Ingin terus bekerja
Ia sebenarnya sudah dipaksa oleh anak-anaknya untuk kembali ke kampung halamannya, di Kampung Garon, Kabupaten Bekasi, namun Nur Khalik melawan dan ingin terus bekerja. Nur Khalik memiliki 10 anak dari istri pertama, anak tertua berusia 70 tahun dan yang paling bungsu berusia 30 tahun. Tiga dari 10 anaknya sudah meninggal.
Dari istri keduanya, Nur Khalik mendapat empat anak tiri. Istri dan anaknya tinggal di rumah mereka di Kampung Garon, Bekasi, Jawa Barat.
Nur Khalik tinggal di Ciputat bersama dua anaknya yang bekerja sebagai pemulung. Mereka tinggal di gubuk beratap dan berdinding seng berukuran sekitar 3x5 meter.
Bos pengepul barang bekas sekaligus pemilik lahan membiarkan tanahnya ditinggali oleh anak buahnya. Nur Khalik yang tidak memulung juga dibolehkan tinggal, cukup membayar uang listrik saja tiap bulannya.
Di gubuk sempit itu hanya ada tumpukan barang-barang pribadi, meja berisi piring gelas, kasur dengan kelambu, dan kipas angin. Kasur kapuk yang digunakan Nur Khalik didapatnya dari tempat pemulungan.
Beberapa mahasiswa UIN Syarifhidayatullah berbaik hati dua hari lalu membawakan sprei untuk mengalasi kasur itu.
"Lah biasa pake kardus jelek juga udah pules tidurnya, ini dikasih kasur lagi," ungkap Nur Khalid.
Profesi berjualan abu gosok ini sudah dikerjakannya sejak 50 tahun lalu. Abu gosok dari kampung mengantarkannya ke Ibu Kota. Nur Khalik pertama bermukim di Pondok Ranji, Tangerang Selatan puluhan tahun lalu ketika abu gosok masih dibutuhkan.
Dia masih mengingat nama bos-bosnya yang sudah meninggal. Nur Khalik memang selalu "ikut" dengan bos pengepul barang bekas.
Ia berpindah-pindah tempat, namun biasanya tidak pernah jauh dari Tangerang Selatan, tempat dia pertama keluar dari kampungnya.
Setiap pekannya, Nur Khalik mendapat sekarung abu gosok untuk dijual. Abu yang dijual per kantong itu laku Rp 3.000 hingga Rp 10.000. Balon karet anak-anak juga dibelinya di warung, untuk kemudian dipompa dan dijual di sekitar kawasan UIN.