"Saudara kami bilang, kami kalau salah menerjemahkan juga enggak ketahuan. Padahal enggak, kami kan ada yang mengawasi juga," tambah Edik.
(baca: KPU DKI Puas dengan Pertanyaan Komunitas Masyarakat dalam Debat)
Sulit terjemahkan singkatan
Selama debat, Edik, Pinky, dan Sasanti sepakat salah satu kesulitan mereka adalah menerjemahkan akronim atau singkatan baru.
"Kesulitan kalau tiba-tiba muncul akronim," ujar Sasanti.
Edik mengatakan program pasangan calon Anies Baswedan-Sandiaga Uno seperti OK-OCE, OK-Oce Mart, OK-OCare, dan OK-Otrip, sempat membuat mereka kebingungan. Sebelum tampil, biasanya mereka diberikan acuan kata-kata sulit apa yang mungkin akan keluar.
Namun debat putaran kedua yang digelar KPU DKI berbeda. Isi debat seperti sosok panelisnya masih dirahasiakan sehingga mereka pun tidak tahu bocoran kata sulit apa saja yang akan keluar.
"Tadi lagi Pak Djarot bilang RPTRA, lalu BPHTB," ujar Edik.
"Ada juga kata musrenbang tadi ya contohnya," kata Sasanti.
"Waktu Pak Djarot bilang KUA itu, aku pikir KUA tempat menikah, ucap Pinky menimpali.
Kesulitan lain terkait gaya bicara masing-masing pasangan calon. Edik mengatakan calon gubernur nomor urut dua, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, bicara dalam tempo yang sangat cepat.
Sementara calon gubernur nomor urut tiga, Anies Baswedan, berbicara dengan menggunakan banyak kata kiasan. Mereka harus menyesuaikan agar hasil terjemahan pas dengan maksud tiap paslon.
Mereka juga tidak menerjemahkan kata per kata. Mentor mereka, Herman, mencoba berpendapat juga mengenai hasil terjemahan bahasa isyarat yang baik.
"Penerjemah dulu selalu mengikuti kata per kata, orang ngomong harus diikuti persis. Para tuli pada bosan dan enggak mengerti. Tuli itu senang yang tepat, disingkat saja, bahasa isyaratnya harus tepat," ujar Pinky, menerjemahkan apa yang disampaikan Herman.
Debat sudah selesai. Namun mereka bertiga sudah memiliki segudang kegiatan menerjemah bahasa isyarat lagi. Mereka bertiga mengemasi barang bawaan dari ruang rias untuk bersiap-siap pulang.
"Tapi yang kami tunggu sebenarnya whatsapp berisi respons dari mereka (penyandang tuna rungu), supaya tahu apakah kami sudah cukup jelas dan clear. Itu lebih kepada mijatin otak kita sih," ujar Edik.