JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi A DPRD DKI Jakarta mengevaluasi penggunaan anggaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selama lima tahun terakhir bersama satuan kerja perangkat dinas (SKPD). Evaluasi itu akan menjadi laporan pertanggungjawaban akhir masa jabatan Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat.
Serapan anggaran beberapa SKPD rendah pada 2015. Ketika itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menggunakan peraturan gubernur bukan peraturan daerah.
"Bisa enggak kita simpulkan kalau serapan rendah karena APBD menggunakan pergub? Saya punya alasan kuat, kalau pergub pasti penyerapannya rendah," ujar Koordinator Komisi A DPRD DKI Jakarta, Mohamad Taufik, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Selasa (19/9/2017).
Taufik mengatakan dia tidak menyalahkan pihak tertentu karena APBD saat itu menggunakan pergub.
(baca: Ahok: Serapan APBD Rendah karena Pegawai Takut Gunakan Anggaran)
Sementara itu, Asisten Sekretaris Daerah bidang Pemerintahan Bambang Sugiono tidak setuju dengan kesimpulan Taufik.
"Apakah karena pergub? Belum tentu, perlu ada penelitian. Menurut saya karena keterlambatan saja, bukan karena pergubnya," ujar Bambang.
Pengesahan APBD DKI 2015 memang paling rumit pada periode pemerintahan kali ini. DPRD DKI Jakarta dan Pemprov DKI Jakarta berselisih pendapat.
Sebab, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang dulu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta mengirim draf APBD bukan hasil pembahasan dengan DPRD DKI.
Pembahasan APBD ketika itu deadlock sampai batas waktu terakhir yang diberikan Kementerian Dalam Negeri. Akhirnya APBD tidak menggunakan perda melainkan pergub dan waktu pengesahannya pun sudah jauh terlambat.
Menurut Bambang, bukan pergub APBD yang membuat serapan rendah melainkan karena pengesahannya yang terlambat.
"Menurut saya karena keterlambatan proses itu sehingga anggaran tidak terserap," ujar Bambang.