JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) Ade Irfan Pulungan menilai ada kejanggalan dalam penundaan sidang tuntutan kasus dugaan penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menunda sidang tuntutan Ahok pada 20 April 2017 atau setelah Pilkada DKI Jakarta yang jatuh pada tanggal 19 April 2017.
"Diberi waktu lima jam, alasannya pengetikan. Diberi waktu satu minggu, dari Selasa ini, juga bertele-tele ucapan Pak Ali Mukartono sebagai koordinator JPU (jaksa penuntut umum). Saya rasa ini ada sesuatu yang terjadi di internal JPU atau Kejaksaan," kata Ade kepada Kompas.com usai sidang ke-18 di auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (11/4/2017).
Baca: Pembacaan Tuntutan Ditunda, Ahok Merasa Dirugikan
Menurut Ade, alasan JPU tidak siap dengan pembacaan tuntutan hari ini, yakni belum selesai mengetik surat tuntutan, sebagai hal yang mengada-ada. Ade turut menyinggung pernyataan Ali yang pada sidang pekan lalu menyanggupi penyusunan surat tuntutan selama seminggu.
"Kami tidak menginginkan JPU berpihak atau di bawah tekanan terhadap pembacaan tuntutan dia," tutur Ade.
Secara terpisah, anggota tim advokasi GNPF-MUI Nasrullah Nasution berpandangan sama dengan Ade. Nasrullah bahkan menyayangkan Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto yang pada akhirnya menunda sidang pembacaan tuntutan 20 April 2017 mendatang.
"Tidak perlu ada kekhawatiran akan masalah keamanan dan seterusnya. Persidangan itu agendanya tuntutan, bukan putusan. Jadi tidak perlu khawatir pihak-pihak yang punya kepentingan," ujar Nasrullah.
Baca: Jaksa: Penundaan Sidang Ahok Setelah Pilkada Didasari Dua Pertimbangan
ACTA dan GNPF-MUI merupakan pelapor dalam kasus dugaan penodaan agama oleh Ahok. Mereka kini akan mengevaluasi penundaan sidang tuntutan terhadap Ahok untuk menentukan langkah selanjutnya, apakah akan meminta penjelasan lagi dari penuntut umum dan kejaksaan atau menempuh langkah lain.