Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Janji Sandiaga Tolak Reklamasi Teluk Jakarta yang Tidak Transparan

Kompas.com - 19/10/2017, 06:59 WIB
Alsadad Rudi

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik proyek reklamasi di Teluk Jakarta terus berlanjut. Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menegaskan pihaknya masih berkomitmen menghentikan megaproyek tersebut.

Menurut Sandiaga, proyek tersebut tidak transparan, khususnya soal kajian manfaat untuk masyarakat dari keberadaan pulau-pulau reklamasi. Salah satu yang dia soroti adalah klaim bahwa keberadaan pulau reklamasi akan menciptakan banyak lapangan kerja.

Sandi meragukan klaim pemerintah itu karena hingga saat ini tidak ada kajian berapa banyak lapangan kerja yang akan tersedia jika banyak properti di atas pulau reklamasi.

"Saya tanya satu hal saja belum ada jawaban yang pasti. Lapangan kerja berapa yang diciptakan di sana dan lapangan kerja model apa yg dicipiptakan kajiannya belum ada," kata Sandi saat ditemui di Cawang, Jakarta Timur, Rabu (18/10/2017).

(baca: Anies yang Masih Irit Bicara soal Reklamasi Meski Sudah Dilantik...)

Sandi melontarkan keraguan itu usai berkunjung ke SDN 07 Pagi Cawang. Pada kesempatan itu, Sandi juga meragukan keberadaan pulau reklamasi bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat Jakarta secara umum.

"Untuk siapa tempat itu? Untuk anak-anak inikah? Bagaimana pendidikan? apakah sarana pendidikan yang kami lihat di sini, gedung-gedung yang reyot akan terbantukan kepentingan segelintir orang. Kami memimpin untuk semua, bukan untuk segelintir orang," kata Sandi.

Penghentian proyek reklamasi merupakan satu janji kampanye Anies Baswedan dan Sandiaga Uno pada Pilkada DKI Jakarta 2017.

Namun di sisi lain, belum lama ini Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mencabut moratorium izin reklamasi Pulau C, D, dan G di Teluk Jakarta. Artinya, pengembang-pengembang itu dapat kembali melanjutkan aktivitas reklamasi Teluk Jakarta.

Sandi sudah menyatakan dalam waktu dekat akan menemui Luhut untuk membahas masalah tersebut. Keinginannya itu bahkan sudah ia sampaikan ke Presiden Joko Widodo.

"Pak Jokowi habis melantik kami kemarin sedang persiapkan ketemu karena banyak isu yang kami ingin bicarakan," ujar Sandi.

(baca: Kata Luhut, Sandiaga Dua Kali Batalkan Janji Bertemu Bahas Reklamasi)

Keberadaan proyek reklamasi di Teluk Jakarta telah menimbulkan polemik sejak lama. Proyek ini dinilai telah merusak ekosistem laut dan merugikan penghidupan nelayan, tak cuma di Jakarta, tapi juga di Banten karena pasir untuk reklamasi diambil dari sana.

Pada Rabu kemarin, ratusan nelayan dari Desa Lontar, Kabupaten Serang dilaporkan berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Banten di Serang. Mereka menuntut Pemprov Banten tidak lagi mengeluarkan izin untuk penambangan pasir laut di perairan Banten sebagai bahan baku reklamasi di Teluk Jakarta.

Sehari sebelumnya, Luhut menjanjikan satu dari belasan pulau hasil reklamasi di Teluk Jakarta akan diperuntukkan bagi nelayan. Dalam hal ini, pulau itu akan dijadikan khusus sebagai perkampungan nelayan.

"Ya bisa saja nanti salah satu pulau untuk kampung nelayan," kata Luhut, di Kantor Kemko Maritim, Selasa (17/10/2017).

Reklamasi di Teluk Jakarta akan terdiri dari 17 pulau buatan.

Saat ini ada tiga pulau yang sudah jadi, yakni Pulau C, D, dan N. Dari ketiganya, pulau yang sudah difungsikan adalah Pulau N yang digunakan untuk Pelabuhan Tanjung Priok, sedangkan Pulau C dan D masih dipermasalahkan karena dinilai ada pelanggaran Amdal yang dilakukan pengembang PT Kapuk Naga Indah (anak perusahaan PT Agung Sedayu).

Pelanggaran serupa juga dinilai telah dilakukan oleh PT Muara Wisesa Samudera (anak perusahaan PT Agung Podomoro) dalam pembangunan Pulau G.

Kondisi inilah yang menyebabkan pembangunan pulau yang baru setengah jadi itu tidak bisa dilanjutkan setelah adanya keputusan moratorium tahun lalu.

Namun, Luhut menyatakan para pengembang Pulau C, D dan G sudah menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Karena itu, ia menegaskan pemerintah pusat tetap tidak akan mengubah keputusan pencabutan moratorium reklamasi Teluk Jakarta. Sebab, kata dia, rencana tersebut telah sesuai dengan payung hukum dan kajian yang sudah ada.

Menurut Luhut, hal tersebut juga sudah berdasarkan atas Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

"Kami mencabut karena sudah semua mereka (pengembang) penuhi. Studi itu juga sudah kita lakukan kesekian kali. Misalnya rekayasa listrik, gimana caranya biar enggak panas. Ini yang terlibat banyak, Korea, Belanda, Jepang, PLN, Pertamina. Jadi tak ada alasan lagi kenapa harus tidak dicabut," kata Luhut.

Luhut menegaskan, jika Anies-Sandi ingin mengubah peruntukan Pulau Reklamasi yang suda ada, harus mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur.

"Itu panduan untuk pengembangannya mau buat apa. Ini Perpres yang buat Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), Pak Jokowi belum keluarin Perpres soal Reklamasi," ujar Luhut.

Kompas TV Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan berharap gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang baru dilantik, untuk segera membahas reklamasi pantai Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

BOY STORY Bawakan Lagu 'Dekat di Hati' Milik RAN dan Joget Pargoy

BOY STORY Bawakan Lagu "Dekat di Hati" Milik RAN dan Joget Pargoy

Megapolitan
Lepas Rindu 'My Day', DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Lepas Rindu "My Day", DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Megapolitan
Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Megapolitan
Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Megapolitan
Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Megapolitan
Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com