JAKARTA, KOMPAS.com - Para pedagang di sekitar kawasan Kota Tua yang direlokasi ke lokasi binaan di Taman Kota Intan, Jakarta Barat, mengeluhkan sepinya pengunjung yang datang dan berbelanja ke lokasi binaan.
Menurut perwakilan pedagang di lokasi binaan Taman Kota Intan, Choirul Umam, beberapa pedagang telah mendatangi Balai Kota DKI Jakarta untuk menyampaikan keluhannya pada Gubernur DKI Anies Baswedan dan Wakilnya Sandiaga Uno.
Pedagang berharap Anies atau Sandiaga melihat langsung sepinya lokasi binaan di Taman Kota Intan yang diresmikan sejak 5 Oktober 2017 tersebut.
"Sampai saat ini keluhan kami belum direspon, pak Anies dan pak Sandi juga belum ada yang datang ke sini," kata Choirul kepada Kompas.com, Selasa (21/11/2017).
Baca juga : Pedagang Lokbin Taman Intan: Kami Ini Dibina atau Dibinasakan?
Padahal, kata Choirul, pada saat Pilkada DKI, mayoritas pedagang memilih pasangan Anies-Sandi dengan harapan bisa memperbaiki ekonomi menjadi lebih baik.
"Waktu pilkada kami pilih mereka, harapannya ya itu supaya hidup kami lebih baik lah, tapi kenyataannya masih begini," ucapnya.
Choirul berharap, kondisi lokasi binaan jauh lebih baik setelah kedatangan Anies atau Sandiaga. Saat ini, Choirul menyebut lokasi binaan seperti segan hidup namun mati pun tak mau.
Saat ditanya terkait kedatangan para pedagang ke Balai Kota pada Senin (20/11/2017) kemarin, Choirul menuturkan bahwa mereka adalah PKL liar yang meminta kelonggaran waktu berjualan di atas trotoar dari yang tadinya mulai pukul 22.00 WIB menjadi pukul 17.00 WIB.
"Itu PKL liar, bukan dari kami, kalau kami semuanya tertib, hanya meminta lokasi ini diperbaiki supaya orang yang kesini tahu," ucapnya.
Akibat sepinya pengunjung ke lokbin Taman Intan
Dian, seorang penjual masakan padang misalnya, sebelum direlokasi ke Taman Kota Intan, dirinya bisa menjual sedikitnya 80 potong ayam sehari di sekitar halaman Museum Fatahilah.
Namun, ketika menempati lokasi binaan Taman Kota Intan, dirinya mengaku hanya bisa menjual 4 potong ayam yang dibeli pedagang di lokasi binaan.
"Susahnya minta ampun, kalau begini terus ya kami mau makan apa," ucap Dian, kepada Kompas.com, Selasa (21/11/2017).
Pada saat direlokasi 5 Oktober 2017 lalu, Dian hanya bisa menuruti Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai pemilik lahan, dengan harapan tetap ramai pembeli.
Kenyataan sepertinya berkata lain, bukan untung yang didapatkan Dian melainkan kerugian yang dideritanya setiap hari karena makanan yang dimasaknya tidak terjual habis dan terpaksa dibuang.
"Kami ini sebetulnya mau dibina atau dibinasakan?" ucap wanita yang mengaku sudah berjualan sejak 10 tahun di kawasan Museum Fatahilah, Kota Tua.
Hal yang sama dirasakan Choirul Umam yang berjualan pakaian di Taman Kota Intan. Saat masih berjualan di sekitar Museum Fatahilah, omzetnya paling sedikit Rp 2 juta sehari.
Namun, ketika dipindah ke lokasi binaan Taman Kota Intan, dia pernah tidak mendapat satu pun pembeli pakaian yang dijualnya.
"Yang ke sini itu paling orang nyasar, karena lokasinya enggak kelihatan," kata Choirul.
Syahril, seorang pedagang minuman juga mengatakan, tanpa petunjuk arah, tidak banyak warga yang akan mengetahui lokasi binaan para pedagang kaki lima (PKL) tersebut.
Padahal, sebelum direlokasi mereka sudah menyampaikan keinginannya untuk dipasangkan petunjuk arah menuju lokbin. Tetapi pada kenyataannya hingga saat ini plang petunjuk arah itu tidak ada.
"Sampai detik ini petunjuk arah itu enggak ada, bagaimana orang mau datang ke sini, kalau petunjuk arah saja enggak ada, ditambah lagi ada gedung di depannya yang menghalangi, habis lah kita," tutur Syahril.