Perlahan-lahan, Ciracas mulai diminati sebagai tempat tinggal. Lahan-lahan di tepian Sungai Cipinang pun beralih fungsi.

Kini, lokasi di sekitar tempat tinggal Minah sudah dipadati rumah. Ada pula pabrik yang berlokasi kurang dari 1 kilometer dari tepian sungai. Tidak ada lagi hamparan sawah atau kebun yang luas. Warna sungai pun mulai kecoklatan.

Marsidi (46), warga Kampung Rambutan, Jakarta Timur, mengingat, di kiri-kanan sungai dulu banyak pohon bambu, kapuk, dan kelapa. Kini jejak pohon itu kian sulit ditemui.

Bukan fokus

Restu Gunawan, penulis buku Gagalnya Sistem Kanal (2002), mengatakan, kajian ilmiah atau riwayat Sungai Cipinang tidak ditemukan dalam buku yang dibuat pada zaman kolonial ataupun sekitar masa itu. Diduga, Sungai Cipinang tidak menjadi fokus perhatian pemerintah kolonial. Bisa jadi karena sungainya kecil atau wilayah sekitar didominasi rawa dan sawah.

Sungai Cipinang baru mendapat perhatian justru pada awal 1980-an, ketika permukiman mulai sering kebanjiran akibat meluapnya air Kali Cipinang.

Asal-usul nama Cipinang pun tidak diketahui pasti. Kalau dari toponimi, lanjut Restu, Cipinang berasal dari kata ci atau cai yang artinya air dan pinang. Pinang adalah nama tumbuhan yang subur di barat Pulau Jawa. Kemungkinan, banyak pohon pinang tumbuh di sekitar sungai itu. Namun, hal ini masih membutuhkan penelitian mendalam.

(Ratih P Sudarsono/Helena F Nababan/Agnes Rita Sulistyawaty)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 Februari 2017, di halaman 27 dengan judul "Saat Cipinang Kehilangan Kebun Pendampingnya".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com