JAKARTA, KOMPAS.com - Pada 2013, Suku Dinas Pekerjaan Umum (Sudin PU) Tata Air Jakarta Barat melaksanakan program refungsionalisasi sungai/kali dan saluran penghubung yang merupakan salah satu bagian dari proyek pemeliharaan dan operasional infrastruktur pengendali banjir.
Program tersebut dikerjakan dalam bentuk pemeliharaan infrastruktur saluran lokal, pemeliharaan saluran drainase jalan, pengerukan dan perbaikan saluran penghubung, serta refungsionalisasi sungai/kali dan penghubung.
Pada tahun yang sama, ditemukan bukti tak beresnya pelaksanaan program ini mulai dari perencanaan hingga pelaksanannya.
Melalui ketetangan sejumlah saksi, ditemukan bahwa proses penganggaran APBD-P tahun 2013 dalam kegiatan refungsionalisasi sungai/kali ini tanpa perencanaan. Indikasi korupsi pun menguat.
Hingga akhirnya, sejumlah nama pejabat DKI dan pejabat kota administrastif terseret dalam kasus dugaan korupsi penertiban refungsionalisasi atau normalisasi sungai/kali dan saluran penghubung senilai Rp 66,6 miliar. Diduga, kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 4,8 miliar.
Korupsi berjemaah
Saat itu kasus dugaan korupi tersebut menyeret sejumlah nama penting, seperti Walikota Jakarta Barat Fatahillah (yang kemudian menjabat sebagai Asisten Bidang Kesejahteraan Rakyat (Askesra) Sekretariat Daerah Pemprov DKI Jakarta) dan Assiten Pembangunan Pemkot Administrasi Jakarta Barat (yang kemudian menjabat sebagai Sekretaris Kota Jakbar) Asril Marzuki.
Keduanya kemudian ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus itu. Kasusnya kemudian disidangkan.
(Baca juga: Jeratan Korupsi dan Konsekuensi Dicopotnya Jabatan bagi PNS DKI...)
Berdasarkan surat dakwaan Fatahillah dan Asril, selain mereka, ada sejumlah nama lain yang diduga menerima uang haram tersebut di antaranya:
Paris Limbong, Camat Menteng, Jakarta Pusat yang juga mantan camat Taman Sari; Kasudin Sosial Jakarta Selatan Mursidin (mantan camat Kebon Jeruk); Deni Ramdani, Assisten Pemerintahan (mantan camat Grogol Petamburan); Junaidi, mantan camat Cengkareng; dan Agus Triyono, mantan Camat Palmerah.
Sementara itu, terhadap pejabat dua kecamatan lainnya, yakni Kalideres dan Kembangan, pemberian uang dilakukan beberapa kali setelah penyerahan kepada para camat ini.
"Mereka diketahui menerima setelah melakukan rapat di Kantor Satpol PP Jakarta Barat. Masing-masing Rp 100 juta untuk mantan Camat Kalideres, Ahmad Yala dan Bendahara Kecamatan Kembangan, Hamidah," ujar Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, Reda Manthovani, Senin (7/8/2017).
Surat dakwaan juga menyebutkan adanya aliran dana ke Kepala Satpol PP Jakbar kala itu sejumlah Rp 250 juta yang diberikan melalui stafnya.
Uang tersebut juga diduga mengalir ke mantri satpol PP tingkat kecamatan, masing-masing Rp 10 juta.
Tak hanya itu, hasil korupsi ini juga diduga diberikan kepada Wakil Walikota Jakarta Barat, Seko Jakarta Barat, Kabag Keuangan, Kepala Kantor Perencanaan Kota, staf kantor perencanaan dan Irbanko yang diserahkan langsung oleh Kasie Perencanaan Sudin Tata Air Jakarta Barat, Santo. "Masing-masing menerima Rp 50 juta kala itu," kata Reda.