Dwiarso kembali menawarkan jaksa untuk dapat membacakan surat tuntutan pada persidangan 17 April. Ali kembali tak dapat menyanggupinya.
Dwiarso mengatakan, penundaan ini membuat pihak penasihat hukum dan anggota majelis hakim menjadi rugi. Pasalnya, banyak perkara lain yang juga harus ditangani oleh majelis hakim dan penasihat hukum maupun jaksa.
"Jangan sampai dikira masyarakat, kami menganakemaskan perkara ini. Selama menjadi hakim, saya tidak pernah menunda pembacaan tuntutan sampai dua minggu," kata Dwiarso.
Mendengar perdebatan hakim dan jaksa yang tak berujung itu, Ketua Tim Advokasi Bhinneka Tunggal Ika-BTP atau tim kuasa hukum Ahok, Trimoelja D Soerjadi, menyarankan agar pembacaan tuntutan dilakukan pada Kamis (20/4/2017), atau satu hari setelah pemungutan suara putaran kedua Pilkada DKI Jakarta 2017 pada 19 April.
"Kalau Anda menghendaki (pembacaan tuntutan) tanggal 20 April, (waktu penyusunan) pembelaan saudara terpotong, berarti tanggal 25 April pembacaan pleidoi. Silakan Anda siapkan dulu (pleidoi)," kata Dwiarso.
Kemudian Dwiarso kembali menawarkan kepada jaksa untuk dapat menyelesaikan penyusunan surat tuntutan pada hari itu juga. Hakim menyediakan waktu hingga pukul 00.00 untuk jaksa menyelesaikan ketikan surat tuntutan.
"Dari sisi materi, kami tidak dapat menyelesaikannya (penyusunan surat tuntutan) hari ini. Saya tertarik dengan apa yang disampaikan oleh penasihat hukum (untuk dapat membacakan surat tuntutan pada 20 April)," kata Ali.
Kemudian, Dwiarso berunding dengan anggota majelis hakim lainnya. Pada akhirnya, dia menunda persidangan pembacaan tuntutan JPU hingga 20 April 2017.
Ya, sidang yang selesai pada pukul 09.15 itu hanya berisi penjelasan soal ketidaksiapan jaksa serta tawar menawar terkait waktu pembacaan tuntutan terhadap Ahok.
Massa kontra Ahok kecewa
Penundaan pembacaan tuntutan oleh jaksa itu membuat massa kontra Ahok yang memadati ruang persidangan menjadi kecewa. Mereka keluar ruang persidangan sambil menyerukan kekecewaan kepada jaksa.
Berdasarkan pantauan, pengunjung sidang yang berasal dari Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI, Front Pembela Islam (FPI), dan Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) terlihat lebih banyak jumlahnya pada persidangan kemarin dibanding sebelumnya.
"Huu.. Sandiwara. Pecat aja tuh jaksanya," kata seorang pengunjung kontra Ahok, sambil keluar ruang persidangan.
Kemudian ada pengunjung lainnya yang berteriak agar Ahok dapat dituntut hukuman penjara lima tahun. Ada pula yang menilai jaksa amatir dan menuding persidangan sudah diatur.
"JPU masuk angin," kata seorang pengunjung lainnya.